KABARBURSA.COM – Direktur Utama PT Sarinah (Persero), Fetty Kwartati, mengumumkan rencana ambisius perusahaan untuk tahun 2025 yang akan berfokus pada penguatan sektor ritel serta mempromosikan produk lokal Indonesia di pasar internasional.
Setelah melalui tiga tahun transformasi signifikan, Sarinah kini berada dalam posisi untuk melangkah lebih jauh melalui berbagai program inovatif yang diharapkan dapat meningkatkan kontribusi sektor ritelnya secara signifikan.
"Sarinah telah menyusun tiga pilar utama untuk 2025, yaitu memperkuat portofolio ritel, menyediakan platform untuk menampilkan karya terbaik Indonesia, serta memastikan keberlanjutan keuangan perusahaan. Semua program ini telah diintegrasikan ke dalam NCPP Sarinah dan mendapat persetujuan dalam skema pembukaan saham e-journey," ujar Fetty dalam wawancara di Gedung Sarinah, Jakarta, Senin, 23 Desember 2024.
Fetty menekankan bahwa sektor ritel akan menjadi fokus utama Sarinah ke depan. Sebelumnya, kontribusi sektor ini terhadap total pendapatan perusahaan hanya mencapai 10 persen, tetapi telah meningkat menjadi 18 persen pada tahun 2024. Dalam lima tahun mendatang, kontribusi ini ditargetkan mencapai 38 persen melalui ekspansi strategis di beberapa lokasi potensial.
Pada tahun 2025, Sarinah berencana membuka sejumlah gerai baru di lokasi-lokasi strategis seperti Pantai Indah Kapuk (PIK 2), Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Jakarta Premium Outlet di Serpong, serta stasiun KCIC Halim. Selain itu, Sarinah akan memperkenalkan konsep gerai merchandise baru di TMII dan gerai premium di Jakarta Premium Outlet, Alam Sutera.
"Ritel akan menjadi tulang punggung Sarinah. Kami terus mendapatkan tawaran kerja sama dari pengembang dan pusat perbelanjaan besar di seluruh Indonesia. Kami optimistis bahwa pengembangan gerai premium akan membawa Sarinah ke pasar internasional," jelas Fetty.
Sebagai bagian dari inovasi 2025, Sarinah juga akan memperkenalkan Rumah Turis, sebuah konsep belanja baru yang akan berlokasi di lantai empat Gedung Sarinah. Konsep ini dirancang sebagai pusat belanja terpadu untuk wisatawan lokal maupun mancanegara yang mencari produk-produk lokal berkualitas tinggi.
Selain memperluas sektor ritelnya, Sarinah tetap berkomitmen mendukung pengembangan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di Indonesia. Melalui berbagai platform dan program inovatif, Sarinah telah membantu UMKM meraih pengakuan internasional. Berbagai penghargaan bergengsi telah diterima, termasuk "Leading Catalyst in Creative SME Retailing Excellence" dari Asian Chinese Community di Shanghai, serta penghargaan "Top 10 Best CEO in Asia" dari Inside Asia.
Fetty menegaskan bahwa stabilitas keuangan akan menjadi elemen kunci untuk mendukung ekspansi ambisius ini. "Kami akan memastikan pengelolaan keuangan yang sehat untuk mendukung ekspansi ritel yang agresif. Dengan semangat yang kuat, kami siap menghadapi tantangan di masa depan," tegasnya.
Pada tahun 2025, pemerintah akan memberlakukan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen. Kebijakan ini menimbulkan berbagai reaksi, khususnya di kalangan pelaku usaha yang khawatir dampaknya terhadap daya beli masyarakat dan keberlanjutan bisnis.
Wakil Ketua Umum Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo), Fetty Kwartati, mengakui bahwa penyesuaian seperti ini memiliki dampak langsung. "Setiap kenaikan pasti akan berpengaruh, terutama pada tahap awal implementasi," ungkap Fetty.
Namun, ia menegaskan bahwa kenaikan PPN tidak akan memengaruhi keberlanjutan kemitraan di Sarinah. Sistem manajemen kemitraan Sarinah didasarkan pada evaluasi performa mitra secara berkala, bukan faktor eksternal seperti pajak. "Jika ada penyesuaian jumlah mitra, itu lebih disebabkan oleh evaluasi rutin yang kami lakukan," jelasnya.
