KABARBURSA.COM – Pengamat perbankan dan praktisi sistem pembayaran Arianto Muditomo, menilai langkah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam menyusun regulasi khusus untuk layanan Buy Now Pay Later (BNPL) atau paylater sangat penting, mengingat pertumbuhan pesat layanan ini di Indonesia. Regulasi tersebut diharapkan dapat menciptakan sistem keuangan yang stabil sekaligus melindungi konsumen dari potensi risiko.
Menurut Arianto, paylater saat ini belum diatur secara khusus, meskipun penggunaannya terus meningkat di tengah masyarakat.
“Urgensi regulasi ini muncul karena pesatnya pertumbuhan layanan paylater, yang meningkatkan kebutuhan akan perlindungan konsumen dan stabilitas sistem keuangan,” terangnya saat dihubungi Kabarbursa.com di Jakarta, Rabu, 1 Januari 2025.
Menurut Arianto kerangka hukum yang jelas diperlukan untuk memastikan praktik bisnis yang sehat, melindungi data pribadi konsumen, dan mencegah terjadinya praktik penagihan yang tidak etis. Arianto mencatat bahwa layanan paylater sebelumnya diatur dalam Peraturan OJK Nomor 35/POJK.05/2018 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Pembiayaan, namun regulasi ini belum mencakup aspek spesifik layanan paylater secara komprehensif.
Arianto berpendapat, jika merujuk pada Roadmap Pengembangan dan Penguatan Perusahaan Pembiayaan 2024–2028, regulasi baru untuk Pay Later ini diharapkan mencakup beberapa poin penting.
“Metode Penilaian Kredit, hal ini dapat menetapkan standar untuk mengevaluasi kelayakan kredit konsumen. Yang kedua, transparansi biaya, yaitu untuk mengatur kewajiban penyedia layanan untuk menjelaskan suku bunga dan biaya tambahan secara jelas,” tuturnya.
Selain itu sebagai aspek perlindungan data pribadi dan memastikan data konsumen dilindungi sesuai standar keamanan yang berlaku.
“Juga mekanisme layanan pengaduan serta mekanisme penagihan yang artinya mengatur prosedur penagihan yang sesuai dengan etika bisnis.
Arianto juga menyoroti pentingnya regulasi ini untuk mencegah perilaku konsumtif berlebihan dan potensi risiko kredit macet yang dapat memengaruhi stabilitas sistem keuangan.
Bagi perusahaan penyedia layanan paylater, regulasi ini kata dia akan membawa perubahan signifikan dalam operasional mereka.
“Perusahaan perlu menyesuaikan sistem, prosedur, dan kebijakan internal agar sesuai dengan ketentuan baru,” kata Arianto.
Penyesuaian ini mencakup penilaian kredit yang lebih ketat, transparansi suku bunga, dan peningkatan keamanan data konsumen.
Namun, Arianto optimis bahwa regulasi ini akan menciptakan level playing field bagi seluruh pelaku industri.
“Dengan standar yang jelas dan seragam, persaingan yang sehat antara penyedia paylater dan lembaga keuangan lainnya dapat tercipta,” tambahnya.
Dia menegaskan bahwa regulasi paylater tidak hanya melindungi konsumen, tetapi juga berkontribusi pada kesehatan ekonomi secara keseluruhan. Dengan mendorong penggunaan paylater secara bertanggung jawab, regulasi ini diharapkan dapat menjaga keseimbangan antara peningkatan konsumsi dan kesehatan finansial masyarakat.
“Jika layanan ini digunakan secara bijak dan diatur dengan baik, paylater dapat menjadi alat yang efektif untuk meningkatkan inklusi keuangan dan mendukung pertumbuhan konsumsi domestik,” ungkap Arianto.
Menurut Arianto, regulasi khusus ini mencerminkan keseriusan OJK dalam menghadapi dinamika teknologi finansial. Dengan menyusun kebijakan yang adaptif dan responsif terhadap inovasi, OJK diharapkan mampu mengakomodasi perubahan teknologi tanpa mengorbankan stabilitas sistem keuangan.
“Layanan paylater memiliki potensi besar untuk memberikan manfaat, namun harus dikelola dengan hati-hati. Regulasi ini adalah langkah penting untuk memastikan pertumbuhan layanan yang sehat, perlindungan konsumen, dan stabilitas sistem keuangan di Indonesia,” tutupnya.
Kabarbursa.com sebelumnya memberitakan, OJK sedang menggodok regulasi untuk memperkuat tata kelola layanan Buy Now Pay Later (BNPL) dan Pinjaman Daring (Pindar), guna menciptakan ekosistem keuangan yang sehat, efisien, dan berkelanjutan. Langkah ini juga bertujuan melindungi konsumen dari risiko jebakan utang (debt trap) yang kerap mengintai pengguna layanan keuangan berbasis teknologi.
Plt Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan, dan Komunikasi OJK M Ismail Riyadi, menyebut bahwa pengaturan ini menjadi bagian dari strategi OJK untuk mendukung pertumbuhan pembiayaan di sektor produktif dan UMKM, sekaligus memperluas akses keuangan bagi masyarakat yang belum terlayani (unbanked).
“Penguatan Pengaturan mengenai LPBBTI ini dalam rangka meningkatkan kualitas pendanaan, menciptakan ekosistem industri yang sehat, efisien dan berkelanjutan, pelindungan konsumen/masyarakat, serta meminimalisir potensi risiko hukum dan reputasi bagi pelaku industri LPBBTI”, tulis Ismail dalam Siaran Persnya, Rabu 1 Januari 2025.
Ismail menilai maraknya penggunaan layanan BNPL perlu diimbangi dengan regulasi yang lebih ketat untuk melindungi konsumen. Pengaturan baru mengharuskan nasabah BNPL memiliki pendapatan minimal Rp3 juta per bulan dan berusia minimal 18 tahun atau sudah menikah. Regulasi ini mulai berlaku secara efektif untuk nasabah baru dan perpanjangan layanan pada 1 Januari 2027.
Selain itu, perusahaan BNPL diwajibkan mencatat seluruh transaksi pengguna dalam Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK). Hal ini bertujuan meningkatkan transparansi dan mempermudah pemantauan kualitas kredit pengguna, sehingga potensi penyalahgunaan layanan dapat diminimalkan.(*)
Penulis: Deden Muhamad Rojani
Artikel ini disediakan untuk tujuan informasi semata dan bukan merupakan ajakan, rekomendasi, atau instruksi untuk membeli atau menjual saham. Segala bentuk analisis dan rekomendasi saham sepenuhnya berasal dari pihak analis atau sekuritas yang bersangkutan. KabarBursa.com tidak bertanggung jawab atas keputusan investasi, kerugian, atau keuntungan yang timbul akibat penggunaan informasi dalam artikel ini. Keputusan investasi sepenuhnya merupakan tanggung jawab investor. Investor diharapkan melakukan riset independen dan mempertimbangkan risiko dengan cermat sebelum mengambil keputusan investasi.