KABARBURSA.COM – Ketua Komisi VIII DPR RI, Marwan Dasopang, menegaskan pentingnya penurunan biaya ibadah haji 2025 melalui penyesuaian skema pembiayaan yang lebih adil dan menguntungkan jemaah.
Dalam rapat yang digelar bersama Kementerian Agama dan Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) pada Kamis, 2 Januari 2025, Marwan mengungkapkan bahwa masih ada banyak aspek dalam penyelenggaraan ibadah haji yang dapat dinegosiasikan untuk menurunkan biaya yang membebani jemaah.
Marwan menyoroti sektor pembiayaan yang terkait dengan layanan di Arafah, Muzdalifah, dan Mina, yang menurutnya masih memiliki potensi untuk penurunan biaya. Ia menjelaskan, layanan di ketiga lokasi tersebut selama ini dikelola oleh perusahaan-perusahaan tertentu, dan jika dinegosiasikan dengan bijak, biaya yang dibebankan kepada jemaah bisa lebih rendah.
"Layanan di Arafah, Muzdalifah, dan Mina, yang selama ini dikelola oleh syarikat atau perusahaan, seharusnya bisa dinegosiasikan lebih lanjut. Jika itu dilakukan dengan bijak, kita bisa mendapatkan harga yang lebih rendah," ujar Marwan dalam rapat yang berlangsung di Gedung MPR/DPR, Senayan, Jakarta Selatan, Kamis, 2 Januari.
Selain itu, Marwan juga menyarankan agar sektor lain, seperti pengelolaan hotel, konsumsi, dan transportasi, dapat dikelola lebih efisien untuk menurunkan total biaya haji. Ia menjelaskan, pengawasannya di Saudi Arabia tahun lalu menemukan banyak potensi penghematan, terutama di sektor-sektor yang dikelola oleh perusahaan.
"Tahun lalu, kami melakukan pengawasan langsung ke Saudi dan menemukan banyak potensi penurunan biaya, terutama di sektor-sektor yang dikelola oleh perusahaan. Jika ini dilakukan dengan serius, biaya haji bisa turun lebih dari yang diusulkan pemerintah, yang saat ini mencapai Rp93 juta per jemaah," lanjutnya.
Meskipun penurunan biaya menjadi perhatian utama, Marwan juga menyoroti masalah kepadatan di Mina, yang menjadi tantangan besar setiap tahunnya. Ia mengusulkan agar sekitar 50 ribu jemaah dipindahkan dari tenda Mina ke hotel-hotel sekitar Jamarat untuk mengurangi kepadatan dan memberikan kenyamanan lebih bagi jemaah.
"Mina memang terbatas kapasitasnya, dan setiap tahun jemaah kita semakin banyak. Dengan program 'tanazul', jemaah bisa menginap di hotel setelah melontar di Jamarat. Ini bisa mengurangi kepadatan di Mina dan memberikan kenyamanan lebih bagi jemaah," tambahnya.
Marwan menyebutkan bahwa jika program ini berhasil, Indonesia mungkin bisa meminta tambahan kuota jemaah haji pada tahun berikutnya.
"Jika 50 ribu jemaah dapat diatur di hotel, ruang Mina akan lebih terbuka, dan kita bisa meminta tambahan kuota haji untuk tahun berikutnya. Ini adalah langkah positif untuk mengatasi masalah kepadatan dan meningkatkan kenyamanan jemaah," ujar Marwan.
Selain masalah biaya dan kepadatan, Marwan juga menekankan pentingnya perhatian terhadap kesehatan jemaah, terutama yang sudah lanjut usia. Ia khawatir jika kesehatan jemaah tidak terkelola dengan baik sejak awal, mereka bisa saja gagal berangkat karena masalah kesehatan yang tidak terdeteksi lebih awal.
"Pemerintah harus mulai mempersiapkan jemaah dari sekarang, bukan hanya soal biaya, tetapi juga kesehatan mereka," tegasnya.
