Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

8,8 Juta Orang Terjerat Judol, IFSoc Dorong Edukasi dan Penguatan Patroli Cyber

Rubrik: Makro | Diterbitkan: 20 December 2024 | Penulis: Citra Dara Vresti Trisna | Editor: Redaksi
8,8 Juta Orang Terjerat Judol, IFSoc Dorong Edukasi dan Penguatan Patroli Cyber

KABARBURSA.COM - Indonesia Fintech Society (IFSoc) menilai langkah pemerintah memblokir rekening dan menindak aktivitas judi online atau judol masih belum cukup. Selain pendekatan hukum, IFSoc mendesak pemerintah dan pemangku kepentingan untuk memperkuat edukasi kepada masyarakat perihal bahaya judi online yang semakin merajalela, terutama di kalangan kelas menengah ke bawah.

“Pemain judi online itu kurang lebih 8,8 juta orang, 80 persennya itu dari masyarakat kelas ekonomi menengah ke bawah,” kata Steering Committee IFSoc, Tirta Segara, dalam press briefing Catatan Akhir Tahun 2024 Industri Financial Technology dan Ekonomi Digital, Kamis, 19 Desember 2024.

Menurut Tirta, upaya edukasi harus dilakukan secara massif agar masyarakat lebih sadar akan risiko dan bahaya dari aktivitas ilegal ini. Ia juga menekankan perlunya kolaborasi antara pemerintah, regulator, dan industri dalam melaksanakan patroli cyber.

Patroli ini, menurutnya, harus bersifat menyeluruh, termasuk memantau transaksi mencurigakan, menghapus situs web dan akun media sosial yang terlibat dalam aktivitas judi online.

“Itu yang menjadi catatan kami dari IFSoc tadi yang mengenai pemberantasan fraud dan sekarang ini urgensi kolaborasi untuk memerangi judi online. Ini secara ringkas bahwa kolaborasi antara pemerintah, regulator, dan industri ini harus terus diperkuat dan jangan pernah lelah untuk melakukan ini,” ujar Tirta.

Namun, ia mengakui memberantas judi online bukan perkara mudah. Modus operasi yang digunakan para pelaku terus berubah, menuntut patroli cyber untuk selalu memperbarui pengetahuan terkait trik-trik baru.

Tren Pertumbuhan Pemain Judi Online

Data Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menunjukkan transaksi judi online terus bertumbuh pesat. Pada 2023, perputaran uang dalam aktivitas ini mencapai Rp327 triliun, sementara hingga semester kedua 2024, angka tersebut telah menyentuh Rp283 triliun.

Rata-rata nominal deposit judi online per transaksi juga mengalami perubahan signifikan. Pada 2017, minimal deposit mencapai Rp1.060.000, namun terus menurun hingga Rp130.000 pada 2022 sebelum kembali naik menjadi Rp256.000 pada 2023.

Penurunan deposit ini, menurut Tirta, menunjukkan penyelenggara judi online sengaja menargetkan masyarakat kelas bawah dengan menawarkan akses yang lebih murah.

“Dari besaran deposit judol tersebut bisa dilihat tren penurunan dari tahun ke tahun. Artinya, penyelenggara judi online ingin menggaet sebanyak mungkin korban, terutama masyarakat kelas menengah ke bawah agar lebih banyak yang ikut bermain,” jelasnya.

Pantau Aktivitas tak Wajar

Tirta mengatakan, agar masalah judi online dapat segera diselesaikan, pemerintah telah menjalin koordinasi antar lembaga, baik dari Kementerian Komunikasi dan Digital Republik Indonesia (Komdigi), PPATK, Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

“Lembaga ini telah menunjukkan perhatian yang sangat besar terhadap peningkatan aktivitas judi online itu yang sudah dibasmi, tetapi masih terus meningkat,” kata Tirta dalam dalam press briefing Catatan Akhir Tahun 2024 Industri Financial Technology dan Ekonomi Digital, Kamis, 19 Desember 2024.

Mantan anggota dewan komisioner OJK periode 2017-2022 ini mengatakan, saat ini seluruh industri pembayaran, baik bank, e-money, payment gateway, telah mematuhi ketentuan dari regulator dalam hal penerapan enchanced due diligence (EDD) pemantauan transaksi hingga pelaporan secara berkala.

Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi aktivitas judi online yang terus memperbarui modus operandi judol yang terus berkembang. Ia mendesak agar semua lembaga keuangan lebih pro aktif dalam mengawasi aktivitas transaksi yang tidak wajar dan terindikasi terkait dengan judol.

“Misalnya ada pemilik rekening itu dia tercatat sebagai warung soto. Transaksinya memang kecil, tapi kok 24 jam. Ini warung nggak pernah tutup, ini warung apa?” katanya.

Pentingnya Literasi Keuangan Digital

Menurut Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda, maraknya kasus judi online di Indonesia juga tidak lepas dari rendahnya tingkat literasi keuangan digital di masyarakat. Hal ini diperburuk oleh minimnya integrasi antara literasi keuangan dan pendidikan digital dalam kurikulum sekolah.

“Sayangnya, pelajaran tentang literasi keuangan dan digital belum terintegrasi dengan baik dalam sistem pendidikan kita. Hal ini mengakibatkan banyaknya pelajar ketika lulus mereka gagap dalam memahami literasi keuangan digital,” ujar Nailul kepada KabarBursa.com.

Kemudahan akses menjadi faktor lain yang mendorong tingginya angka partisipasi judi online, bahkan di kalangan individu tanpa penghasilan tetap. “Apalagi judi online mudah diakses oleh siapa saja, bahkan oleh individu yang tidak punya penghasilan tetap juga bisa mengakses,” ujarnya.

Nailul menegaskan kondisi ini membuka peluang penyalahgunaan teknologi finansial oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Ia juga menyoroti kerentanan generasi muda yang baru masuk ke dunia digital terhadap praktik ilegal semacam ini.

“Pelajar yang mulai masuk dunia digital cenderung lebih rentan, karena prosesnya yang sangat mudah dan praktis. Hal ini membuka peluang bagi individu atau kelompok tertentu untuk memanfaatkan mereka dalam praktik perjudian online,” katanya.

Untuk itu, Nailul mendorong agar literasi keuangan dan digital diintegrasikan secara menyeluruh dalam pembelajaran di sekolah, tidak hanya sebagai bagian dari event bulanan atau kampanye sesaat. “Harusnya ada integrasi pelajaran tentang literasi keuangan dan digital dalam pembelajaran di sekolah, tidak hanya ketika ada event atau bulan literasi saja,” katanya.(*)