Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

Menteri KKP: Penangkapan Bebas di Laut Harus Dibatasi

Rubrik: Makro | Diterbitkan: 29 December 2024 | Penulis: Pramirvan Datu | Editor: Redaksi
Menteri KKP: Penangkapan Bebas di Laut Harus Dibatasi

KABARBBURSA.COM - Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono, menegaskan urgensi pembenahan tata kelola budi daya perikanan di tengah ancaman serius overfishing yang berpotensi merusak keseimbangan ekosistem laut.

"Penangkapan bebas di laut memang harus dibatasi," ujar Trenggono saat meninjau Unit Pengolahan Ikan (UPI) PT Tilapia Nusantara Jaya di Semarang, Jawa Tengah, dikutip di Jakarta, Minggu 29 Desember 2024.

Pernyataan tersebut disampaikan dalam diskusi bersama pelaku usaha pengolahan ikan, mulai dari skala mikro hingga menengah-besar, yang berasal dari berbagai daerah di Jawa Tengah seperti Semarang, Kudus, Pekalongan, Pati, Boyolali, Jepara, dan Demak.

Trenggono menekankan pentingnya pengelolaan perikanan yang bijak untuk menjaga kelestarian ekologi laut. Menurutnya, Indonesia memiliki ribuan nelayan dan pengusaha perikanan yang bergantung pada sektor ini, menjadikannya pilar ekonomi sekaligus tantangan ekologis.

Trenggono mengungkapkan bahwa lebih dari 50 ribu kapal beroperasi setiap hari di perairan Indonesia. Beberapa di antaranya bahkan melanglang buana hingga perairan barat Perth, Australia, demi mengejar ikan tuna.

"Kalau melihat di situation room, setiap hari tidak kurang dari 50 ribu kapal beroperasi, bahkan mereka mencari tuna hingga ke barat Perth, Australia," ungkapnya.

Ia mengingatkan, eksploitasi berlebihan terhadap satu spesies akan mengganggu keseimbangan ekosistem laut. Penangkapan dengan alat yang tidak ramah lingkungan semakin memperparah situasi, mengancam keberlangsungan seluruh biota laut.

Polusi Laut dan Ancaman Kesehatan

Selain overfishing, Trenggono menyoroti dampak buruk polusi laut, terutama mikroplastik. Indonesia, sebagai negara penghasil sampah plastik laut terbesar kedua di dunia, menghadapi ancaman serius terhadap kualitas perikanan.

"Mikroplastik menjadi masalah besar, ditambah kebiasaan masyarakat yang membuang sampah plastik ke laut tanpa peduli dampaknya," ujarnya.

Ia juga mengkritik praktik sebagian nelayan yang membuang sisa tangkapan ke laut dengan alasan efisiensi, tanpa memikirkan dampak jangka panjang terhadap lingkungan.

Untuk mengatasi permasalahan ini, Trenggono mengusulkan sejumlah kebijakan tegas. Di antaranya, memperluas kawasan konservasi laut, menerapkan sistem penangkapan ikan berbasis kuota, dan mendorong pengembangan budi daya perikanan berkelanjutan di laut, pesisir, serta darat.

Selain itu, pengawasan ketat terhadap pesisir dan pulau-pulau kecil juga menjadi prioritas. Trenggono mendorong gerakan partisipasi nelayan dalam membersihkan sampah plastik di laut sebagai langkah kolaboratif menjaga ekosistem.

"Dengan kolaborasi akademisi, nelayan, dan pihak swasta, kita bisa memastikan masa depan sektor kelautan yang lebih berkelanjutan," tutupnya.

Tingkatkan Industri Perikanan

Ketua Komisi IV DPR RI, Sudin, mendorong pemerintah dan perusahaan perikanan agar memperkuat kolaborasi guna meningkatkan industri perikanan. Sudin dalam kunjungan kerjanya baru-baru ini menegaskan pentingnya dukungan pemerintah terhadap pengusaha perikanan, terutama mereka yang berkontribusi besar pada devisa negara.

