KABARBURSA.COM - Harga minyak mentah mencatat penurunan tipis di tengah perdagangan yang lesu usai libur Natal. Sentimen pasar dipengaruhi penguatan dolar AS yang membatasi dampak positif dari rencana stimulus fiskal baru oleh China, importir minyak terbesar dunia.
Mengutip Reuters, harga minyak Brent turun 32 sen, setara 0,43 persen, menjadi USD73,26 per barel. Minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) juga terkoreksi 48 sen (0,68 persen) ke level US$69,62 per barel, dibandingkan penutupan perdagangan Selasa. Seperti dikutip di Jakarta, Jumat 27 Desember 2024.
Pemerintah China dikabarkan menyetujui penerbitan obligasi khusus senilai 3 triliun yuan (USD411 miliar) untuk tahun depan. Langkah tersebut diambil guna mempercepat stimulus fiskal, sebagai upaya menghidupkan kembali perekonomian yang tengah lesu.
“Stimulus fiskal pada skala besar biasanya memacu peningkatan permintaan energi, yang kemudian dapat mendorong harga minyak naik,” ujar Tim Snyder, Kepala Ekonom di Matador Economics.Bank Dunia pada Kamis merevisi ke atas proyeksi pertumbuhan ekonomi China untuk 2024 dan 2025. Meski demikian, lembaga ini mengingatkan bahwa rendahnya kepercayaan konsumen dan pelaku usaha, serta tekanan pada sektor properti, masih akan menjadi hambatan utama.
Sementara itu, dolar AS terus menunjukkan penguatan, mencapai level penting pekan lalu. Mata uang yang lebih kuat membuat harga minyak menjadi lebih mahal bagi pemegang mata uang lain, sehingga menekan permintaan.
Dari sisi pasokan, laporan mingguan American Petroleum Institute (API) menunjukkan stok minyak mentah AS turun 3,2 juta barel pekan lalu, menurut sumber pasar. Pedagang kini menantikan data resmi dari Badan Informasi Energi AS (EIA) yang akan dirilis pada Jumat pukul 13.00 EST (18.00 GMT). Perilisan data ini tertunda akibat libur Natal.
Dalam survei Reuters, analis memperkirakan stok minyak mentah AS berkurang sekitar 1,9 juta barel untuk pekan yang berakhir 20 Desember. Stok bensin dan distilat juga diperkirakan turun masing-masing 1,1 juta barel dan 0,3 juta barel.
Di Turki, lalu lintas kapal di Selat Bosphorus yang sebelumnya terganggu akibat kerusakan mesin pada sebuah kapal tanker dilaporkan kembali normal pada Kamis. Informasi ini disampaikan oleh agen pengiriman Tribeca, mengurangi kekhawatiran gangguan pasokan minyak global.
Di tengah perdagangan yang sepi karena libur panjang, harga minyak dunia perlahan naik pada Kamis, 26 Desember 2024. Sentimen positif datang dari harapan stimulus fiskal tambahan di China, importir minyak terbesar dunia, serta prediksi penurunan stok minyak mentah AS yang memperkuat pasar.
Dilansir dari Reuters di Jakarta, Kamis, harga minyak Brent naik 11 sen (sekitar Rp1.650) atau 0,2 persen menjadi USD73,69 (sekitar Rp1,14 juta) per barel pada pukul 08.48 WIB. Minyak mentah AS West Texas Intermediate (WTI) berada di angka USD70,25 (sekitar Rp1,08 juta) per barel, naik 15 sen (sekitar Rp2.250) atau 0,2 persen dari penutupan sebelum Natal.
Harga minyak dunia sebelumnya mencatat penurunan tipis sehari sebelum Natal karena volume transaksi yang melemah menjelang libur. Pelemahan ini dipicu oleh sentimen kelebihan pasokan minyak pada 2024 dan penguatan dolar AS yang terus membebani pasar energi global.
Mengutip Reuters, harga minyak mentah Brent turun 31 sen, atau 0,43 persen, menjadi USD72,63 per barel. Minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) juga melemah 22 sen, atau 0,32 persen, menjadi USD69,24 per barel. Seperti dikutip di Jakarta, Selasa 24 Desember 2024.
Analis Macquarie memproyeksikan potensi kelebihan pasokan minyak yang semakin parah pada 2024. Dalam laporan Desember, mereka memperkirakan harga rata-rata Brent akan merosot ke USD70,50 per barel, dibandingkan rata-rata tahun ini yang mencapai USD79,64 per barel.
Di Eropa, kekhawatiran terkait pasokan sedikit mereda setelah pipa Druzhba kembali beroperasi. Pipa utama yang mengalirkan minyak Rusia dan Kazakhstan ke sejumlah negara Eropa, seperti Hungaria, Slovakia, Republik Ceko, dan Jerman, sempat dihentikan karena gangguan teknis pada stasiun pompa di Rusia.
Sementara itu, dolar AS mencapai level tertinggi dalam dua tahun pada Jumat dan tetap mendekati posisi tersebut pada Senin pagi. Penguatan ini membuat minyak lebih mahal bagi pemegang mata uang lainnya, sehingga mengurangi daya beli global.
“Perubahan arah dolar AS dari melemah menjadi menguat telah menghapus kenaikan harga minyak sebelumnya,” ujar Giovanni Staunovo, analis UBS.
Sentimen pasar juga terpengaruh oleh data inflasi AS yang menunjukkan pelonggaran tekanan harga. Namun, sinyal bercampur dari Federal Reserve tentang prospek kebijakan moneter ke depan terus menahan pergerakan pasar energi.
Harga Brent melemah 2,1 persen pada pekan lalu, sementara WTI turun 2,6 persen. Hal ini didorong oleh kekhawatiran atas perlambatan ekonomi global dan penurunan permintaan energi setelah bank sentral AS memberikan isyarat kehati-hatian terhadap pelonggaran kebijakan moneter lebih lanjut.(*)