KABARBURSA.COM - Ketua Panitia Kerja (Panja) Haji DPR RI Abdul Wachid mendorong pemerintah untuk menyusun kembali komposisi Biaya Perjalanan Haji (Bipih) dan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) yang disetor oleh calon jemaah sebesar 70 berbanding 30 persen.
"Pemerintah perlu mereformulasi usulan komposisi biaya (haji) tahun 2025 yang terdiri atas Bipih 70 persen dan nilai manfaat sebesar 30 persen," kata Abdul dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi VIII DPR RI dengan Direktur Jenderal (Dirjen) Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Kementerian Agama RI, Badan Penyelenggara Haji, dan Kepala Pusat Kesehatan Haji Kementerian Kesehatan RI, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Selatan, Kamis, 2 Januari 2024.
Oleh karena itu, Abdul meminta penjelasan Dirjen PHU Hilman Latief terkait komponen pada BPIH pada 2025. Informasi ini berguna bagi masyarakat calon jemaah haji terkait usulan kenaikan biaya ibadah umat Islam yang utama di Makkah, Arab Saudi tersebut.
Dalam kesempatan yang sama itu, Hilman, menyampaikan rincian BPIH 2025 dan kebijakan baru yang berlaku untuk pelayanan jemaah haji Indonesia di Arab Saudi. Dalam BPIH 2025, seorang jemaah haji akan dipatok biaya sebesar Rp93,9 juta yang menunjukkan penurunan tipis dari ongkos sebelumnya pada 2024 yakni Rp93,4 juta. Ia menambahkan, penurunan biaya sekitar Rp20,6 juta ini dapat meringankan beban masyarakat namun tetap mempertahankan kualitas pelayanannya.
"Untuk komponen yang bisa dinegosiasikan, seperti harga makan dan asuransi, kami telah berusaha menurunkan biayanya. Misalnya, harga satuan makan siang dan malam di Makkah dan Madinah kami tawarkan Rp15.000, turun dari Rp16.500 pada tahun lalu. Begitu juga dengan asuransi kesehatan yang tahun ini kami usulkan sebesar Rp21.850.000, turun dari Rp28.750.000," ujar Hilman.
Sementara itu, Hilman juga menyampaikan bahwa beberapa komponen biaya lainnya, seperti transportasi antarkota (Naqobah) dan Bus Salawat, tetap berada pada harga yang sama, yakni Rp982.000 untuk nakobah dan Rp169.500 untuk transportasi BusSalawat. “Kami berusaha menjaga harga tetap kompetitif dan memastikan kualitas pelayanan terbaik untuk jamaah haji,” katanya.
Selain itu, Hilman juga menjelaskan mengenai kuota petugas haji Indonesia yang mengalami pengurangan. Tahun ini, Indonesia mendapatkan kuota sebanyak 2.210 petugas haji, berkurang hampir 50 persen dari kuota normal yang biasanya mencapai 4.200 orang. “Kami berharap dapat melakukan negosiasi lebih lanjut dengan Pemerintah Arab Saudi untuk meningkatkan kuota petugas haji, sehingga pelayanan bisa lebih optimal,” kata Hilman.
Ia juga menyinggung perubahan dalam proses rekrutmen petugas haji yang tahun ini lebih ketat. Hanya petugas yang telah memiliki ikomah dan izin kerja di Arab Saudi yang dapat direkrut. “Tahun ini, rekrutmen petugas haji harus melalui syarikat yang ditunjuk oleh Kementerian Haji Arab Saudi. Ini memang menjadi tantangan baru, namun kami akan berusaha agar proses ini bisa berjalan dengan lancar,” jelas Hilman.
Hilman menambahkan, terkait penyelenggaraan ibadah haji, sejak tahun lalu, pengelolaan haji di Arab Saudi tidak lagi dilakukan langsung oleh masyarakat, melainkan oleh syarikat yang mendapat izin dari Kementerian Haji Arab Saudi. “Tahun ini, syarikat tidak hanya melayani puncak ibadah haji, tetapi juga mengoordinasikan layanan lainnya, seperti akomodasi dan transportasi,” ungkapnya.
Hilman juga menginformasikan bahwa untuk pelayanan akomodasi jamaah haji, standar hotel di Makkah harus memperhatikan kelayakan dan kenyamanan, dengan jarak maksimal 4,5 kilometer dari Masjid Al-Haram, sementara di Madinah, hotel harus berada dalam jarak 1 kilometer dari Masjid Nabawi. Waktu tinggal jamaah di Madinah juga dibatasi maksimal 9 hari.
