KABARBURSA.COM - Pemerintah Indonesia mengumumkan sejumlah kebijakan insentif di sektor otomotif guna mengurangi dampak dari rencana kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang akan berlaku mulai 1 Januari 2024.
Kenaikan PPN yang akan naik dari 11 persen menjadi 12 persen tersebut diperkirakan dapat mempengaruhi daya beli masyarakat, khususnya di kalangan kelas menengah. Untuk itu, insentif-insentif ini diharapkan dapat menjaga daya beli sekaligus mendorong pertumbuhan ekosistem kendaraan listrik di Tanah Air.
Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan, perhatian pemerintah terhadap sektor manufaktur, terutama otomotif, sangat besar. Salah satu langkah konkritnya adalah pemberian insentif kepada pelaku usaha otomotif yang saat ini menghadapi tekanan dari sisi penjualan.
“Insentif-insentif ini bertujuan untuk menjaga daya beli masyarakat serta mendorong transisi menuju kendaraan ramah lingkungan,” kata Agus Gumiwang.
Beberapa insentif yang diberikan oleh pemerintah mencakup insentif PPN yang Dikenakan Terhadap Pembelian (DTP) untuk kendaraan bermotor listrik berbasis baterai (KBLBB).
Untuk mobil dan bus listrik, pemerintah memberikan potongan PPN sebesar 10 persen dengan syarat kendaraan tersebut memenuhi ketentuan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) minimal 40 persen. Sementara itu, bus listrik dengan TKDN kurang dari 20 persen akan mendapatkan insentif sebesar 5 persen.
Selain itu, insentif lainnya berupa pembebasan bea masuk dan penghapusan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) 15 persen, yang ditanggung oleh pemerintah. Insentif ini hanya berlaku untuk impor kendaraan listrik kategori tertentu, baik yang berupa Completely Built Up (CBU) maupun Completely Knocked Down (CKD).
Insentif ini bertujuan untuk mempercepat adopsi kendaraan listrik di Indonesia serta mendukung pengembangan industri kendaraan listrik di dalam negeri.
Salah satu perusahaan yang telah menerima insentif tersebut adalah PT BYD Motor Indonesia yang akan memproduksi 100.000 unit kendaraan listrik. Selain itu, PT National Assemblers juga telah mendapatkan insentif untuk memproduksi 4.800 unit kendaraan merek Citroen, 17.200 unit kendaraan merek Aion, dan 600 unit kendaraan merek Maxus pada tahun 2024.
Selanjutnya, pemerintah juga memberikan insentif sebesar 3 persen untuk kendaraan hybrid yang memenuhi kriteria Low Carbon Emission Vehicle (LCEV).
“Kebijakan ini juga menjadi bagian dari upaya pemerintah untuk mendorong peralihan dari kendaraan bermesin konvensional ke kendaraan yang lebih ramah lingkungan,” jelas Agus Gumiwang.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menegaskan bahwa kenaikan tarif PPN menjadi 12 persen akan diberlakukan pada 1 Januari 2025, sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
Kenaikan tarif PPN ini diprediksi dapat memberikan dampak besar terhadap sektor-sektor yang mengandalkan konsumsi domestik, termasuk sektor otomotif.
Airlangga menjelaskan bahwa meskipun tarif PPN akan naik, pemerintah telah menyiapkan kebijakan untuk melindungi masyarakat berpendapatan rendah. Salah satu langkah yang diambil adalah membebaskan barang-barang kebutuhan pokok seperti beras, daging, ikan, telur, sayur, dan gula konsumsi dari PPN. Selain itu, layanan seperti pendidikan, kesehatan, angkutan umum, dan air bersih juga akan tetap dikenakan PPN 0 persen.
“Untuk sektor tertentu, seperti minyak goreng, tepung terigu, dan gula industri, pemerintah akan menanggung 1 persen dari kenaikan PPN, sehingga tarif efektifnya tetap 11 persen. Kebijakan ini bertujuan untuk meringankan beban masyarakat, terutama golongan berpendapatan rendah dan menengah,” kata Airlangga dalam acara konferensi pers bertema ‘Paket Stimulus untuk Kesejahteraan’ di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, beberapa hari lalu.
Namun, meskipun pemerintah telah memberikan insentif, pengamat otomotif, Yannes Martinus Pasaribu, menyatakan bahwa dampak dari kebijakan-kebijakan ini terhadap industri otomotif masih sangat kompleks. Menurutnya, kombinasi antara penahanan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) dan kenaikan PPN 12 persen bisa memiliki dampak yang saling bertolak belakang. Penurunan suku bunga berpotensi meningkatkan daya beli masyarakat, tetapi di sisi lain, kenaikan PPN justru dapat menggerus daya beli, terutama bagi konsumen dengan anggaran terbatas.
Yannes mengungkapkan bahwa harga kendaraan yang naik akibat kenaikan PPN bisa menyebabkan konsumen menunda atau bahkan membatalkan niat untuk membeli mobil baru. Hal ini terutama berlaku bagi kalangan menengah yang menjadi pasar utama sektor otomotif Indonesia.
Sementara itu, meskipun suku bunga rendah mendorong orang untuk membeli kendaraan, dampak dari kenaikan harga kendaraan dapat memperburuk ketidakpastian di pasar otomotif.
Selain itu, faktor lain seperti tingkat inflasi, ketersediaan komponen, serta fluktuasi harga bahan bakar juga sangat memengaruhi daya beli dan kinerja industri otomotif. Bahkan, perkembangan ekonomi global, seperti konflik geopolitik dan fluktuasi nilai tukar mata uang, bisa memberikan dampak yang tidak terduga terhadap sektor otomotif dalam negeri.
Industri otomotif Indonesia juga masih harus menghadapi sejumlah tantangan, terutama terkait dengan ketidakpastian ekonomi global. Gejolak ekonomi dunia, seperti konflik geopolitik dan perubahan harga bahan bakar, bisa berdampak langsung pada industri otomotif.
Fluktuasi harga bahan bakar misalnya, dapat memengaruhi keputusan konsumen dalam membeli kendaraan, terutama bagi mereka yang lebih sensitif terhadap biaya operasional jangka panjang.
Dalam situasi seperti ini, pemerintah berharap agar insentif-insentif yang diberikan dapat meringankan dampak negatif dari kebijakan-kebijakan fiskal, termasuk kenaikan PPN. Selain itu, insentif untuk kendaraan listrik diharapkan dapat mendorong transisi menuju kendaraan yang lebih ramah lingkungan, sekaligus memperkuat industri otomotif domestik yang semakin berkompetisi di pasar global. (*)
Artikel ini disediakan untuk tujuan informasi semata dan bukan merupakan ajakan, rekomendasi, atau instruksi untuk membeli atau menjual saham. Segala bentuk analisis dan rekomendasi saham sepenuhnya berasal dari pihak analis atau sekuritas yang bersangkutan. KabarBursa.com tidak bertanggung jawab atas keputusan investasi, kerugian, atau keuntungan yang timbul akibat penggunaan informasi dalam artikel ini. Keputusan investasi sepenuhnya merupakan tanggung jawab investor. Investor diharapkan melakukan riset independen dan mempertimbangkan risiko dengan cermat sebelum mengambil keputusan investasi.