KABARBURSA.COM- Ekonom sekaligus Direktur Eksekutif CELIOS, Bhima Yudhistira, menilai, kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen yang menyasar barang mewah dapat memberikan dampak positif bagi perekonomian Indonesia, terutama daya beli masyarakat.
"Pemerintah akhirnya kan menimbang juga efek daya beli masyarakat menengah kebawah dan UMKM," ujar Bhima melalui pesan tertulis kepada Kabarbursa.com, Kamis 2 Januari 2025.
Bhima mengungkapkan keprihatinannya terkait kenaikan harga sejumlah barang di pasaran yang sudah terlanjur naik, imbas wacana kenaikan PPN 12 persen yang sempat santer diperbincangkan. Padahal, aturan teknis terkait kebijakan ini, yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK), terlambat terbit.
"Pemerintah kedepannya diminta lebih tegas untuk buat aturan jadi masyarakat dan pelaku usaha tidak kena pingpong," sambung dia.
Bhima berharap pemerintah mempertimbangkan penurunan tarif PPN secara keseluruhan menjadi 8 persen. Hal ini, menurutnya akan memberikan efek positif dalam memperkuat daya beli masyarakat.
Adapun, penerimaan negara yang diperkirakan dari penerapan PPN12 persen pada barang mewah diprediksi hanya berkisar antara Rp1,5 hingga Rp3 triliun per tahun. "Kecil sekali, jauh dibandingkan klaim awal Rp75 triliun jika PPN (12 persen) diterapkan secara umum," kata Bhima.
Sebagai alternatif untuk mengganti penerimaan yang hilang akibat pembatalan kenaikan PPN 12 Persen pada barang dan jasa, Bhima menyarankan beberapa opsi yang bisa dijalankan pemerintah. Salah satunya adalah penerapan pajak kekayaan, dimana orang total orang-orang super kaya dikenakan tarif sebesar 2 persen. Diperkirakan, penerapan pajak ini bisa menghasilkan penerimaan sebesar Rp81,6 triliun.
"Jadi bukan pajak penghasilan ya, tapi pajak harta selama ini Indonesia belum punya. OECD dan G20 kan mendorong pemberlakuan pajak kekayaan juga," ucapnya.
Adapun yang usulan kedua, Bhima menyarankan penerapan pajak karbon yang sebelumnya telah tertuang dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) dapat segera diterapkan tahun ini, asalkan PMK terkait diterbitkan.
"Begitu diberlakukan ke PLTU [Pembangkit Listrik Tenaga Uap] batubara, hasil pajak karbon akan digunakan untuk dorongan belanja energi terbarukan yang serap tenaga kerja. Bagus juga pajak karbon bagi lingkungan hidup," tambah Bhima.
Selain itu, Bhima juga menyarankan penerapan pajak produksi batubara diluar royaliti yang lebih tinggi, menutup kebocoran pajak di sektor sawit dan tambang, serta melakukan evaluasi seluruh insentif pajak yang tidak tepat sasaran.
"Misalnya perusahaan smelter nikel yang laba-nya besar sekali, tidak perlu dikasih tax holiday," pungkas Bhima.
Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan, beberapa kriteria barang dan jasa mewah kini dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang naik dari 11 persen menjadi 12 persen.
Kenaikan ini mencakup barang-barang yang sebelumnya sudah dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), seperti yang tercantum dalam PMK Nomor 15 tahun 2023.
Sri Mulyani menyebutkan bahwa jenis barang yang termasuk dalam kategori ini sangat terbatas, antara lain private jet, kapal pesiar, yacht, dan rumah mewah dengan harga di atas Rp30 miliar.
“Itu kategorinya sangat sedikit, limited, yaitu barang seperti disampaikan, yaitu barang seperti private jet, kapal pesiar, yacht, dan juga rumah yang sangat mewah yang nilainya sudah diatur dalam PMK mengenai PPN Barang Mewah Nomor 15 tahun 2023, mengenai barang yang dikategorikan mewah dan selama ini terkena PPn BM,” ujarnya dalam konferensi pers di kementerian keuangan, Selasa, 31 Desember 2024.
Selain itu, beberapa barang lain seperti balon udara yang bisa dikemudikan, pesawat udara tanpa penggerak, hingga senjata api, juga masuk dalam daftar kenaikan PPN.
“Kemudian balon udara yang dapat dikemudikan, pesawat udara, pesawat udara lainnya tanpa tenaga penggerak, peluru senjata api, senjata api lainnya, kecuali untuk keperluan negara,” tambah Sri Mulyani.
