Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

PMI Manufaktur Asia di Ujung Tahun Lesu dan Penuh Ketidakpastian

Rubrik: Makro | Diterbitkan: 02 January 2025 | Penulis: Moh. Alpin Pulungan | Editor: Redaksi
PMI Manufaktur Asia di Ujung Tahun Lesu dan Penuh Ketidakpastian

KABARBURSA.COM - Akhir 2024 tidak membawa kabar baik bagi pabrik-pabrik di Asia. Ancaman datang dari dua sisi, yakni kebijakan Donald Trump yang kembali menjabat sebagai Presiden Amerika Serikat dan pemulihan ekonomi China yang masih rapuh. Dilansir dari Reuters di Jakarta, Kamis, 2 Januari 2025, data indeks aktivitas manufaktur atau PMI untuk Desember 2024 memperlihatkan perlambatan di China dan Korea Selatan. Meski begitu, ada secercah kabar baik dari Taiwan dan Asia Tenggara yang mulai menunjukkan perbaikan.

Trump berencana memberlakukan tarif besar-besaran pada impor dari tiga mitra dagang utama: Meksiko, Kanada, dan China. Kebijakan ini diprediksi bakal memukul negara-negara pengekspor besar lain serta mengganggu aktivitas bisnis global secara luas.

PMI manufaktur China, yang dihitung oleh Caixin/S&P Global, turun dari 51,5 pada November 2024 menjadi 50,5 di Desember. Hasil ini lebih rendah dari prediksi analis dan menunjukkan aktivitas pabrik China hanya tumbuh tipis. Temuan ini sejalan dengan survei resmi sebelumnya yang juga menunjukkan pertumbuhan aktivitas pabrik yang hampir stagnan.

Ekonom dari Capital Economics, Gabriel Ng, mengatakan dukungan kebijakan dari Beijing pada akhir 2024 memberi dorongan pertumbuhan jangka pendek. Hasil ini kemungkinan akan tercermin dalam indikator kuartal keempat lainnya.

Namun, Ng menambahkan, efek positif ini mungkin tidak akan bertahan lama. Ancaman tarif dari Trump dan masalah struktural yang terus membebani ekonomi China diperkirakan akan segera mengurangi dampaknya.

Di tempat lain di Asia, PMI Korea Selatan menunjukkan aktivitas pabrik terus menyusut pada Desember 2024 dengan penurunan output semakin cepat. Padahal, sehari sebelumnya data ekspor justru mencatat pertumbuhan lebih baik dari perkiraan.

Gubernur bank sentral Korea Selatan pada hari yang sama menyatakan kebijakan moneter harus lebih fleksibel tahun ini karena ketidakpastian politik dan ekonomi yang meningkat. Di luar ketidakpastian perdagangan global, Korea Selatan juga menghadapi krisis kepercayaan bisnis akibat kegagalan Presiden Yoon Suk Yeol menerapkan darurat militer bulan lalu.

Sementara itu, PMI Jepang menunjukkan aktivitas yang tetap menyusut, meskipun pada kecepatan yang lebih lambat dibanding bulan sebelumnya.

Di India, aktivitas manufaktur tumbuh pada laju paling lambat sepanjang 2024. Meski begitu, pabrik-pabrik India tetap mencatatkan kinerja lebih baik dibanding negara-negara lain di kawasan, dengan ekspansi tak terputus selama tiga setengah tahun terakhir. Sebaliknya, Malaysia dan Vietnam melaporkan penurunan aktivitas pabrik.

Taiwan menjadi titik terang, dengan pertumbuhan aktivitas manufaktur tercepat dalam lima bulan terakhir. Responden survei PMI melaporkan penjualan yang kuat ke Asia, Eropa, dan Amerika Utara.

Singapura, yang sering dianggap sebagai barometer perdagangan global, mencatat pertumbuhan tahunan tercepat sejak pandemi pada 2024. Kenaikan ini sebagian didorong oleh lonjakan ekspor sebelum tarif baru Amerika Serikat diberlakukan.

Manufaktur Indonesia Bangkit

Akhir 2024 membawa kabar segar untuk sektor manufaktur Indonesia. Setelah terpuruk beberapa bulan, aktivitas pabrik akhirnya kembali bertumbuh. Data Purchasing Manager’s Index (PMI) dari S&P Global menunjukkan angka 51,2 di Desember, naik dari 49,6 di bulan sebelumnya. Ini jadi angka tertinggi sejak Mei 2024 dan menandai pertumbuhan pertama sejak Juni di tahun yag sama

Output dan permintaan baru sama-sama naik dengan laju produksi yang lebih cepat dibanding November. Permintaan baru, baik dari pasar domestik maupun ekspor, mulai menguat. Volume penjualan ekspor bahkan mencatat kenaikan pertama dalam hampir setahun, meski masih tipis.

Perusahaan pun sigap menyikapi lonjakan ini. Aktivitas pembelian bahan baku naik dua bulan berturut-turut dengan pertumbuhan solid yang juga jadi yang terbaik sejak Mei 2024. Kenaikan ini tidak hanya memenuhi kebutuhan produksi saat ini, tetapi juga membantu membangun stok untuk bulan-bulan mendatang. Inventaris input dan barang jadi sama-sama meningkat, mencerminkan optimisme perusahaan terhadap prospek tahun depan.

Sebagian besar perusahaan percaya 2025 akan lebih cerah. Stabilitas ekonomi yang diharapkan bakal meningkatkan pendapatan dan daya beli pelanggan. Hal ini terlihat dari kenaikan jumlah staf pada Desember, meski masih kecil. Namun, tingkat pekerjaan yang belum terselesaikan juga ikut naik untuk pertama kalinya sejak Mei.

Di sisi lain, tantangan belum sepenuhnya hilang. Inflasi harga bahan baku masih cukup tinggi, meski lebih rendah dari rata-rata jangka panjang. Penguatan dolar AS membuat harga barang impor naik, sementara gangguan rantai pasokan membuat kinerja vendor menurun. Untuk mengimbangi kenaikan biaya ini, perusahaan menaikkan harga jual selama tiga bulan berturut-turut. Meski inflasi harga tergolong sedang, tekanannya tetap terasa sejak Agustus 2024.(*)