Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

Perkecil Risiko Fraud BPR, OJK Terbitkan Sejumlah Aturan

Rubrik: Makro | Diterbitkan: 31 December 2024 | Penulis: Yunila Wati | Editor: Redaksi
Perkecil Risiko Fraud BPR, OJK Terbitkan Sejumlah Aturan

KABARBURSA.COM – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah mengeluarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 7 Tahun 2024 (POJK 7/2024) mengenai Bank Perekonomian Rakyat (BPR) dan Bank Perekonomian Rakyat Syariah (BPR Syariah).

Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan, dan Komunikasi OJK M Ismail Riyadi, menjelaskan aturan baru ini dinilai bisa memperkuat kelembagaan kedua jenis bank tersebut sesuai amanat Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK). Melalui regulasi tersebut, OJK berkomitmen mendorong BPR dan BPR Syariah menjadi lembaga keuangan yang berintegritas, adaptif, dan berdaya saing tinggi.

“Ketentuan ini penting, karena akan mengubah lanskap industri BPR dan BPR Syariah dalam menghadapi tantangan dan persaingan di masa mendatang. Kami berharap, regulasi ini dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga-lembaga ini,” kata Ismail, mengutip keterangan resminya di Jakarta, Selasa, 31 Desember 2024.

Menurutnya, penerapan POJK 7/2024 juga dirancang untuk mengatasi kelemahan struktural yang selama ini ditemukan, termasuk risiko fraud yang kerap menjadi penyebab ditutupnya sejumlah BPR dan BPR Syariah.

POJK 7/2024, yang berlaku sejak 30 April 2024, mencakup berbagai aspek kelembagaan, mulai dari pendirian, kepemilikan, kepengurusan, jaringan kantor, hingga penggabungan, peleburan, dan pencabutan izin usaha. Salah satu kebijakan strategis dalam regulasi ini adalah memberikan kesempatan bagi BPR dan BPR Syariah untuk memperluas akses permodalan melalui penawaran umum efek di pasar modal.

Langkah ini diharapkan dapat meningkatkan daya saing industri dengan memperkuat kapasitas permodalan dan memperluas basis investor. Selain itu, regulasi ini mewajibkan konsolidasi bagi BPR dan BPR Syariah dalam grup kepemilikan yang sama, dengan tenggat waktu dua tahun untuk entitas non-pemerintah daerah dan tiga tahun untuk entitas milik pemerintah daerah.

Kebijakan tersebut juga bertujuan mempercepat penguatan permodalan, memastikan kecukupan teknologi informasi, serta meningkatkan efisiensi melalui penggabungan Lembaga Keuangan Mikro dengan BPR atau BPR Syariah.

Ismail menambahkan, penyempurnaan kelembagaan, termasuk pengelolaan jaringan kantor, akan mendukung arah pengembangan industri secara lebih modern. Dengan aturan baru ini, OJK meyakini industri BPR dan BPR Syariah dapat menjadi lebih efisien, kompetitif, dan berkontribusi signifikan terhadap inklusi keuangan nasional.

Penerapan kebijakan ini tidak hanya meningkatkan daya saing BPR dan BPR Syariah, tetapi juga memperkuat peran mereka dalam mendukung perekonomian daerah, khususnya melalui layanan kepada pelaku usaha mikro dan kecil.

“OJK optimis, langkah ini akan menciptakan ekosistem keuangan yang lebih inklusif dan berkelanjutan bagi masyarakat Indonesia,” tutupnya.

137 Bank Telah Ditutup

Berdasarkan data yang dikumpulkan Kabarbursa.com, OJK terakhir kali resmi mencabut izin usaha PT Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Pakan Rabaa Solok Selatan. Keputusan ini tertuang dalam Keputusan Anggota Dewan Komisioner OJK Nomor KEP-100/D.03/2024 tanggal 11 Desember 2024.

“Pencabutan izin usaha PT BPR Pakan Rabaa Solok Selatan merupakan bagian tindakan pengawasan yang dilakukan OJK untuk terus menjaga dan memperkuat industri perbankan serta melindungi konsumen,” ujar Kepala OJK Provinsi Sumatera Barat, Roni Nazra, dalam keterangan resmi di Jakarta, Rabu 12 Desember 2024.

Pencabutan izin usaha ini diambil setelah BPR Pakan Rabaa Solok Selatan mengalami penurunan kondisi keuangan yang signifikan. Pada Mei 2024, OJK telah menetapkan BPR tersebut dalam status pengawasan Bank Dalam Penyehatan karena sejumlah indikator keuangannya berada di bawah ambang batas yang ditetapkan.

Sementara, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) melaporkan sebanyak 137 bank telah ditutup dalam kurun waktu 19 tahun terakhir, mayoritas berupa Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dan Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPR Syariah).

Proses likuidasi terhadap bank-bank tersebut telah selesai sejak LPS mulai beroperasi pada 2005 hingga September 2024.

“Sejak beroperasi pada 2005 hingga 30 September 2024, sebanyak 137 bank telah dilikuidasi, terdiri dari satu bank umum, 123 BPR, dan 13 BPR Syariah,” kata Ketua Dewan Komisioner LPS Purbaya Yudhi Sadewa dalam Rapat Kerja bersama Komisi XI DPR, di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu, 20 November 2024.

Sepanjang tahun 2024 hingga triwulan III, LPS mencatat 15 BPR-BPR Syariah dicabut izin usahanya (CIU) oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Selain itu, terdapat 17 bank yang masih dalam proses likuidasi, termasuk dua bank yang masuk proses sejak tahun lalu.

Purbaya juga mengungkapkan pencapaian LPS dalam menyelamatkan satu BPR di Indramayu yang sebelumnya berstatus “bank dalam resolusi” oleh OJK.

“BPR tersebut berhasil kembali beroperasi normal pada Mei 2024, menjadi kasus pertama yang terjadi berkat kerja sama erat antara LPS dan OJK,” ujarnya.

Dalam tahun yang sama, LPS menyelesaikan likuidasi dua bank, yakni BPR Pasar Umum dan BPR Persada Guna, dengan rata-rata waktu penyelesaian 15 bulan. Selain itu, LPS mencatat peningkatan efisiensi dalam pembayaran klaim simpanan layak bayar.

Hingga triwulan III 2024, rata-rata pembayaran klaim pertama hanya memerlukan waktu lima hari kerja setelah pencabutan izin usaha, lebih cepat dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.

“Percepatan pembayaran klaim ini bertujuan meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap sistem perbankan, sehingga mengurangi potensi kepanikan jika ada bank yang bermasalah,” ucap Purbaya.

Purbaya menegaskan bahwa LPS terus berupaya mengubah citra dari “malaikat maut” menjadi mitra bagi nasabah.

“Sekarang, kehadiran LPS justru menjadi jaminan keamanan simpanan nasabah,” pungkasnya.(*)

Penulis: Deden Muhamad Rojani