Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

DPR Desak Pemerintah Segera Mitigasi Dampak Kenaikan PPN

Rubrik: Makro | Diterbitkan: 27 December 2024 | Penulis: Dian Finka | Editor: Redaksi
DPR Desak Pemerintah Segera Mitigasi Dampak Kenaikan PPN

KABARBURSA.COM - Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI Said Abdullah mendesak pemerintah memitigasi dampak kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen terhadap rumah tangga miskin dan kelas menengah.

Mitigasi itu bisa berupa penambahan anggaran perlindungan sosial (Perlinsos) kepada masyarakat.

“Jumlah penerima manfaat Perlinsos (perlu) dipertebal bukan hanya untuk rumah tangga miskin tetapi juga hampir miskin atau rentan miskin. Serta memastikan program tersebut disampaikan tepat waktu dan tepat sasaran,” kata Said dalam keterangannya di Jakarta, Jumat, 27 Desember 2024.

Menurutnya, subsidi BBM, gas LPG, dan listrik bagi rumah tangga miskin perlu diperluas hingga mencakup rumah tangga menengah.

Pengemudi ojek online, kata dia, tetap berhak mengakses BBM bersubsidi. Bahkan, perlu dipertimbangkan untuk menjangkau kelompok menengah ke bawah.

“Subsidi transportasi umum diperluas yang menjadi moda transportasi massal di berbagai wilayah, khususnya kota kota besar yang memiliki moda transportasi massal. Subsidi perumahan untuk kelas menengah bawah, setidaknya tipe rumah 45 ke bawah, serta rumah susun,” katanya.

Menurutnya, bantuan untuk pendidikan dan beasiswa perguruan tinggi perlu dipertebal agar lebih banyak yang menerima manfaat, khususnya siswa berprestasi dari rumah tangga miskin hingga menengah.

Kemudian yang tidak kalah penting adalah melakukan operasi pasar secara rutin paling sedikit dua bulan sekali guna inflasi terkendali dan harga komoditas pangan tetap terjangkau.

“Memastikan penggunaan barang dan jasa UMKM di lingkungan Pemerintah. Menaikkan belanja barang dan jasa pemerintah yang sebelumnya paling sedikit 40 persen menjadi 50 persen untuk menggunakan produk usaha mikro, kecil dan koperasi dari hasil produksi dalam negeri," ujarnya.

Selain itu, hal yang dapat dilakukan pemerintah adalah menyelenggarakan pelatihan dan pemberdayaan ekonomi dengan target masyarakat kelas menengah yang terdampak, guna membantu mereka beralih ke sektor-sektor yang lebih berkembang dan berdaya saing.

“Memastikan program penghapusan kemiskinan ekstrem dari posisi saat ini 0,83 persen menjadi nol persen pada tahun 2025, dan penurunan generasi stunting dibawah 15 persen dari posisi saat ini 21 persen,” pungkasnya.

PPN Ancam Peningkatan PHK

Seperti diberitakan sebelumnya, Ekonom CORE Indonesia, Muhammad Faisal, mengingatkan bahwa kenaikan PPN 12 persen yang diberlakukan pemerintah berpotensi meningkatkan ancaman pemutusan hubungan kerja (PHK), khususnya di sektor industri padat karya yang tengah tertekan.

Menurut Faisal, meskipun pemerintah memberikan sejumlah insentif untuk sektor ini, kondisi industri padat karya sudah sangat tertekan dengan penurunan permintaan. Salah satu dampaknya adalah penurunan daya beli kelas menengah yang merupakan konsumen utama bagi produk industri padat karya, termasuk pakaian, alas kaki, dan produk tekstil lainnya.

Faisal menekankan bahwa permintaan yang terus menurun telah menyebabkan perlambatan penjualan yang signifikan, dari pertumbuhan 3,2 persen menjadi hanya 2 persen saja.

“Industri padat karya saat ini berada dalam kondisi yang sangat terjepit. Dengan kenaikan PPN 12{9aa1bb259712806fa89468ca095aa3419cf9105023fc9dc50e5829db57ca82d5} dan adanya kebijakan lain seperti kenaikan upah minimum 6,5{9aa1bb259712806fa89468ca095aa3419cf9105023fc9dc50e5829db57ca82d5}, sektor ini berisiko mengalami lebih banyak PHK,” ujar Faisal saat ditemui di Kantor CORE Indonesia, Jakarta Selatan, Kamis, 19 Desember 2024.

Faisal menilai bahwa meskipun insentif yang diberikan pemerintah untuk sektor ini penting, tetapi hal itu belum cukup untuk menanggulangi dampak negatif yang ditimbulkan dari penurunan daya beli masyarakat, terutama di kelas menengah. Tanpa adanya langkah yang lebih efektif dan penanganan masalah permintaan, dia khawatir sektor padat karya akan semakin terpuruk.

Di sisi lain, Faisal juga menyoroti bahwa kebijakan PPN 12 persen harus diperhatikan dengan cermat agar tidak semakin memperburuk kondisi industri-industri yang sudah ‘in injury’ atau tertekan. Hal ini perlu menjadi perhatian pemerintah dalam upaya mendukung pemulihan ekonomi yang lebih merata.

“Jika kebijakan tidak hati-hati, kita bisa melihat dampak yang lebih buruk lagi bagi lapangan pekerjaan di sektor ini. Perusahaan-perusahaan yang berorientasi pada produksi barang konsumsi kelas menengah akan sangat terpengaruh,” pungkasnya.

Faisal mengingatkan bahwa pemerintah harus mempertimbangkan kondisi pasar dan dampak dari kebijakan tersebut secara menyeluruh, agar tidak hanya berfokus pada aspek fiskal, tetapi juga pada kelangsungan industri dan lapangan pekerjaan di sektor padat karya.

Penerapan Prinsip Keadilan

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menilai, kenaikan PPN sebesar 1 persen pada awal Januari 2025 tetap mengedepankan prinsip keadilan dan gotong royong dan mempertimbangkan aspirasi masyarakat.

Kenaikan PPN, kata dia, didukung oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebagai instrumen menjaga daya beli masyarakat dan menjaga roda perekonomian tetap bergerak di tengah tantangan global dan domestik.

“Ekonomi kita tetap bisa berjalan meski dihadapkan pada dinamika global dan situasi dalam negeri yang terus kita waspadai,” jelasnya.

Sri Mulyani menjelaskan, prinsip keadilan diterapkan dengan membedakan kebijakan antara masyarakat mampu dan tidak mampu. Kelompok mampu diwajibkan membayar pajak sesuai aturan, sedangkan kelompok tidak mampu akan dilindungi melalui bantuan pemerintah. (*)