Dengan rencana ekspansi yang ambisius dan komitmen untuk memberdayakan UMKM lokal, Sarinah optimis dapat menjadi pemimpin di pasar ritel Indonesia sekaligus membawa produk-produk lokal ke kancah internasional. Fetty menutup pernyataannya dengan keyakinan, "Kami akan terus menjadi penggerak perubahan positif bagi industri ritel dan UMKM di Indonesia."
Hippind0 menyoroti tantangan sektor ritel pada 2025 dengan memberikan label “pre-cautions” atau penuh kehati-hatian. Meski begitu, masih ada peluang sektor ini untuk tumbuh.
Harapan pertumbuhan sektor ritel, kata Fetty, muncul di tengah kondisi politik yang stabil. Faktor yang dapat membayangi sektor tersebut adalah kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen dan komponen biaya yang meningkat.
Fetty menyebutkan bahwa PPN 12 persen menjadi salah satu masalah utama yang dihadapi adalah rencana pemerintah karena kebijakan ini berpotensi menambah tekanan pada biaya operasional pelaku usaha ritel, terutama mengingat daya beli masyarakat yang masih belum sepenuhnya pulih setelah pandemi.
“Jika PPN tetap naik, kami berharap pemerintah juga memberikan stimulus untuk mendorong trafik pengunjung ke pusat perbelanjaan. Tanpa itu, dampaknya bisa sangat besar,” ujarnya kepada awak media di Gedung Sarinah, Jakarta Pusat, Senin, 23 Desember 2024.
Adapun program promosi dan diskon besar-besaran, seperti yang diinisiasi oleh Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian melalui Harbolnas, Bina Diskon, dan Epic Sale, dianggap krusial untuk mendorong kunjungan pelanggan. Dengan adanya program-program ini, diharapkan dapat menarik konsumen untuk tetap berbelanja, meskipun adanya dampak kenaikan pajak yang menambah beban.
Fetty juga menyoroti masalah terkait pasokan barang, terutama untuk produk-produk global. Beberapa merek internasional mengalami kesulitan dalam memenuhi permintaan akibat kendala regulasi impor dan batasan kuota yang ada.
Namun, ekspansi ini tentu menghadapi tantangan internal, terutama dalam hal peningkatan biaya operasional. Faktor-faktor seperti kenaikan upah pekerja (UMP 6,5 persen), biaya sewa, dan harga barang yang dipengaruhi oleh inflasi dapat berdampak pada penurunan margin keuntungan. Selain itu, jika PPN diterapkan, biaya operasional diperkirakan akan meningkat signifikan.
“Banyak gerai-gerai yang kekurangan stok karena masalah distribusi barang global. Ini tentunya mengganggu penjualan,” jelasnya.
Selanjutnya, menurut dia sektor ritel lokal juga tidak terlepas dari tantangan yang sama. Meskipun produk lokal, terutama dari UMKM dan produk etnik, tetap diminati, mereka juga harus berhadapan dengan persaingan ketat dan masalah dalam manajemen inventaris.
Secara keseluruhan, Fetty menjelaskan bahwa pada tahun-tahun yang stabil, sektor ritel Indonesia biasanya dapat mencatatkan pertumbuhan antara 5-10 persen. Namun, dengan berbagai tantangan yang dihadapi, seperti kenaikan PPN, meningkatnya biaya operasional, dan hambatan dalam pasokan barang, proyeksi pertumbuhan sektor ritel Indonesia pada 2025 diperkirakan akan berada di bawah angka tersebut.
“Jika kebijakan pemerintah tidak mendukung, pertumbuhan sektor ritel bisa lebih rendah dari angka normal. Namun, sektor ini masih punya potensi untuk tumbuh, meskipun dengan laju yang lebih lambat,” tutur dia. (*)
Artikel ini disediakan untuk tujuan informasi semata dan bukan merupakan ajakan, rekomendasi, atau instruksi untuk membeli atau menjual saham. Segala bentuk analisis dan rekomendasi saham sepenuhnya berasal dari pihak analis atau sekuritas yang bersangkutan. KabarBursa.com tidak bertanggung jawab atas keputusan investasi, kerugian, atau keuntungan yang timbul akibat penggunaan informasi dalam artikel ini. Keputusan investasi sepenuhnya merupakan tanggung jawab investor. Investor diharapkan melakukan riset independen dan mempertimbangkan risiko dengan cermat sebelum mengambil keputusan investasi.