Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

Rupiah Melemah 1,47 Persen, BI Tetap Optimistis Stabilitas Terjaga

Rubrik: Makro | Diterbitkan: 18 December 2024 | Penulis: Citra Dara Vresti Trisna | Editor: Redaksi
Rupiah Melemah 1,47 Persen, BI Tetap Optimistis Stabilitas Terjaga

KABARBURSA.COM - Bank Indonesia (BI) melaporkan nilai tukar rupiah periode Desember 2024 melemah 1,47 persen (ptp) dibandingkan bulan sebelumnya.

Gubernur BI Perry Warjiyo mengungkapkan bahwa pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar dipengaruhi oleh peningkatan ketidakpastian global, terutama yang menyangkut arah kebijakan Amerika Serikat (AS).

“Pelemahan nilai tukar rupiah juga disebabkan karena penurunan FFR yang lebih rendah, penguatan mata uang dolar AS secara luas dan risiko geopolitik yang mengakibatkan berlanjutnya preferensi investor global untuk memindahkan alokasi portofolionya kembali ke AS,” kata Perry dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI, Rabu, 18 Desember 2024.

Perry menilai, nilai tukar rupiah terhadap dolar masih terkendali jika dibandingkan dengan periode Desember 2023 dengan deprisiasi sebesar 4,16 persen. Deprisiasi tersebut masih lebih kecil jika dibandingkan dengan pelemahan Dolar Taiwan (5,58 persen), Peso Filipina (5,94 persen) dan Won Korea (10,47 persen).

Pihaknya memprediksi nilai tukar rupiah masih stabil karena BI telah mengupayakan untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah, inflasi yang rendah, pemberian imbal hasil yang menarik dan prospek pertumbuhan ekonomi nasional yang membaik.

“Seluruh instrumen moneter akan terus dioptimalkan, termasuk penguatan strategi operasi moneter pro-market melalui optimalisasi instrumen SRBI, SVBI, dan SUVBI, untuk memperkuat efektivitas kebijakan dalam menarik aliran masuk investasi portofolio asing dan mendukung penguatan nilai tukar Rupiah,” jelasnya.

IHK Periode November 2024

BI juga melaporkan Indeks Harga Konsumen (IHK) periode November 2024 masih terjaga dan berada di level 1,55 persen (year on year/YoY). Capaian tersebut, kata Perry, dipengaruhi oleh inflasi inti yang berada di level 2,26 persen yoy atau sejalan dengan kebijakan suku bunga BI.

Sedangkan untuk kelompok volatile food (VP) teradi deflasi sebesar 0,32 persen. Hal ini terjadi karena peningkatan pasokan pangan akibat musim panen, sinergi pengendalian inflasi TPIP atau TPID melalui GNPIP, dan pengaruh base effect harga pangan.

“Ke depan, Bank Indonesia meyakini inflasi IHK tetap terkendali dalam sasarannya. Inflasi inti diprakirakan terjaga seiring ekspektasi inflasi yang terjangkar dalam sasaran, kapasitas perekonomian yang masih besar dan dapat merespons permintaan domestik, imported inflation yang terkendali,” ujarnya.

Sedangkan untuk inflasi VF, lanjut Perry, juga diprakirakan akan terkendali berkat sinergi pengendalian inflasi BI dan pemerintah pusat dan daerah.

“Bank Indonesia terus berkomitmen memperkuat efektivitas kebijakan moneter guna menjaga inflasi tahun 2024 dan 2025 terkendali dalam sasaran 2,5±1{9aa1bb259712806fa89468ca095aa3419cf9105023fc9dc50e5829db57ca82d5}, dengan tetap mendukung upaya penguatan pertumbuhan ekonomi,” jelasnya.

BI Rate Tetap 6 Persen

Seperti diberitakan sebelumnya, Bank Indonesia mengumumkan mengumumkan menahan suku bunga acuan BI-Rate di level 6 persen. BI juga memutuskan suku bunga deposit facility sebesar 5,25 persen dan suku bunga lending facility sebesar 6,75 persen.

Menurut Perry, keputusan ini sejalan dengan kebijakan moneter untuk menjaga inflasi agar tetap terkendali dalam sasaran 2,5±1 persen pada 2024 dan 2025. Keputusan ini juga sekaligus untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

“Kebijakan moneter difokuskan untuk memperkuat stabilitas nilai tukar rupiah di tengah meningkatnya ketidakpastian ekonomi global akibat kebijakan Amerika Serikat (AS) dan eskalasi ketegangan geopolitik di berbagai wilayah,” kata Perry dalam konferensi pers tersebut.

Ke depannya, BI akan terus memantau pergerakan nilai tukar rupiah, prospek inflasi, dan dinamika kondisi ekonomi untuk mempertimbangkan penurunan suku bunga kebijakan lanjutan.

Pertumbuhan Ekonomi Indonesia

Meski dihadapkan pada ketidakpastian global, Perry meyakini bahwa ekonomi Indonesia tetap terjaga berkat permintaan domestik yang solid. Investasi diperkirakan tumbuh positif pada triwulan IV 2024, didorong oleh penyelesaian sejumlah Proyek Strategis Nasional (PSN) dan insentif bagi investasi swasta.

Di sisi lain, konsumsi rumah tangga diprediksi tetap tumbuh dengan stabil, berkat keyakinan konsumen yang tinggi dan dampak positif dari Pilkada di berbagai daerah.

Konsumsi pemerintah juga diperkirakan meningkat menjelang akhir tahun, didorong oleh belanja pemerintah yang lebih tinggi. Namun, ekspor nonmigas diperkirakan mengalami perlambatan karena pemulihan ekonomi global yang masih lemah.

Sektor-sektor seperti industri pengolahan, konstruksi, serta perdagangan besar dan eceran diperkirakan akan menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi. BI memperkirakan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2024 akan berada di kisaran 4,7 hingga 5,5 persen, dengan potensi meningkat ke 4,8 hingga 5,6 persen pada 2025.

Untuk mendukung pertumbuhan ekonomi, Bank Indonesia berkomitmen memperkuat bauran kebijakan moneter yang bersinergi dengan kebijakan fiskal pemerintah. Kebijakan makroprudensial yang longgar dan percepatan digitalisasi sistem pembayaran juga akan diperkuat. Di sisi penawaran, reformasi struktural yang dilakukan pemerintah diharapkan dapat memperkuat sektor-sektor ekonomi yang mampu menyerap tenaga kerja. (*)