Barang-barang mewah lain yang kenaikan PPN-nya mencapai 12 persen meliputi pesawat udara, helikopter, dan kendaraan bermotor tertentu.
Berikut daftar lengkap barang mewah yang dikenakan PPN 12 persen:
PPnBM 20 persen
Kelompok hunian mewah seperti rumah mewah, apartemen, kondominium, town house, dan sejenisnya dengan harga jual sebesar Rp30.000.000.000,00 atau lebih.
PPnBM 40 persen
1. Kelompok balon udara dan balon udara yang dapat dikemudikan, pesawat udara lainnya tanpa tenaga penggerak.
2. Kelompok peluru senjata api dan senjata api lainnya, kecuali untuk keperluan negara: Peluru dan bagiannya, tidak termasuk peluru senapan angin.
PPnBM 50 persen
1. Kelompok pesawat udara selain yang dikenakan tarif 40 persen, kecuali untuk keperluan negara atau angkutan udara niaga: pesawat udara dan kendaraan udara lainnya dan selain helikopter.
2. Kelompok senjata api dan senjata api lainnya, kecuali untuk keperluan negara: Senjata artileri: Revolver dan pistol. Senjata api (selain senjata artileri, revolver dan pistol) dan peralatan semacam itu yang dioperasikan dengan penembakan bahan peledak.
PPnBM 75 persen
Kelompok kapal pesiar mewah, kecuali untuk keperluan negara dan angkutan umum:
1. Kapal pesiar, kapal ekskursi, dan kendaraan air semacam itu terutama dirancang untuk pengangkutan orang, kapal feri dari semua jenis, kecuali untuk kepentingan negara dan angkutan umum.
2. Yacht, kecuali untuk kepentingan negara atau angkutan umum atau usaha pariwisata.
Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto juga menegaskan bahwa kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen pada Januari 2025 hanya berlaku untuk barang dan jasa mewah.
“Kenaikan tarif PPN dari 11 persen menjadi 12 persen, hanya dikenakan terhadap barang dan jasa mewah,” ungkap Prabowo dalam konferensi pers di Kantor Kementerian Keuangan, Selasa, 31 Desember 2024.
Barang yang masuk kategori mewah, kata Prabowo, seperti halnya jet pribadi, kapal pesiar dan rumah mewah untuk masyarakat kelas atas.
“Contoh, pesawat jet pribadi, itu tergolong barang mewah yang dimanfaatkan oleh masyarakat papan atas. Kemudian kapal pesiar, yacht, kemudian rumah yang sangat mewah yang nilainya di atas golongan menengah,” terangnya.
Artinya, untuk barang dan jasa yang selain barang-barang mewah, tidak ada kenaikan PPN, yakni tetap sebesar yang berlaku sekarang atau sejak tahun 2022.
“Untuk barang dan jasa yang merupakan kebutuhan pokok masyarakat, yang selama ini diberi fasilitas pembebasan atau dikenakan tarif PPN 0 persen, masih tetap berlaku,” ujarnya.
Lebih lanjut, Ia menekankan bahwa kenaikan ini merupakan amanat dari Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, yang menyepakati kenaikan tarif secara bertahap.
Sebelumnya, tarif PPN telah naik dari 10 persen menjadi 11 persen pada April 2022, dan pada 2025, tarif PPN untuk barang dan jasa mewah akan naik menjadi 12 persen.
Prabowo juga mengklaim tujuan pemerintah menaikkan PPN sebesar 1 persen tidak akan berdampak signifikan terhadap daya beli masyarakat. Kenaikan PPN, kata dia, juga tidak akan memicu inflasi dan pelambatan ekonomi.
“Ini komitmen kita adalah selalu berpihak kepada rakyat banyak, berpihak pada kepentingan nasional, dan berjuang untuk kesejahteraan rakyat,” ujarnya.
Kenaikan tarif PPN ini, kata Prabowo, juga sudah melalui koordinasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), dan bertujuan untuk menjaga kesejahteraan rakyat tanpa mengganggu daya beli mereka.
Pemerintah juga telah menyiapkan paket stimulus senilai Rp 38,6 triliun untuk membantu masyarakat, termasuk bantuan pangan untuk 16 juta penerima.
Kebijakan ini menjadi bagian dari upaya pemerintah untuk mengelola keuangan negara dengan bijak di tengah tantangan global yang penuh ketidakpastian.
“Kita masih mampu mengendalikan defisit kita dalam koridor yang hati-hati dan mampu kita kelola,” tambah Prabowo.(*)