Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

Insentif Pajak Mobil Hybrid Dibatasi, hanya untuk Buatan Lokal?

Rubrik: Makro | Diterbitkan: 26 December 2024 | Penulis: Yunila Wati | Editor: Redaksi
Insentif Pajak Mobil Hybrid Dibatasi, hanya untuk Buatan Lokal?

KABARBURSA.COM - Pemerintah berencana memberikan insentif Pajak Penjualan untuk kendaraan Hybrid sebesar 3 persen. Namun, insentif tersebut dikabarkan hanya untuk kendaraan Hybrid buatan lokal.

Tujuan dari pemberian insentif pajak ini sebenarnya ditujukan untuk memperkuat daya beli masyarakat sekaligus mendorong adopsi teknologi kendaraan ramah lingkungan. Rencananya, pemberian insentif Pajak Penjualan atas Barang Mewah Ditanggung Pemerintah (PPnBM DTP) sebesar 3 persen.

Namun, pemerintah memberi syarat khusus, yaitu insentif pajak ini dikhususnya untuk mobil hybrid yang dirakit di dalam negeri. Kebijakan ini akan berlaku efektif mulai 1 Januari 2025 dan diharapkan dapat memberikan dampak signifikan terhadap industri otomotif nasional.

Dasar hukum untuk pemberian insentif ini sudah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2021. Selain itu, Peraturan Kementerian Perindustrian Nomor 36 Tahun 2021 turut memperkuat regulasi tersebut melalui program Low Carbon Emission Vehicle (LCEV) yang mensyaratkan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) tertentu. Dengan demikian, hanya kendaraan hybrid yang memenuhi standar TKDN yang akan mendapatkan manfaat ini.

Pengumuman terkait kebijakan ini juga telah disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, dalam konferensi pers daring mengenai Paket Stimulus Ekonomi untuk Kesejahteraan, dikutip di Jakarta, Kamis, 26 Desember 2024.

Airlangga menjelaskan, insentif ini merupakan bagian dari paket stimulus ekonomi yang lebih luas, yang juga bertujuan menjaga daya beli masyarakat setelah penerapan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12 persen pada 2025.

Menteri Keuangan dan Menteri Perindustrian juga telah menyerukan agar produsen kendaraan hybrid segera mendaftarkan model kendaraan mereka ke Kementerian Perindustrian. Langkah ini penting agar produsen yang memenuhi kriteria bisa menikmati manfaat dari insentif PPnBM yang telah disiapkan.

Beberapa model kendaraan hybrid yang dirakit di Indonesia dan sudah tersedia di pasar domestik antara lain:

  • Toyota Yaris Cross Hybrid,
  • Toyota Kijang Innova Zenix Hybrid,
  • Suzuki Ertiga Hybrid, Suzuki XL7 Hybrid,
  • Wuling Almaz RS Hybrid, Hyundai Santa Fe Hybrid,
  • GWM Haval Jolion HEV.

Harga jual kendaraan-kendaraan ini bervariasi mulai dari Rp277 juta hingga Rp786 juta, memberikan pilihan bagi konsumen dari berbagai segmen pasar.

Adanya insentif ini diharapkan dapat memperkuat daya saing kendaraan hybrid produksi lokal serta mendorong investasi di sektor otomotif nasional. Selain itu, langkah ini juga selaras dengan komitmen Indonesia dalam mengurangi emisi karbon dan meningkatkan efisiensi energi, terutama dengan semakin pesatnya adopsi kendaraan ramah lingkungan di Tanah Air.

Dengan insentif ini, masyarakat kini memiliki peluang untuk beralih ke kendaraan hybrid dengan harga yang lebih terjangkau, sekaligus mendukung upaya menuju pembangunan berkelanjutan.

Mobil Hybrid Tanpa Insentif Akan Merana?

Kabarbursa.com sebelumnya memberitakan, pengamat otomotif Yannes Martinus Pasaribu menilai jika pemerintah tidak memberi insentif mobil hybrid, makasih akan membawa banyak dampak buruk bagi industri otomotif di Indonesia.

Dampak paling fatal adalah berkurangnya daya saing mobil hybrid dibandingkan BEV dan bahkan mobil internal combustion engine (ICE) atau mobil konvensional.

“Tanpa insentif, mobil hybrid akan menjadi lebih mahal dibandingkan dengan kendaraan konvensional dan BEV yang mendapat subsidi. Hal ini bisa membuat mobil hybrid kurang kompetitif di pasar, terutama segmen menengah ke bawah yang sensitive terhadap harga,” kata Yannes kepada Kabarbursa.com, Senin, 12 Agustus 2024.

Ketika harga mobil hybrid tidak lagi kompetitif, lanjut dia, masyarakat kelas menengah ke bawah yang sebelumnya tertarik dengan mobil hybrid beralih ke mobil listrik murah dari Tiongkok dengan harga di bawah Rp400 jutaan.

Ia menilai, indikator ketertarikan dan mulai berpindahnya selera masyarakat ke mobil listrik Tiongkok dapat terlihat ketika pelaksanaan ajang Gaikindo Indonesia International Auto Show (GIIAS) 2024. Di ajang tersebut, perhatian masyarakat tertuju pada mobil listrik murah yang semuanya berasal dari Tiongkok.

Sehingga, jika insentif tidak diberikan,  dapat menggagalkan upaya pemerintah dalam elektrifikasi. Karena, menurut dia, jika masyarakat tidak dapat membeli mobil hybrid yang merupakan jembatan dari konvensional ke elektrik, maka masyarakat akan tetap mencari mobil konvensional murah atau mobil listrik murah di bawah Rp400 jutaan.

Dampak lain dari ketiadaan insentif mobil hybrid adalah membuat agen pemegang merek (APM) mengkaji ulang dan membatalkan niat mereka berinvestasi di segmen mobil hybrid.

“Mereka bisa memutuskan untuk mengalihkan fokus ke BEV yang mendapatkan lebih banyak dukungan dari pemerintah atau bahkan mempertimbangkan untuk menghentikan produksi mobil hybrid di Indonesia,” ujarnya.(*)