KABARBURSA.COM - Kementerian Pariwisata (Kemenpar) melaporkan kenaikan signifikan kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) sebesar 20 persen pada periode Januari-November 2024 dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
"Capaian ini merupakan hasil kerja bersama Kemenpar dan seluruh pemangku kepentingan dalam mendorong sektor pariwisata yang berkelanjutan serta memberikan manfaat luas bagi masyarakat," ujar Plt. Deputi Pemasaran Kemenpar, Ni Made Ayu Marthini, dalam pernyataan resmi di Jakarta, Minggu 5 Januari 2025.
Mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS), Made menyebut kunjungan wisman pada November 2024 mencapai 1,09 juta. Sepanjang 11 bulan terakhir, total kunjungan mencapai 12,66 juta, naik 20,17 persen dibandingkan tahun 2023. Kenaikan ini merupakan yang tertinggi dalam lima tahun terakhir.
Sementara itu, perjalanan wisatawan nusantara (wisnus) juga mengalami peningkatan, dengan total 920 juta perjalanan hingga November 2024, naik 22,81 persen dibandingkan tahun sebelumnya.
Untuk mendukung tren positif ini, Kemenpar memaksimalkan program pemasaran, termasuk partisipasi dalam ajang World Travel Market (WTM) London, bursa pariwisata terbesar kedua di dunia. Promosi juga dilakukan di Kanada, Australia, China, dan negara Asia Tenggara seperti Malaysia dan Singapura, serta melalui pariwisata lintas batas di Batam dan Bintan.
Strategi pemasaran kolaboratif melalui program familiarization trip dan kampanye digital Wonderful Indonesia turut memperkuat citra pariwisata Indonesia di pasar internasional.
Bagi wisatawan nusantara, program promosi seperti kerja sama dengan mitra co-branding Wonderful Indonesia, pemerintah daerah, dan industri pariwisata juga diperkuat. Kegiatan seperti "Di Indonesia Aja Travel Fair" serta pengembangan desa wisata melalui program Beti Dewi, Senandung Dewi, dan paket wisata 3B (Banyuwangi, Bali Barat, Bali Utara) menjadi andalan.
Pada 2025, Kemenpar berencana memanfaatkan tren wisata baru seperti eksplorasi destinasi tersembunyi (off-the-beaten-track), wisata pengalaman (experiential tourism), hingga wisata minat khusus seperti gastronomi dan wisata mewah (luxury tourism).
"Tren ini diharapkan mampu memaksimalkan dampak pada pencapaian target sektor pariwisata," kata Made.
Made juga menyebutkan bahwa data kinerja pariwisata Desember 2024 akan diumumkan BPS pada Februari mendatang. "Dengan libur Natal dan Tahun Baru, kami optimistis kinerja pariwisata akan semakin positif, mendongkrak capaian kunjungan wisman di tahun 2024," tutupnya.
Emiten Garuda Indonesia Airlines (GIAA) diprediksi bakal diuntungkan setelah adanya peningkatan kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) ke Indonesia selama Januari – Agustus 2024.
Pengamat Pasar Modal, Wahyu Tri Laksono mengatakan meningkatnya jumlah kunjungan wisman pada Januari – Agustus 2024 bisa membuat pendapatan GIAA membaik.
“Ini (kunjungan wisman) memicu membaiknya pendapatan juga, kinerja GIAA atau Garuda Indonesia juga lumayan bagus ya,” ujar dia kepada Kabarbursa.com, Kamis, 10 Oktober 2024.
Selain itu, Wahyu juga melihat potensi GIAA untuk ke depan bisa memiliki kinerja dan pendapatan yang bagus. Hal ini tidak lepas dari aktivitas libur akhir tahun 2024 yang berpotensi meningkatnya mobilitas masyarakat pergi berlibur.
Namun terlepas dari potensi meningkatnya kinerja akhir tahun nanti, Wahyu menilai dari segi harga GIAA masih kurang menarik, khususnya untuk jangka pendek.
Kendati begitu, dia memandang emiten jasa angkutan penerbangan ini masih memiliki harapan jika dilihat untuk jangka panjang.
“Kalau untuk jangka panjang satu hingga dua tahun, ini masih memberikan harapan perbaikan kinerja maupun korporasinya. Misalnya dari kerjasama, kolaborasi, atau portofolio bisnisnya juga ditingkatkan,” jelas Wahyu.
Diberitakan sebelumnya, PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GIAA) melaporkan hasil keuangan semester I tahun 2024 dengan pendapatan usaha sebesar USD1,62 miliar. Hal ini mencerminkan peningkatan 18,3 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Meskipun ada kenaikan pendapatan, maskapai nasional ini masih mencatat kerugian bersih sebesar USD100,35 juta, yang menandakan tantangan operasional di tengah upaya pemulihan pasca-restrukturisasi finansial.
Berdasarkan keterbukaan informasi, Selasa, 1 Oktober 2024, selama periode Januari hingga Juni 2024, Garuda Indonesia mencatatkan total pendapatan usaha sebesar USD1,62 miliar, naik dari USD1,37 miliar pada semester pertama 2023. Peningkatan pendapatan ini didorong oleh pemulihan permintaan perjalanan udara serta optimalisasi operasi penerbangan.
Namun, beban pokok penjualan dan pendapatan turut meningkat, sehingga laba kotor tetap di angka yang sama dengan pendapatan usaha, yakni USD1,62 miliar. Beban penjualan meningkat menjadi USD84,1 juta, sementara beban umum dan administrasi naik menjadi USD103,4 juta dari USD86,7 juta pada tahun sebelumnya.
Selanjutnya, Garuda masih menghadapi beban keuangan yang cukup tinggi dengan total beban bunga dan keuangan mencapai USD246,4 juta, naik dari USD222,7 juta pada tahun sebelumnya. Beban keuangan yang besar ini merupakan salah satu faktor utama yang menekan profitabilitas maskapai.
Meskipun terdapat keuntungan dari selisih kurs mata uang asing sebesar USD22,7 juta, fluktuasi nilai tukar tetap mempengaruhi biaya operasional perusahaan dalam mata uang asing.
Direksi menyatakan bahwa mereka berkomitmen untuk terus melakukan upaya pemulihan setelah restrukturisasi finansial yang dilakukan sebelumnya. Meskipun pendapatan mengalami peningkatan, tantangan dalam mengelola beban operasional dan keuangan tetap menjadi fokus utama.
“Direksi mencatat bahwa meskipun ada peningkatan permintaan di sektor penerbangan, beban bunga dan biaya operasional yang tinggi masih menjadi kendala utama yang menghambat pencapaian profitabilitas,” ujarnya dalam keterbukaan informasi tersebut.
Kinerja Garuda Indonesia menunjukkan adanya pemulihan dari sisi pendapatan, namun tantangan finansial masih membayangi, terutama terkait dengan beban operasional dan keuangan yang signifikan. Maskapai ini perlu terus melakukan efisiensi biaya dan mencari strategi untuk mengurangi beban keuangannya agar dapat mencapai profitabilitas yang lebih berkelanjutan di masa depan.
“Dalam menghadapi tantangan ini, direksi menekankan pentingnya strategi efisiensi biaya dan optimisasi operasi untuk meminimalkan kerugian dan memaksimalkan pendapatan,” sambung keterangan direksi GIAA.(*)