KABARBURSA.COM – Badan Pusat Statistik (BPS) mengungkapkan salah satu pendorong inflasi adalah komponen bergejolak yang mencatat kenaikan hingga 2,04 persen dan menyumbang andil sebesar 0,33 persen.
“Inflasi bulan ke bulan pada Desember 2024 sebesar 0,44 persen utamanya didorong oleh inflasi komponen bergejolak,” ujar Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS, Pudji Ismartini di Jakarta, Kamis, 2 Januari 2025.
Komoditas yang dominan berkontribusi pada inflasi komponen bergejolak antara lain telur ayam ras, cabai merah, cabai rawit, bawang merah, dan bawang putih. Pudji menegaskan bahwa komoditas-komoditas ini menjadi motor utama inflasi di akhir tahun.
“Komponen bergejolak mengalami inflasi sebesar 2,04 persen dengan andil inflasi sebesar 0,33 persen. Komoditas yang dominan memberikan andil inflasi adalah telur ayam ras, cabai merah, cabai rawit, bawang merah, dan bawang putih," jelasnya.
Sementara itu, komponen inti mencatat inflasi sebesar 0,17 persen dengan andil inflasi sebesar 0,11 persen. Komoditas yang berperan dalam inflasi komponen ini adalah minyak goreng, emas perhiasan, dan kopi bubuk.
“Untuk komponen inti, inflasi tercatat sebesar 0,17 persen dengan andil inflasi sebesar 0,11 persen. Minyak goreng, emas perhiasan, dan kopi bubuk menjadi komoditas dominan dalam menyumbang inflasi,” imbuhnya.
Di sisi lain, komponen harga yang diatur pemerintah hanya mengalami inflasi sebesar 0,03 persen dan tidak memberikan andil yang signifikan terhadap inflasi bulan Desember.
Pudji menegaskan bahwa tidak ada komoditas yang dominan menyumbang inflasi dari komponen ini.
“Komponen harga yang diatur pemerintah mengalami inflasi sebesar 0,03 persen dan tidak memberikan andil inflasi yang signifikan,” kata Pudji.
Inflasi Desember Naik
Sebelumnya, BPS juga mencatatkan adanya inflasi signifikan pada beberapa sektor ekonomi Indonesia pada Desember 2024. Salah satu yang menarik adalah sektor pertanian yang mencatatkan inflasi cukup tinggi pada bulan tersebut.
Pudji menyampaikan bahwa inflasi Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB) pada Desember 2024 tercatat sebesar 0,39 persen secara bulanan (month-to-month/mtm). Secara tahunan (year-on-year/yoy) dan tahun kalender (year-to-date/ytd), inflasi IHPB mencapai 1,98 persen.
“Jika dilihat secara mtm, seluruh sektor mengalami inflasi IHPB, dan sektor yang mengalami inflasi tertinggi adalah pertanian, yaitu sebesar 1,36 persen,” ujar Pudji.
Namun, jika dibandingkan secara tahunan, sektor pertanian tidak menjadi yang tertinggi. Inflasi tahunan sektor ini tetap konsisten di angka 1,35 persen, dengan andil sebesar 0,25 persen.
Sebaliknya, sektor pertambangan dan penggalian mencatat inflasi tahunan sebesar 1,91 persen, namun andilnya hanya sebesar 0,02 persen.
“Sementara itu, sektor industri masih mencatatkan inflasi tertinggi, yakni sebesar 2,12 persen, dengan andil 1,71 persen,” tambah Pudji.
Selain itu, BPS juga melaporkan bahwa pada Desember 2024 terjadi pergerakan harga yang bervariasi untuk gabah dan beras di tingkat petani, penggilingan, grosir, dan eceran.
Harga gabah kering panen tercatat naik sebesar 0,87 persen secara bulanan (mtm), meskipun secara tahunan (yoy) turun hingga -5,47 persen.
Begitu pula, harga gabah kering giling meningkat sebesar 0,71 persen secara mtm, namun turun 8,90 persen secara yoy.
“Kenaikan harga gabah kering panen dan gabah kering giling menjadi salah satu faktor yang memengaruhi dinamika harga pangan pada akhir tahun ini,” jelas Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS, Pudji Ismartini, di Jakarta, Kamis, 2 Januari 2025.
Di sisi lain, harga beras di penggilingan pada Desember 2024 mengalami kenaikan sebesar 0,89 persen secara mtm, namun turun 3,63 persen secara yoy.
Pudji juga menambahkan bahwa inflasi beras terjadi di tingkat grosir dan eceran. Inflasi beras di tingkat grosir tercatat sebesar 0,24 persen mtm dan 0,20 persen yoy, sedangkan di tingkat eceran lebih tinggi, yaitu 0,25 persen mtm dan 2,58 persen yoy.
“Perlu dicatat bahwa harga beras yang kami sampaikan di sini mencakup rata-rata harga beras dengan berbagai kualitas yang ada di seluruh wilayah Indonesia,” ujar Pudji.
Penurunan Luas Panen
Namun, di balik pergerakan harga yang signifikan secara bulanan, BPS mencatat adanya penurunan dalam luas panen padi di 2024. Puncak musim kemarau yang terjadi pada Juli hingga Agustus 2024 berdampak pada produksi tanaman pangan, termasuk padi.
Selain itu, terjadi pergeseran puncak panen dari bulan Maret 2023 ke April 2024. Pudji memprakirakan, penurunan luas panen pada sebesar 1,54 persen dibandingkan dengan tahun lalu.
“Penurunan luas panen padi ini dipengaruhi oleh musim kemarau yang lebih panjang, serta perubahan pola curah hujan yang mempengaruhi hasil pertanian,” pungkasnya. (*)