KABARBURSA.COM - Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo melaporkan pertumbuhan kredit pada November 2024 mencapai 10,79 persen (year on year/YoY). Hal itu disampaikan Perry dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI pada Rabu, 18 Desember 2024.
Perry mengungkapkan bahwa pertumbuhan kredit dipicu oleh dukungan DPK dan KLM yang disalurkan ke sektor prioritas, yakni pangan, hilirisasi minerba, otomotif. Pertumbuhan kredit juga dipicu oleh perdagangan listrik, gas dan air, pariwisata, ekonomi kreatif dan UMKM.
“Dari sisi permintaan, pertumbuhan kredit didukung oleh kinerja usaha korporasi yang terjaga, termasuk pada korporasi yang berorientasi ekspor,” kata Perry dalam konferensi pers RDG BI, Rabu, 18 Desember 2024.
Sementara untuk berdasarkan kelompok penggunaan, pertumbuhan kredit modal kerja (8,92 persen), kredit konsumsi (10,94 persen) dan kredit investasi (13,77 persen) pada 2024.
“Pertumbuhan kredit pada 2024 diprakirakan tetap berada pada kisaran 10–12 persen dan akan meningkat pada 2025 pada kisaran 11-13 persen,” ujarnya.
Oleh karana itu, pihaknya mendorong pertumbuhan kredit melalui KLM mulai Januari 2025 bakal diarahkan mendorong pembiayaan yang mendukung dan pembangunan di lapangan kerja.
BI juga mengoptimalkan instrumen moneter pro-market guna memperkuat stabilitas nilai tukar Rupiah dan menjaga pencapaian sasaran inflasi. Kebijakan ini juga bertujuan mempercepat pendalaman pasar uang dan pasar valas, serta menarik aliran modal asing ke dalam negeri.
“Hingga 16 Desember 2024, posisi instrumen Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) tercatat mencapai Rp940,67 triliun. Sementara itu, posisi Sekuritas Valas Bank Indonesia (SVBI) tercatat sebesar 2,08 miliar dolar AS, dan Sekuritas Valas Bank Indonesia dengan Underlying (SUVBI) sebesar 386 juta dolar AS,” kata Perry.
Penerbitan SRBI terbukti mendukung peningkatan aliran portofolio asing ke Indonesia dan membantu penguatan nilai tukar Rupiah. Kepemilikan investor asing dalam SRBI mencapai Rp233,85 triliun atau 24,86 persen dari total outstanding.
Sejak implementasi Primary Dealer (PD) pada Mei 2024, transaksi SRBI di pasar sekunder dan repurchase agreement (repo) antar pelaku pasar meningkat. Langkah ini berhasil memperkuat efektivitas instrumen moneter untuk menstabilkan nilai tukar Rupiah dan mengendalikan inflasi.
Ke depan, Bank Indonesia berkomitmen untuk terus mengoptimalkan berbagai inovasi instrumen pro-market, baik dari segi volume maupun daya tarik imbal hasil. Upaya ini dilakukan untuk meningkatkan efektivitas transmisi kebijakan moneter, mempercepat pendalaman pasar keuangan, dan mendorong lebih banyak aliran masuk modal asing ke Indonesia.
Sebelumnya, BI juga mengungkapkan terkait pertumbuhan ekonomi Indonesia yang tetap terjaga berkat permintaan domestik yang solid. Investasi diperkirakan tumbuh positif pada triwulan IV 2024, didorong oleh penyelesaian sejumlah Proyek Strategis Nasional (PSN) dan insentif bagi investasi swasta.
Di sisi lain, konsumsi rumah tangga diprediksi tetap tumbuh dengan stabil, berkat keyakinan konsumen yang tinggi dan dampak positif dari Pilkada di berbagai daerah.
Konsumsi pemerintah juga diperkirakan meningkat menjelang akhir tahun, didorong oleh belanja pemerintah yang lebih tinggi. Namun, ekspor nonmigas diperkirakan mengalami perlambatan karena pemulihan ekonomi global yang masih lemah.
Sektor-sektor seperti industri pengolahan, konstruksi, serta perdagangan besar dan eceran diperkirakan akan menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi. BI memperkirakan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2024 akan berada di kisaran 4,7 hingga 5,5 persen, dengan potensi meningkat ke 4,8 hingga 5,6 persen pada 2025.
Untuk mendukung pertumbuhan ekonomi, Bank Indonesia berkomitmen memperkuat bauran kebijakan moneter yang bersinergi dengan kebijakan fiskal pemerintah. Kebijakan makroprudensial yang longgar dan percepatan digitalisasi sistem pembayaran juga akan diperkuat. Di sisi penawaran, reformasi struktural yang dilakukan pemerintah diharapkan dapat memperkuat sektor-sektor ekonomi yang mampu menyerap tenaga kerja.
BI mengumumkan menahan suku bunga acuan BI-Rate di level 6 persen. BI juga memutuskan suku bunga deposit facility sebesar 5,25 persen dan suku bunga lending facility sebesar 6,75 persen.
Menurut Perry, keputusan ini sejalan dengan kebijakan moneter untuk menjaga inflasi agar tetap terkendali dalam sasaran 2,5±1 persen pada 2024 dan 2025. Keputusan ini juga sekaligus untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
“Kebijakan moneter difokuskan untuk memperkuat stabilitas nilai tukar rupiah di tengah meningkatnya ketidakpastian ekonomi global akibat kebijakan Amerika Serikat (AS) dan eskalasi ketegangan geopolitik di berbagai wilayah,” kata Perry.
Ke depannya, BI akan terus memantau pergerakan nilai tukar rupiah, prospek inflasi, dan dinamika kondisi ekonomi untuk mempertimbangkan penurunan suku bunga kebijakan lanjutan.
Sementara itu, kebijakan makroprudensial dan sistem pembayaran tetap ditujukan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. (*)