Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

Produk-produk BUMN juga Terdampak Kenaikan PPN 12 Persen

Rubrik: Makro | Diterbitkan: 18 December 2024 | Penulis: KabarBursa.com | Editor: Redaksi
Produk-produk BUMN juga Terdampak Kenaikan PPN 12 Persen

KABARBURSA.COM - Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir menyatakan bahwa kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen juga berdampak pada produk-produk BUMN.

“Pasti terdampak,” kata Erick Thohir di Gedung Kementerian BUMN, Jakarta, Rabu, 18 Desember 2024.

Meski begitu, Erick menegaskan, kenaikan PPN 12 persen ini hanya akan dikenakan pada produk-produk premium dan barang mewah yang dibeli oleh masyarakat yang masuk dalam kategori mampu.

“Untuk yang kurang mampu, tidak dikenakan. Saya rasa ini sangat bijak, karena pemerataan ekonomi harus tetap berlanjut,” ujarnya.

Menurut Erick, masyarakat yang tidak mampu akan tetap terlindungi, sementara mereka yang mampu akan membayar lebih, sehingga diharapkan tercipta pemerataan ekonomi melalui peran pajak.

Seperti diketahui, mulai 1 Januari 2025, masyarakat Indonesia akan menghadapi kenaikan tarif PPN menjadi 12 persen. Pemerintah memastikan bahwa kebijakan ini tidak berlaku untuk seluruh barang dan jasa.

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan bahwa kebijakan ini bertujuan untuk menanggapi penurunan permintaan, meski indikator konsumsi masih cukup baik.

“Paket kebijakan ini mencoba mencakup semua aspek, terutama sisi permintaan, yang meskipun mengalami penurunan, namun masih cukup stabil,” kata Sri Mulyani dalam konferensi pers di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Senin, 16 Desember 2024.

Ia juga memastikan bahwa perlindungan bagi kelas menengah dan kelas bawah tetap menjadi prioritas.

“Kami tetap memaksimalkan perlindungan dan bantuan, serta memberikan stimulus untuk mendukung sektor-sektor produktif yang dapat menjaga momentum pertumbuhan ekonomi, penciptaan lapangan kerja, dan optimisme masyarakat,” ujarnya.

Kelompok Barang yang Dibebaskan dari PPN

Kelompok barang yang akan dibebaskan dari PPN antara lain sembako, seperti beras, daging, telur, ikan, dan susu. Begitu juga dengan jasa pendidikan, kesehatan, keuangan, tenaga kerja, asuransi, dan air.

Sementara itu, tepung terigu, minyak goreng, dan gula industri akan dikenakan tarif PPN sebesar 11 persen, dengan tarif PPN ditanggung pemerintah (DTP) sebesar 1 persen sehingga tarif efektif yang diterapkan tetap 11 persen sepanjang 2025.

Pemerintah juga memberikan insentif bagi masyarakat dengan diskon tarif listrik hingga 50 persen per 1 Januari 2025, khususnya untuk pelanggan dengan daya di bawah 2.200 Volt Ampere (VA), seperti 1.300 VA dan 900 VA.

Selain itu, diskon pajak juga diberikan kepada masyarakat yang membeli rumah dengan harga hingga Rp5 miliar. Skema diskon 100 persen akan berlaku untuk pembelian rumah dengan harga Rp2 miliar pertama, untuk periode Januari-Juni 2025, dan diskon 50 persen untuk pembelian rumah pada Juli-Desember 2025.

Pemerintah juga mengalokasikan insentif PPh 21 yang ditanggung pemerintah bagi pekerja di sektor padat karya dengan penghasilan hingga Rp10 juta per bulan.

Pakaian Terkena PPN 12 Persen

Kondisi pedagang pakaian akan semakin sulit. Selain maraknya pakaian impor, terhitung 1 Januari 2024 dagangan mereka akan dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen.

Artinya, mereka akan semakin sulit bersaing dengan pakaian impor yang menawarkan harga sangat murah.

Padahal, pemerintah sebelumnya menyatakan hanya akan menerapkan PPN 12 persen terhadap barang mewah saja. Faktanya, justru diberlakukan pada semua barang dan jasa yang termasuk dalam kategori Barang dan Jasa Kena Pajak (BKP/JKP).

Pemerintah hanya mengecualikan tiga komoditi tertentu, yaitu minyak goreng curah bermerek Minyakita, tepung terigu, dan gula industri yang mendapat subsidi PPN Ditanggung Pemerintah (DTP) sebesar 1 persen hingga hingga akhir 2025 tetap 11 persen.

Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menilai kebijakan PPN 12 persen berdampak luas pada barang konsumsi masyarakat, termasuk barang elektronik dan suku cadang kendaraan bermotor.

“Bahkan, apakah pakaian, deterjen dan sabun mandi juga akan dikategorikan sebagai barang mewah. Kebijakan ini menunjukkan kontradiksi dengan narasi keberpihakan pajak pemerintah,” kata Bhima, Rabu, 18 Desember 2024.

Sebelumnya, Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono menegaskan bahwa kebijakan PPN ini bersifat umum. Artinya, semua barang dan jasa yang menjadi objek pajak dikenakan tarif 12 persen, termasuk pakaian, layanan digital seperti Spotify dan Netflix, hingga kosmetik, kecuali barang dan jasa yang secara khusus dikecualikan oleh pemerintah.

“Pengelompokannya sudah jelas, mana yang dikenakan tambahan 1 persen, mana yang dibebaskan, dan mana yang DTP. Secara regulasi, tarif PPN berlaku umum dengan tambahan 1 persen dari sebelumnya 11 persen,” kata Susiwijono, Selasa, 17 Desember 2024.

Terkait narasi bahwa PPN 12 persen akan dikenakan pada barang mewah, sebagaimana disampaikan Presiden Prabowo Subianto, Susiwijono menjelaskan bahwa barang dan jasa premium, termasuk pendidikan serta kesehatan mewah, akan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 49 Tahun 2022.

“Arahan Presiden adalah mendetailkan kategori barang mewah yang akan dikenakan PPN dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK). Namun, secara umum, semua barang dan jasa, termasuk layanan digital seperti Netflix dan Spotify, dikenakan tarif 12 persen. Setelah itu, ada pengecualian sesuai regulasi,” jelasnya. (*)