KABARBURSA.COM – Kebijakan proteksionis Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump yang akan memberikan sanksi kepada negara-negara anggota BRICS diprediksi bakal memperkuat posisi dolar.
Pengamat pasar uang Ibrahim Assuaibi mengungkapkan, sanksi yang bakal diterapkan adalah pemberlakuan denda bagi negara anggota BRICS yang tidak menggunakan dolar dalam perdagangan internasional.
“Ini yang membuat dolar kemungkinan akan kembali ke level 109,50 dengan potensi menyentuh level 114 pada tahun 2025,” kata Ibrahim dalam keterangannya, Minggu 5 Januari 2025.
Kendati demikian, posisi dolar di level 114, kata dia, bukan hal baru karena pernah terjadi pada tahun-tahun sebelumnya. Bahkan, sebelumnya dolar sempat menguat hingga menyentuh level 114,8.
Lebih lanjut, Ibrahim menilai kebijakan Trump berpotensi memperkuat indeks dolar secara berkelanjutan. Selain itu, imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS dengan tenor 10 tahun juga diperkirakan terus meningkat.
Dampak ke Rupiah
Penguatan dolar dikhawatirkan berpotensi menekan nilai tukar mata uang negara lainnya seperti rupiah Indonesia. Kendati demikian, rupiah yang sempat diprediksi melemah pada awal tahun justru sebaliknya.
Rupiah justru sedikit naik pada penutupan perdagangan pekan pertama tahun 2025. Meski kenaikannya tidak terlalu tinggi, namun Ibrahim menilai hal ini cukup menggembirakan.
Ibrahim menuturkan sepanjang Jumat, 3 Januari 2025, rupiah bergerak fluktiatif dan melemah di rentang Rp16.180 hingga Rp16.270 per dolar AS. Sementara, pada penutupan perdagangan Kamis, 2 Januari 2025, rupiah ditutup melemah 66 poin di level Rp16.198. Sedangkan pada Rabu, 1 Januari 2025, rupiah berada di level Rp16.132 per dolar AS.
Purchasing Manager Index (PMI) manufaktur Indonesia naik ke level 51,2 pada Desember 2024, masuk ke zona ekspansif untuk pertama kali dalam lima bulan terakhir. Ini menunjukkan peningkatan aktivitas produksi dan permintaan baru, baik dari pasar domestik maupun ekspor.
“Perekonomian manufaktur Indonesia mengakhiri tahun 2024 dengan catatan positif. Optimisme meningkat di kalangan pelaku usaha karena stabilitas makro ekonomi dan daya beli konsumen yang membaik,” ujar Ibrahim Assuaibi, Direktur PT Laba Forexindo Berjangka, sekaligus Presidium Ikatan Alumni Universitas Ibnu Caldun Jakarta, Kamis 2 Januari 2025.
Selain itu, inflasi Indonesia pada Desember tercatat hanya 1,57 persen (yoy), terendah dalam sejarah. Rendahnya inflasi ini didukung oleh stabilisasi harga bahan pangan pokok serta pelemahan daya beli masyarakat.
Meski terdapat sentimen positif dari domestik, tekanan global tetap mendominasi. Rupiah diperkirakan akan bergerak fluktuatif pada perdagangan Jumat, 3 Januari 2025, di kisaran Rp16.180 hingga Rp16.270 per dolar AS.
“Tekanan eksternal, terutama dari gejolak AS-China dan krisis politik di Korea Selatan, masih menjadi tantangan bagi rupiah. Namun, prospek ekonomi domestik yang membaik diharapkan dapat memberikan penyangga,” tambah Ibrahim.
Dengan berbagai faktor ini, pasar diharapkan tetap waspada dan memperhatikan perkembangan global serta kebijakan pemerintah untuk menjaga stabilitas nilai tukar.
Menguat Akibat PMI
Pada akhir pekan pertama tahun 2025, kurs rupiah tercatat menguat sangat tipis, meskipun ada optimisme yang muncul di pasar menyusul hasil positif yang ditunjukkan oleh Purchasing Managers’ Index (PMI) Manufaktur Indonesia pada bulan Desember 2024.
Berdasarkan data Bloomberg yang dirilis pada Jumat, 3 Januari 2025 pukul 15:00 WIB, nilai tukar rupiah ditutup di level Rp16.197 per dolar AS, sedikit menguat sebanyak satu poin atau sekitar 0,01 persen dibandingkan dengan posisi pada Kamis, 2 Januari 2025, yang tercatat di level Rp16.198 per dolar AS.
Ibrahim menjelaskan, penguatan rupiah yang tipis ini sebagian besar dipicu oleh kinerja positif PMI Manufaktur Indonesia. Indeks yang mencapai level ekspansif pada Desember 2024 ini menunjukkan bahwa sektor manufaktur Indonesia menunjukkan pemulihan setelah lima bulan sebelumnya mengalami kontraksi.
“Ini menjadi sinyal positif tentang optimisme dunia usaha terhadap prospek perekonomian Indonesia,” ujar Ibrahim, yang menilai kinerja PMI yang menggembirakan memberikan harapan bagi kekuatan ekonomi nasional di tahun 2025.
Peningkatan PMI Indonesia ini mencerminkan keyakinan yang semakin besar dari pelaku usaha. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, juga mencatatkan bahwa ekspansi PMI menandakan bahwa sektor manufaktur Indonesia berada dalam posisi yang baik.
Dengan banyak perusahaan yang telah mempersiapkan diri untuk menghadapi peningkatan permintaan sepanjang 2025, ini menjadi indikator optimisme yang turut berdampak positif terhadap nilai tukar rupiah. (*)
Artikel ini disediakan untuk tujuan informasi semata dan bukan merupakan ajakan, rekomendasi, atau instruksi untuk membeli atau menjual saham. Segala bentuk analisis dan rekomendasi saham sepenuhnya berasal dari pihak analis atau sekuritas yang bersangkutan. KabarBursa.com tidak bertanggung jawab atas keputusan investasi, kerugian, atau keuntungan yang timbul akibat penggunaan informasi dalam artikel ini. Keputusan investasi sepenuhnya merupakan tanggung jawab investor. Investor diharapkan melakukan riset independen dan mempertimbangkan risiko dengan cermat sebelum mengambil keputusan investasi.