KABARBURSA.COM - Bantuan Sosial atau Bansos berupa beras, akan diperpanjang. Keputusan ini, yang diambil setelah diskusi matang dengan berbagai pihak, akan memperpanjang jangka waktu distribusi bantuan dari yang semula direncanakan hanya berlangsung selama dua bulan, menjadi enam bulan penuh. Hal ini diharapkan dapat memberikan dampak lebih luas dalam mendukung masyarakat berpendapatan rendah, serta menjaga kestabilan sosial-ekonomi di Indonesia.
Awalnya, bantuan pangan beras ini direncanakan hanya akan dialokasikan untuk dua bulan pertama di tahun 2025, yakni Januari dan Februari. Namun, setelah mempertimbangkan banyak aspek ekonomi dan sosial, Presiden Prabowo memutuskan untuk memperpanjang bantuan tersebut hingga enam bulan.
Kepala Badan Pangan Nasional (NFA) Arief Prasetyo Adi, mengatakan perubahan ini menunjukkan perhatian pemerintah terhadap perlindungan masyarakat miskin dan ketahanan pangan.
"Alhamdulillah, Bapak Presiden Prabowo sudah merestui bantuan pangan beras selama 6 bulan tahun 2025. Jadi, Januari, lalu Februari. Kemudian, yang 4 bulan lagi nanti disesuaikan kapan bulannya," jelas Arief, mengutip keterangan resminya di Jakarta, Rabu, 1 Januari 2025.
Panjang periode bantuan ini bertujuan untuk memberikan lebih banyak waktu bagi distribusi beras, memastikan bahwa masyarakat yang membutuhkan tetap terjaga keberlanjutan akses pangan mereka.
Dalam melaksanakan program ini, Badan Urusan Logistik (Bulog) akan mendistribusikan sebanyak 960 ribu ton beras ke sekitar 16 juta penerima manfaat pada tahun 2025. Menariknya, dari total penerima manfaat tersebut, data penerima akan lebih terstruktur dan akurat melalui integrasi data dari Registrasi Sosial Ekonomi (Regsosek) yang dikembangkan oleh Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas. Dengan pendekatan ini, pemerintah dapat lebih fokus menyalurkan bantuan kepada kelompok yang benar-benar membutuhkan, terutama kelompok desil 1 dan 2 yang merupakan segmen masyarakat termiskin serta perempuan kepala rumah tangga miskin dan lansia tunggal.
Manfaat dari bantuan pangan beras ini sangat signifikan dalam konteks pengurangan kemiskinan. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), program bantuan pangan beras ini terbukti berkontribusi langsung terhadap penurunan tingkat kemiskinan di Indonesia. Pada periode Maret 2023 hingga Maret 2024, jumlah penduduk miskin Indonesia turun sebanyak 0,68 juta orang, dari 25,90 juta menjadi 25,22 juta. Angka ini menunjukkan efektivitas bansos dalam mengurangi beban ekonomi masyarakat miskin.
Selain itu, bantuan pangan beras turut memainkan peran penting dalam pengendalian inflasi pangan. Pada tahun 2023, distribusi bantuan ini berhasil menahan lonjakan harga beras yang sempat melesat pada bulan September, yang saat itu inflasi harga beras sempat mencapai angka 5,63 persen. Namun, berkat berjalannya program ini, inflasi beras bisa ditekan hingga 0,48 persen pada bulan Desember 2023. Angka ini membuktikan bahwa bantuan yang tepat sasaran dapat menjadi alat strategis dalam menstabilkan pasar pangan nasional dan mengurangi dampak inflasi pada masyarakat.
Secara keseluruhan, perpanjangan bantuan pangan beras selama enam bulan pada tahun 2025 adalah sebuah kebijakan strategis yang diharapkan dapat memperkuat fondasi ketahanan sosial-ekonomi di Indonesia. Melalui program ini, diharapkan masyarakat yang terpapar ketidakpastian ekonomi dan kemiskinan dapat memperoleh bantuan yang lebih terjamin, sambil memastikan pengendalian inflasi dan ketahanan pangan nasional tetap terkawal.
Ke depannya, semoga inisiatif ini dapat terus berkembang dan memberikan dampak positif yang lebih besar bagi kesejahteraan masyarakat Indonesia.
Terkait dengan beras premium, Arief Prasetyo Adi, memastikan bahwa beras premium tidak akan terdampak oleh kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang berlaku mulai 1 Januari 2025.
“Tidak terdampak. Beras premium juga tidak. Mungkin nanti ada beras khusus, tapi itu masih dalam pembahasan,” ujar Arief, saat ditemui setelah rapat koordinasi terbatas di Gedung BPPT I, Jakarta Pusat, Rabu, 18 Desember 2024.
Arief menambahkan, barang-barang yang termasuk dalam kategori komoditas strategis, seperti pangan pokok, tidak akan terpengaruh oleh kebijakan kenaikan PPN ini.
“Seperti yang sudah disampaikan sebelumnya, barang-barang komoditas strategis tidak akan dikenakan PPN,” tuturnya.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menjelaskan bahwa kenaikan tarif PPN menjadi 12 persen merupakan bagian dari pelaksanaan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2024 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
Kebijakan perpajakan ini menjunjung tinggi prinsip keadilan, gotong royong, dan kesejahteraan masyarakat,” kata Airlangga dalam konferensi pers tentang paket stimulus ekonomi di Gedung Kemenko Perekonomian, Jakarta, Senin, 16 Desember 2024.
Meski begitu, lanjut Airlangga, sejumlah barang dan jasa yang penting bagi masyarakat, termasuk bahan kebutuhan pokok akan dibebaskan dari PPN. Rinciannya diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2020.
Beberapa barang yang termasuk dalam kategori ini antara lain beras, daging, ikan, telur, sayur, susu, dan gula konsumsi, serta berbagai layanan seperti pendidikan, kesehatan, angkutan umum, tenaga kerja, jasa keuangan, dan asuransi.
“Jadi, barang-barang kebutuhan pokok akan tetap bebas dari PPN,” jelas Airlangga.(*)