KABARBURSA.COM - Ketua Komisi VIII DPR RI, Marwan Dasopang, mengkritik usulan pemerintah terkait pembiayaan ibadah haji tahun 2025, yang dianggapnya masih memberatkan jemaah. Kritik tersebut disampaikan dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Kementerian Agama dan Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH).
Marwan menyoroti penurunan biaya yang hanya sebesar Rp20,6 juta, yang menurutnya tidak cukup signifikan untuk meringankan beban jemaah. Hal ini dinilai bertentangan dengan komitmen pemerintah untuk menurunkan biaya haji secara substansial.
“Penurunan Rp20 juta itu sama sekali tidak ada signifikansi untuk kemampuan jemaah, apalagi jika skema pembiayaan tetap 70:30. Ini akan membuat jemaah kesulitan membayar, terutama bagi mereka yang tidak mendapatkan subsidi seperti tahun lalu,” ujar Marwan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Selatan, Kamis, 2 Januari 2025.
Marwan menjelaskan bahwa meskipun ada penurunan biaya, proporsi pembiayaan sebesar 70 persen yang ditanggung oleh jemaah tetap menjadi beban yang berat. Dari total biaya Rp93 juta, jemaah akan membayar Rp65,1 juta (70 persen), sedangkan subsidi dari BPKH mencakup Rp27,9 juta (30 persen). Oleh karena itu, ia mengusulkan agar skema pembiayaan ini dikaji ulang untuk menemukan solusi yang lebih adil.
“Skema 70:30 ini perlu dipertimbangkan kembali. Kami harus melihat apa saja yang bisa diturunkan, seperti biaya masyair, konsumsi, dan komponen lainnya,” katanya.
Dalam usulan pemerintah, total pembiayaan ibadah haji per jemaah mencapai Rp93 juta. Menurut Marwan, angka ini masih terlalu tinggi dan berisiko memberatkan calon jemaah. Ia menekankan bahwa beberapa komponen biaya, seperti konsumsi dan biaya masyair, seharusnya bisa dievaluasi dan ditekan lebih rendah.
Marwan juga menyoroti kinerja BPKH dalam menghasilkan nilai manfaat dari pengelolaan dana haji. Ia mencatat bahwa pada September 2024, nilai manfaat yang diperoleh hanya mencapai Rp11,4 triliun, lebih rendah dari target sebesar Rp12,2 triliun. Hal ini memengaruhi kemampuan pemerintah dalam memberikan subsidi kepada jemaah.
“Jika nilai manfaat BPKH tidak mencapai target Rp12 triliun, skema 70:30 atau bahkan 60:40 mungkin akan terlalu berat bagi jemaah, karena dana yang tersedia untuk subsidi tidak mencukupi,” tambah Marwan.
Marwan menegaskan bahwa DPR akan terus mengupayakan penurunan beban biaya haji dengan mendorong efisiensi anggaran dan pengelolaan dana yang lebih baik. Ia berharap diskusi lanjutan dengan BPKH dapat menghasilkan kebijakan pembiayaan haji 2025 yang lebih sesuai dengan kemampuan jemaah tanpa mengorbankan kualitas pelayanan.
“DPR RI akan terus melakukan evaluasi dan negosiasi dengan pemerintah serta BPKH untuk memastikan bahwa pembiayaan haji 2025 tetap terjangkau bagi seluruh jemaah,” tutupnya.
Ketua Panitia Kerja (Panja) Haji DPR RI Abdul Wachid mendorong pemerintah untuk menyusun kembali komposisi Biaya Perjalanan Haji (Bipih) dan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) yang disetor oleh calon jemaah sebesar 70 berbanding 30 persen.
“Pemerintah perlu mereformulasi usulan komposisi biaya (haji) tahun 2025 yang terdiri atas Bipih 70 persen dan nilai manfaat sebesar 30 persen,” kata Abdul dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi VIII DPR RI dengan Direktur Jenderal (Dirjen) Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Kementerian Agama RI, Badan Penyelenggara Haji, dan Kepala Pusat Kesehatan Haji Kementerian Kesehatan RI, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Selatan, Kamis, 2 Januari 2024.
Oleh karena itu, Abdul meminta penjelasan Dirjen PHU Hilman Latief terkait komponen pada BPIH pada 2025. Informasi ini berguna bagi masyarakat calon jemaah haji terkait usulan kenaikan biaya ibadah umat Islam yang utama di Makkah, Arab Saudi tersebut.
Dalam kesempatan yang sama itu, Hilman, menyampaikan rincian BPIH 2025 dan kebijakan baru yang berlaku untuk pelayanan jemaah haji Indonesia di Arab Saudi. Dalam BPIH 2025, seorang jemaah haji akan dipatok biaya sebesar Rp93,9 juta yang menunjukkan penurunan tipis dari ongkos sebelumnya pada 2024 yakni Rp93,4 juta. Ia menambahkan, penurunan biaya sekitar Rp20,6 juta ini dapat meringankan beban masyarakat namun tetap mempertahankan kualitas pelayanannya.
“Untuk komponen yang bisa dinegosiasikan, seperti harga makan dan asuransi, kami telah berusaha menurunkan biayanya. Misalnya, harga satuan makan siang dan malam di Makkah dan Madinah kami tawarkan Rp15.000, turun dari Rp16.500 pada tahun lalu. Begitu juga dengan asuransi kesehatan yang tahun ini kami usulkan sebesar Rp21.850.000, turun dari Rp28.750.000,” ujar Hilman.
Sementara itu, Hilman juga menyampaikan bahwa beberapa komponen biaya lainnya, seperti transportasi antarkota (Naqobah) dan Bus Salawat, tetap berada pada harga yang sama, yakni Rp982.000 untuk nakobah dan Rp169.500 untuk transportasi BusSalawat. “Kami berusaha menjaga harga tetap kompetitif dan memastikan kualitas pelayanan terbaik untuk jamaah haji,” katanya. (*)
Artikel ini disediakan untuk tujuan informasi semata dan bukan merupakan ajakan, rekomendasi, atau instruksi untuk membeli atau menjual saham. Segala bentuk analisis dan rekomendasi saham sepenuhnya berasal dari pihak analis atau sekuritas yang bersangkutan. KabarBursa.com tidak bertanggung jawab atas keputusan investasi, kerugian, atau keuntungan yang timbul akibat penggunaan informasi dalam artikel ini. Keputusan investasi sepenuhnya merupakan tanggung jawab investor. Investor diharapkan melakukan riset independen dan mempertimbangkan risiko dengan cermat sebelum mengambil keputusan investasi.