“Pemerintah pasti akan mendukung, mem-back up para pengusaha, apalagi yang menghasilkan devisa besar seperti dari ikan tuna. Namun, para pengusaha juga harus jujur dalam melaporkan hasil dan memenuhi kewajiban pajak,” ujar Sudin di Denpasar, Bali, Jumat, pekan lalu.

Meskipun Komisi IV DPR RI menyatakan pemerintah membantu pengembangan industri perikanan nasional, performa keuangan beberapa emiten di sektor ini justru memperlihatkan gambaran yang kurang memuaskan, di antaranya PT Cilacap Samudera Fishing Industry Tbk (ASHA), PT Era Mandiri Cemerlang Tbk (IKAN), PT Dharma Samudera Fishing Industries Tbk (DSFI). Seperti dirangkum Kabar Bursa, Jakarta, Senin 26 Agustus 2024.

Pada kuartal pertama 2024, ASHA hanya mencatatkan laba bersih sebesar Rp19 juta. Angka ini sangat jauh anjlok dibandingkan kuartal pertama 2023 yang mencapai Rp7 miliar. Tapi peningkatan ini tidak mencerminkan pertumbuhan yang berarti, jika dibandingkan dengan kuartal pertama 2022, di mana ASHA mencatat laba sebesar Rp8 miliar. Terlihat bahwa pertumbuhan yang dicapai pada tahun 2024 belum mampu melampaui capaian dua tahun sebelumnya.

Kondisi di kuartal kedua 2024 semakin memperlihatkan tantangan besar yang dihadapi perusahaan. Laba bersih yang tercatat sebesar Rp880 juta pada kuartal kedua 2024 justru mengalami penurunan tajam dibandingkan periode yang sama di tahun sebelumnya, di mana laba bersih mencapai Rp1 miliar pada 2023 dan Rp4 miliar pada 2022. Penurunan ini mengindikasikan adanya penurunan daya saing dan efisiensi operasional perusahaan, yang meskipun ada dukungan dari pemerintah, belum mampu mengatasi tantangan-tantangan pasar yang dihadapi.

Khawatir Tren Negatif

Proyeksi untuk kuartal ketiga dan keempat 2024 tidak menunjukkan perbaikan yang signifikan. Mengacu pada kinerja kuartal ketiga dan keempat 2023, di mana ASHA mengalami kerugian besar masing-masing sebesar Rp8 miliar dan Rp21 miliar, kekhawatiran bahwa tren negatif ini akan terus berlanjut semakin nyata. Pada kuartal keempat 2022, ASHA masih mampu mencatat laba bersih sebesar Rp1 miliar, yang menunjukkan bahwa situasi perusahaan telah memburuk secara signifikan dalam setahun terakhir.

Secara keseluruhan, laba bersih ASHA yang di-annualisasi untuk tahun 2024 diperkirakan hanya mencapai Rp2 miliar, yang menunjukkan perbaikan tipis dibandingkan kerugian besar sebesar Rp21 miliar pada tahun 2023, tetapi masih jauh dari capaian laba sebesar Rp14 miliar pada tahun 2022. Lebih mengkhawatirkan lagi, tren laba bersih dalam 12 bulan terakhir (TTM) menunjukkan kerugian sebesar Rp28 miliar, mengindikasikan bahwa perusahaan masih menghadapi tekanan besar dan belum menunjukkan tanda-tanda pemulihan yang berarti.

Dari sisi dividen, ASHA belum memberikan distribusi dividen apapun kepada para pemegang sahamnya selama beberapa waktu terakhir. Berdasarkan data terbaru, dividen yang dibayarkan dalam dua belas bulan terakhir (TTM) tercatat nol, yang menandakan bahwa perusahaan tidak melakukan pembagian keuntungan kepada pemegang sahamnya. Selain itu, rasio pembayaran dividen (payout ratio) dan yield dividen juga tidak tersedia, yang semakin mengonfirmasi bahwa perusahaan belum melakukan pembayaran dividen.(*)