Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

Batu Bara Tamat 2035, Emiten Mana yang Paling Siap Antisipasi?

Rubrik: Makro | Diterbitkan: 23 December 2024 | Penulis: Citra Dara Vresti Trisna | Editor: Redaksi
Batu Bara Tamat 2035, Emiten Mana yang Paling Siap Antisipasi?

KABARBURSA.COM – Wacana transisi energi bakal berdampak besar bagi emiten di sektor batu bara. Meski sebagian analis memprakirakan dampak transisi energi baru akan terasa pada 2035, namun sejumlah emiten telah mengantisipasi wacana transisi energi dari fosil ke energi baru terbarukan atau EBT.

Analis mikirduit.com Surya Rianto mengatakan, meski implementasi transisi energi masih cukup lama, namun sudah ada beberapa emiten yang melakukan persiapan mengurangi ketergantungan terhadap batu bara. Emiten-emiten ini pun telah melakukan diversifikasi bisnis untuk menyambut masa depan energi hijau.

“Saat ini beberapa emiten mengatakan sudah bersiap untuk itu (transisi energi). Kalau kita lihat yang sudah mulai semangat ke sana paling ada ADRO (PT Alamtri Resources Indonesia Tbk) dan UNTR (PT United Tractors Tbk). Baru dua itu,” kata Surya kepada kabarBursa.com, beberapa waktu lalu.

Mantan jurnalis ekonomi ini menjelaskan, beberapa emiten lain yang bergerak di bidang batu bara belum ada pergerakan yang signifikan dalam hal antisipasi. Mengutip data Stockbit, saat ini terdapat 19 emiten yang bergerak di bidang batu bara dan melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI).

[caption id="attachment_101222" align="alignnone" width="1280"] Financial Planner sekaligus CEO Mikirduit.com, Surya Rianto, saat memaparkan materinya dalam acara seminar bertajuk “Bebas Finansial Berkat Saham di Usia Muda, Mungkin Gak Sih?” di Perpustakaan Nasional, Jakarta, Kamis, 21 November 2024. Foto: KabarBursa/Rio Alpin[/caption]

Emiten yang masuk klasifikasi industri yang ditetapkan BEI dan masuk ke dalam sub-industri coal production, antara lain ADRO, AIMS, ARII, TCPI, BSSR, BUMI, BYAN, DSSA, GEMS, HRUM, INDY, ITMG, KKGI, PTBA, MBAP, SMMT, TOBA, COAL, dan GTBO.

Surya menuturkan, wacana perihal transisi energi dan kesiapan dari masing-masing emiten telah terdengar sejak lama. Namun, menurutnya belum ada langkah konkret dari masing-masing emiten untuk mengantisipasi ketika masa transisi energi tiba.

“Seperti ITMG itu sudah bicara sejak tahun lalu. Hanya belum kelihatan dia mau akuisisi siapa. Lalu ada lagi INDY yang sudah cukup signifikan. Tapi, ya, hasilnya belum memuaskan untuk kinerja dia,” jelas Surya.

Emiten lain yang sudah menggaungkan bakal bersiap menuju transisi energi, kata Surya, adalah BSSR. Namun, PT Baramukti Suksessarana tersebut juga belum terlihat rencana detailnya. Sementara emiten yang menurutnya siap adalah yang punya skala bisnis lebih besar seperti ADRO dan UNTR.

“UMTR sudah punya nikel, panas bumi. ADRO pun juga sudah punya pembangkit listrik yang sedang dibangun, PLTA dan fokus di smelter alumunium. Jadi diversifikasinya lumayan banyak,” kata dia.

Sementara untuk INDY, kata Surya, juga masih kurang dalam diversifikasi. Perusahaan yang sebagian besar sahamnya dimiliki oleh Agus Lasmono Sudwikamtono itu juga menjajaki bisnis motor listrik. Namun, bisnis motor listrik tidak memberikan banyak margin seperti beberapa tahun lalu. Di samping itu, INDY juga bakal memiliki tambang emas dan bauksit pada tahun depan.

“Kita lihat efeknya bakal gimana. Itu bisa jadi change maker untuk sektor energi INDY yang sedang terkekang. Kalau bisa, maka marginnya oke,” kata Surya.

Sementara itu, PT Delta Dunia Makmur Tbk (DOID) yang merupakan emiten yang fokus di tambang batu bara menyatakan kesiapannya menghadapi transisi energi dengan menyiapkan sejumlah strategi diversifikasi.a Direktur DOID Dian Hadipranowo mengatakan perusahaannya sedang fokus dengan diversifikasi aset di sektor sumber daya alam, khususnya komoditas masa depan.

“Kami tidak hanya terpaku pada batu bara, tetapi melihat peluang di berbagai jenis mineral. Prinsip kami adalah mengelola risiko konsentrasi dengan baik,” kata Dian dalam paparan publiknya di Jakarta beberapa waktu lalu.

Strategi diversifikasi ini mencakup investasi di perusahaan seperti Asiamet Resources, 29Metals, dan BUMA Australia. Menurut Dian, langkah ini juga mendukung transisi menuju ekonomi berkarbon rendah yang sejalan dengan kebijakan pemerintah di Indonesia dan negara lain.

Direktur DOID, Iwan Fuad Salim, mengatakan perusahaannya mendukung penuh kebijakan energi di Indonesia, Amerika Serikat (AS), dan Australia. “Tugas kami adalah memastikan perusahaan tetap menjadi kontributor aktif dalam menghadapi transisi energi global. Diversifikasi menjadi kunci agar perusahaan tetap tangguh,” jelas Iwan.

Ia menekankan pentingnya diversifikasi bisnis tidak hanya di sektor batu bara, tetapi juga di lini usaha lain. Hal ini mencakup peran DOID sebagai kontraktor dan pemilik tambang di berbagai wilayah.

Sebagai bagian dari strategi diversifikasi, Delta Dunia Group melalui anak usaha PT Bukit Makmur Internasional (BUMA International) mengakuisisi mayoritas saham Atlantic Carbon Group, Inc. (ACG) pada Juni 2024. ACG merupakan produsen antrasit ultra-high-grade terbesar kedua di Amerika Serikat.

Pada Desember 2024, Grup mengakuisisi 51 persen saham Dawson Complex1 di Australia, tambang batu bara metalurgi yang sebelumnya dimiliki Anglo American. Langkah ini diambil melalui kerja sama dengan Peabody dalam proses joint bidding.

Selain itu, Grup juga menginvestasikan AUD62 juta di 29Metals Limited, perusahaan tambang tembaga, emas, dan logam lainnya. Investasi ini memberi Delta Dunia kepemilikan minoritas sebesar 19,9 persen.(*)