Dengan berbagai upaya efisiensi dan perbaikan dalam sistem penyelenggaraan haji, Marwan berharap ibadah haji 2025 bisa berjalan lebih lancar dan lebih terjangkau. Ia juga menegaskan bahwa DPR akan terus berkoordinasi dengan pemerintah dan BPKH untuk menemukan solusi terbaik yang menguntungkan bagi jemaah haji Indonesia.
Biaya perjalanan haji dan penyelenggaraan ibadah haji menunjukkan perubahan yang mencerminkan dinamika ekonomi, kebijakan pemerintah, dan kondisi global selama periode 2020 hingga 2024. Pandemi COVID-19, kebijakan baru di Arab Saudi, dan inflasi menjadi faktor utama yang memengaruhi biaya ini. Seperti dikutip Kabarbursa.com dari laman Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) dan Kemenag, berikut ulasannya.
Pada 2020, biaya perjalanan haji (Bipih) rata-rata ditetapkan sebesar Rp35 juta, dengan total biaya penyelenggaraan ibadah haji (BPIH) mencapai Rp69 juta. Namun, pandemi COVID-19 menyebabkan pembatalan keberangkatan jemaah, memberikan opsi bagi calon jemaah untuk menarik dana atau menunda keberangkatan ke tahun berikutnya.
Tahun berikutnya, 2021, kondisi serupa terjadi dengan pembatalan keberangkatan haji untuk tahun kedua. Bipih meningkat menjadi Rp38 juta, sementara BPIH mencapai Rp70 juta. Pemerintah tetap merilis estimasi biaya untuk menjaga transparansi dan sebagai langkah persiapan administratif.
Tahun 2022 menjadi momen pelonggaran pembatasan perjalanan internasional, memungkinkan ibadah haji kembali dilaksanakan meski dengan kuota terbatas. Bipih naik menjadi Rp39,8 juta, dan BPIH menjadi Rp81 juta. Kenaikan ini dipengaruhi oleh kebutuhan tambahan seperti tes PCR, karantina, dan penerapan protokol kesehatan ketat.
Pada 2023, biaya perjalanan haji mengalami lonjakan signifikan. Bipih mencapai Rp49,8 juta, sementara BPIH naik menjadi Rp90 juta. Kenaikan tajam ini mencerminkan meningkatnya harga layanan di Arab Saudi, termasuk akomodasi, transportasi, dan katering. Perubahan sistem pengelolaan layanan oleh syarikat yang ditunjuk Kementerian Haji Arab Saudi turut menjadi faktor.
Memasuki 2024, Bipih kembali meningkat menjadi Rp51 juta dengan BPIH sebesar Rp91 juta. Pemerintah berupaya menjaga keseimbangan antara biaya dan kualitas pelayanan melalui standar akomodasi yang lebih ketat. Hotel di Makkah harus berjarak maksimal 4,5 kilometer dari Masjid Al-Haram, sedangkan di Madinah maksimal 1 kilometer dari Masjid Nabawi. Waktu tinggal jemaah di Madinah juga dibatasi hingga sembilan hari.
Kenaikan biaya ini tidak terlepas dari berbagai tantangan, termasuk fluktuasi nilai tukar mata uang, inflasi, dan kebijakan baru yang diterapkan oleh Arab Saudi. Pemerintah Indonesia terus berusaha menjaga agar biaya tetap kompetitif tanpa mengorbankan kualitas pelayanan. Negosiasi terkait kuota dan layanan dengan pihak Arab Saudi menjadi prioritas untuk memastikan kenyamanan jemaah haji.
Dengan berbagai perubahan dan dinamika tersebut, calon jemaah haji diimbau untuk memahami rincian komponen biaya serta mempersiapkan diri dengan baik. Langkah ini diharapkan dapat mendukung kelancaran pelaksanaan ibadah haji di Tanah Suci, memberikan pengalaman terbaik bagi jemaah Indonesia. (*)