Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

Ini Barang Mewah Versi Prabowo yang Kena PPN 12 Persen

Rubrik: Makro | Diterbitkan: 31 December 2024 | Penulis: Ayyubi Kholid | Editor: Redaksi
Ini Barang Mewah Versi Prabowo yang Kena PPN 12 Persen

KABARBURSA.COM - Presiden Prabowo Subianto menegaskan bahwa kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen pada Januari 2025 hanya berlaku untuk barang dan jasa mewah.

"Kenaikan tarif PPN dari 11 persen menjadi 12 persen, hanya dikenakan terhadap barang dan jasa mewah," ungkap Prabowo dalam  konferensi pers di Kantor Kementerian Keuangan, Selasa, 31 Desember 2024.

Barang yang masuk kategori mewah, kata Prabowo, seperti halnya jet pribadi, kapal pesiar dan rumah mewah untuk masyarakat kelas atas.

"Contoh, pesawat jet pribadi, itu tergolong barang mewah yang dimanfaatkan oleh masyarakat papan atas. Kemudian kapal pesiar, yacht, kemudian rumah yang sangat mewah yang nilainya di atas golongan menengah," terangnya.

Artinya, untuk barang dan jasa yang selain barang-barang mewah, tidak ada kenaikan PPN, yakni tetap sebesar yang berlaku sekarang atau sejak tahun 2022.

"Untuk barang dan jasa yang merupakan kebutuhan pokok masyarakat, yang selama ini diberi fasilitas pembebasan atau dikenakan tarif PPN 0 persen, masih tetap berlaku," ujarnya.

Lebih lanjut, Ia menekankan bahwa kenaikan ini merupakan amanat dari Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, yang menyepakati kenaikan tarif secara bertahap.

Sebelumnya, tarif PPN telah naik dari 10 persen menjadi 11 persen pada April 2022, dan pada 2025, tarif PPN untuk barang dan jasa mewah akan naik menjadi 12 persen.

Prabowo juga mengklaim tujuan pemerintah menaikkan PPN sebesar 1 persen tidak akan berdampak signifikan terhadap daya beli masyarakat. Kenaikan PPN, kata dia, juga tidak akan memicu inflasi dan pelambatan ekonomi.

"Ini komitmen kita adalah selalu berpihak kepada rakyat banyak, berpihak pada kepentingan nasional, dan berjuang untuk kesejahteraan rakyat," ujarnya.

Kenaikan tarif PPN ini, kata Prabowo, juga sudah melalui koordinasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), dan bertujuan untuk menjaga kesejahteraan rakyat tanpa mengganggu daya beli mereka.

Pemerintah juga telah menyiapkan paket stimulus senilai Rp 38,6 triliun untuk membantu masyarakat, termasuk bantuan pangan untuk 16 juta penerima.

Kebijakan ini menjadi bagian dari upaya pemerintah untuk mengelola keuangan negara dengan bijak di tengah tantangan global yang penuh ketidakpastian.

"Kita masih mampu mengendalikan defisit kita dalam koridor yang hati-hati dan mampu kita kelola," tambah Prabowo.

Zakat Jadi Solusi

Center for Sustainable Economic Development (CSED) INDEF menilai kebijakan fiskal di Indonesia masih menghadapi berbagai tantangan, mulai dari ketidakefisienan anggaran hingga ketimpangan distribusi pendapatan. Oleh karena itu dibutuhkan pendekatan lain seperti zakat untuk menangani masalah kebijakan fiskal.

CSED INDEF Rahmat Mulyanan menyoroti pentingnya pendekatan fiskal berbasis syariah untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan.

Menurut Rahmat, ketimpangan dalam distribusi bansos yang cenderung konsumtif memperburuk masalah ini. Sementara itu, beban utang negara semakin mengkhawatirkan, mendekati 40 persen dengan bunga mencapai Rp500 triliun.

Apa lagi, kata dia, bakal ada kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) yang makin menunjukan bahwa adanya ketidakadilan dalam sistem perpajakan.

“PPN akan menjadi 12 persen tetapi tax ratio-nya belum 10 persen artinya pajak pajak yang lain baru menyumbang 7 persen,” ujar Rahmat dalam keterangannya, dikutip Senin, 30 Desember 2024.

Ia menegaskan bahwa untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi, pertumbuhan tersebut harus bersifat inklusif. Salah satu cara efektif adalah dengan mengintegrasikan zakat ke dalam sistem perpajakan.

“Integrasi zakat dalam perpajakan merupakan keniscayaan untuk memastikan pembangunan yang tidak hanya tinggi tetapi juga merata. Dengan demikian, pertumbuhan ekonomi akan lebih inklusif,” jelas Rahmat.

Selain integrasi zakat, Rahmat juga mendorong penerapan pajak progresif yang lebih ketat, optimalisasiTrisna wakaf produktif, dan pengembangan sukuk negara.

Menurutnya, sumber pembiayaan syariah perlu didiversifikasi, sementara pembiayaan UMKM harus diperkuat melalui skema bagi hasil dan pemanfaatan dana zakat untuk modal kerja.

“Optimalisasi wakaf produktif dan crowdfunding berbasis syariah juga bisa menjadi motor penggerak ekonomi sektor riil,” tambahnya.

Untuk memastikan efektivitas kebijakan ini, Rahmat mengusulkan agar anggaran dialokasikan berbasis kinerja dengan prioritas pada sektor riil. Ia juga menyoroti pentingnya integrasi zakat, infak, sedekah, dan wakaf (Ziswaf) dalam program pengentasan kemiskinan berbasis masjid dan pesantren.

Rahmat optimistis bahwa langkah-langkah ini bisa membawa dampak positif, termasuk pertumbuhan ekonomi sebesar 8 persen, penguatan UMKM, dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.

“Dengan indikator berbasis maqashid syariah, audit yang komprehensif, dan evaluasi berkala, kita bisa mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan,” pungkasnya.