KABARBURSA.COM – Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) kembali menyoroti sektor yang selama ini digadang-gadang menjadi tulang punggung ekonomi Indonesia, yakni Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).
Center of Sharia Economic Development (CSED) INDEF, Abdul Hakam Naja mengatakan, meski ekonomi syariah punya kontribusi besar, namun sektor ini belum sepenuhnya diberdayakan.
Hakam mengungkapkan, UMKM menyumbang 60,51 persen terhadap PDB dan menyerap 97 persen tenaga kerja nasional. Sementara ekonomi syariah, khususnya UMKM masih stagnan di angka 17,7 persen dari total pembiayaan perbankan.
“UMKM adalah tulang punggung ekonomi kita. Pembiayaan syariah untuk UMKM baru mencapai 17,7 persen dari total pembiayaan, padahal UMKM mencakup 99 persen dari total unit usaha,” tegas Hakam dalam keterangan resmi, dikutip Sabtu 28 Desember 2024.
Hakam menegaskan pentingnya meningkatkan porsi pembiayaan UMKM hingga 30 persen pada 2025 sebagai langkah strategis untuk memastikan pertumbuhan sektor ini.
“Target kita adalah meningkatkan porsi pembiayaan ini hingga 30 persen pada 2025 untuk memastikan UMKM terus berkembang,” tambahnya.
Lebih lanjut, dia pun menyoroti ancaman yang datang dari kebijakan fiskal dalam negeri, yakni rencana kenaikan PPN menjadi 12 persen yang dapat mengganggu pertumbuham UMKM karena dapat memukul daya beli masyarakat.
“Inflasi global memang melandai, tapi kebijakan domestik seperti kenaikan PPN bisa memicu tekanan baru. Ini harus diantisipasi agar tidak menghambat pertumbuhan UMKM dan ekonomi syariah,” tambah Hakam.
Meski inflasi global menurun dari 8,7 persen pada 2022 menjadi 6,7 persen pada 2023, Hakam menegaskan bahwa situasi di Indonesia tak bisa disamakan dengan tren dunia. Alih-alih mengikuti arus penurunan, Indonesia berisiko menciptakan gelombang inflasi baru yang merugikan sektor riil.
“Kebijakan ini perlu dikaji ulang karena dampaknya bisa menekan konsumsi dan memperlambat pertumbuhan ekonomi,” tandasnya.
Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen Lewat Syariah
Sebelumnya, Hakam menyebut ekonomi syariah bakal jadi pendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia di tengah tantangan besar dari perekonomian global.
“Perekonomian ke depan tidak akan mudah. Tantangan global, seperti konflik Rusia-Ukraina, perang Israel di Gaza, dan kerentanan sektor keuangan, terus memengaruhi outlook ekonomi Indonesia,” ujar Hakam dalam keterangannya, pada Sabtu 29 Desmeber 2024.
Namun, di tengah bayang-bayang resesi global ini, Hakam menyoroti celah emas dari pertumbuhan ekonomi syariah yang digadang-gadang mampu menggerakkan perekonomian nasional yang menurutnya saat ini masih jauh dari kata optimal.
“Ekonomi syariah bisa menjadi penggerak pertumbuhan yang ditargetkan mencapai 8 persen pada 2028,” jelasnya.
Berdasarkan laporan State of Global Islamic Economy Report (SGIER) 2023/2024, Indonesia menempati peringkat ketiga dalam pengembangan sektor ekonomi syariah. Posisi ini masih berada di bawah Malaysia yang kokoh di peringkat pertama selama 10 tahun berturut-turut, diikuti oleh Arab Saudi di peringkat kedua.
“Dari enam indikator SGIER seperti Islamic finance, halal food, dan modest fashion, skor Indonesia hanya sepertiga dari Malaysia,” jelas Hakam.
Kendati demikian, Hakam optimistis bahwa Indonesia memiliki potensi besar untuk mengejar ketertinggalan ini.
“Dengan populasi Muslim yang besar dan industri halal yang terus berkembang, Indonesia memiliki peluang untuk meningkatkan peringkatnya di masa depan,” pungkasnya.
Potensi Ekonomi Syariah
Seperti diberitakan sebelumnya, sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian Eko SA Cahyanto menegaskan bahwa ekonomi syariah berpotensi mendominasi pertumbuhan ekonomi nasional, khususnya melalui industri halal.
Eko mengungkapkan bahwa pada triwulan kedua 2024, pertumbuhan ekonomi nasional tercatat mencapai 5,05 persen, dengan kontribusi terbesar berasal dari sektor industri pengolahan yang mencapai 0,79 persen.
“Industri halal, sebagai bagian dari sektor ini, menunjukkan performa yang positif. Pada triwulan pertama 2024, Halal Value Chain (HVC) tumbuh 1,94 persen year on year (yoy), dengan sektor makanan dan minuman halal serta modest fashion masing-masing tumbuh 5,87 persen dan 3,81 persen,” kata Eko di acara Pameran Halal Indonesia International Industry Expo (Halal Indo) di ICE BSD, Tangerang, akhir September 2024 lalu.
Menurut Eko, menurut State of the Global Islamic Economy Report (SGIER), potensi besar ekonomi syariah dan industri halal terlihat dari proyeksi konsumsi produk halal yang diperkirakan mencapai USD2,4 triliun pada tahun 2024,
Selain itu, populasi Muslim global diprediksi mencapai 2,2 miliar jiwa pada tahun 2030, yang merupakan 26,5 persen dari total populasi dunia, menurut Pew Research Center.
“Pertumbuhan populasi ini tentunya akan meningkatkan permintaan terhadap produk halal. Sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar kedua di dunia, Indonesia, dengan 241,7 juta jiwa, memiliki potensi pasar yang sangat besar untuk ekonomi syariah dan industri halal,” ujar Eko.
Dia juga mencatat bahwa posisi ekonomi syariah Indonesia di tingkat global terus meningkat. Dalam SGIER 2023-2024, Indonesia berhasil naik satu peringkat ke posisi ketiga dalam Global Islamic Economy Indicator.
Tiga dari lima indikator penilaian yang mendukung peringkat ini berkaitan dengan upaya Kementerian Perindustrian dalam industri halal, termasuk sektor makanan dan minuman halal, farmasi dan kosmetik halal, serta tekstil.
Kemenperin berkomitmen untuk menjadikan Indonesia sebagai produsen halal terkemuka melalui program pemberdayaan industri halal. Langkah-langkah tersebut meliputi peningkatan kesadaran halal, penguatan struktur industri, perluasan akses pasar, fasilitasi sertifikasi produk halal, dan penyelenggaraan Indonesia Halal Industry Award (IHYA).