“Semua perubahan ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas pelayanan dan kenyamanan jamaah haji Indonesia, serta mengurangi biaya tanpa mengorbankan aspek-aspek penting dalam penyelenggaraan haji,” kata Hilman.
Dengan berbagai kebijakan dan upaya efisiensi ini, Kemenag berharap ibadah haji 2025 dapat berjalan lebih lancar dan memberikan pengalaman terbaik bagi seluruh jamaah haji Indonesia.
Biaya perjalanan haji dan penyelenggaraan ibadah haji menunjukkan perubahan yang mencerminkan dinamika ekonomi, kebijakan pemerintah, dan kondisi global selama periode 2020 hingga 2024. Pandemi COVID-19, kebijakan baru di Arab Saudi, dan inflasi menjadi faktor utama yang memengaruhi biaya ini. Seperti dikutip Kabarbursa.com dari laman Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) dan Kemenag, berikut ulasannya.
Pada 2020, biaya perjalanan haji (Bipih) rata-rata ditetapkan sebesar Rp35 juta, dengan total biaya penyelenggaraan ibadah haji (BPIH) mencapai Rp69 juta. Namun, pandemi COVID-19 menyebabkan pembatalan keberangkatan jamaah, memberikan opsi bagi calon jamaah untuk menarik dana atau menunda keberangkatan ke tahun berikutnya.
Tahun berikutnya, 2021, kondisi serupa terjadi dengan pembatalan keberangkatan haji untuk tahun kedua. Bipih meningkat menjadi Rp38 juta, sementara BPIH mencapai Rp70 juta. Pemerintah tetap merilis estimasi biaya untuk menjaga transparansi dan sebagai langkah persiapan administratif.
Tahun 2022 menjadi momen pelonggaran pembatasan perjalanan internasional, memungkinkan ibadah haji kembali dilaksanakan meski dengan kuota terbatas. Bipih naik menjadi Rp39,8 juta, dan BPIH menjadi Rp81 juta. Kenaikan ini dipengaruhi oleh kebutuhan tambahan seperti tes PCR, karantina, dan penerapan protokol kesehatan ketat.
Pada 2023, biaya perjalanan haji mengalami lonjakan signifikan. Bipih mencapai Rp49,8 juta, sementara BPIH naik menjadi Rp90 juta. Kenaikan tajam ini mencerminkan meningkatnya harga layanan di Arab Saudi, termasuk akomodasi, transportasi, dan katering. Perubahan sistem pengelolaan layanan oleh syarikat yang ditunjuk Kementerian Haji Arab Saudi turut menjadi faktor.
Memasuki 2024, Bipih kembali meningkat menjadi Rp51 juta dengan BPIH sebesar Rp91 juta. Pemerintah berupaya menjaga keseimbangan antara biaya dan kualitas pelayanan melalui standar akomodasi yang lebih ketat. Hotel di Makkah harus berjarak maksimal 4,5 kilometer dari Masjid Al-Haram, sedangkan di Madinah maksimal 1 kilometer dari Masjid Nabawi. Waktu tinggal jamaah di Madinah juga dibatasi hingga sembilan hari.
Kenaikan biaya ini tidak terlepas dari berbagai tantangan, termasuk fluktuasi nilai tukar mata uang, inflasi, dan kebijakan baru yang diterapkan oleh Arab Saudi. Pemerintah Indonesia terus berusaha menjaga agar biaya tetap kompetitif tanpa mengorbankan kualitas pelayanan. Negosiasi terkait kuota dan layanan dengan pihak Arab Saudi menjadi prioritas untuk memastikan kenyamanan jamaah haji.
Dengan berbagai perubahan dan dinamika tersebut, calon jamaah haji diimbau untuk memahami rincian komponen biaya serta mempersiapkan diri dengan baik. Langkah ini diharapkan dapat mendukung kelancaran pelaksanaan ibadah haji di Tanah Suci, memberikan pengalaman terbaik bagi jamaah Indonesia. (*)
Artikel ini disediakan untuk tujuan informasi semata dan bukan merupakan ajakan, rekomendasi, atau instruksi untuk membeli atau menjual saham. Segala bentuk analisis dan rekomendasi saham sepenuhnya berasal dari pihak analis atau sekuritas yang bersangkutan. KabarBursa.com tidak bertanggung jawab atas keputusan investasi, kerugian, atau keuntungan yang timbul akibat penggunaan informasi dalam artikel ini. Keputusan investasi sepenuhnya merupakan tanggung jawab investor. Investor diharapkan melakukan riset independen dan mempertimbangkan risiko dengan cermat sebelum mengambil keputusan investasi.