KABARBURSA.COM – Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan bahwa total impor Indonesia pada November 2024 mencapai USD19,59 miliar, terjadi penurunan secara bulanan (month on month/mom) sebesar 10,71 persen dibandingkan Oktober 2024.
"Penurunan ini terutama disebabkan oleh penurunan impor migas yang mencapai USD2,57 miliar atau turun 29,88 persen, serta impor nonmigas yang mencapai USD17,02 miliar, turun 6,87 persen secara bulanan," ujar Amalia, dalam konferensi pers Perkembangan Ekspor dan Impor Indonesia November 2024, di Jakarta Pusat, Senin, 16 Desember 2024.
Secara tahunan, impor Indonesia menunjukkan peningkatan tipis sebesar 0,01 persen, dengan impor migas turun 26,32 persen, sementara impor nonmigas meningkat 5,71 persen. Pada sektor penggunaan, seluruh kategori impor mengalami penurunan bulanan.
Impor barang konsumsi tercatat turun 0,84 persen, sementara bahan baku penolong yang menyumbang 71,56 persen dari total impor bulan ini turun sebesar 11,97 persen. Impor barang modal juga mengalami penurunan sebesar 10,77 persen secara bulanan.
Tiga komoditas utama yang menyumbang besar terhadap impor nonmigas Indonesia–mesin peralatan mekanis, mesin peralatan elektrik, serta besi dan baja–mengalami penurunan baik secara bulanan maupun tahunan.
Mesin peralatan mekanis tercatat mencapai USD2,85 miliar, mesin peralatan elektrik USD2,21 miliar, dan besi serta baja USD0,95 miliar. Ketiganya memberikan kontribusi sekitar 35,29 persen terhadap total impor nonmigas pada November 2024.
Impor nonmigas Indonesia masih didominasi oleh China yang memberikan kontribusi sebesar 38,35 persen terhadap total impor nonmigas Indonesia. Impor dari China tercatat mencapai USD6,53 miliar pada November 2024, lebih tinggi dibandingkan bulan sebelumnya.
"Posisi kedua dan ketiga diisi oleh Jepang dan Amerika Serikat dengan kontribusi masing-masing 8,76 persen dan 4,47 persen," paparnya.
Selanjutnya, Amelia mengatakan secara kumulatif, total impor Indonesia dari Januari hingga November 2024 tercatat sebesar USD212,39 miliar, naik 4,74 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
"Peningkatan terbesar terjadi pada impor bahan baku penolong yang mencapai USD154,67 miliar, naik 4,96 persen," jelasnya.
Dalam kesempatan yang sama, BPS melaporkan bahwa total nilai ekspor Indonesia sepanjang Januari hingga November 2024 mencapai USD241,25 miliar. Angka ini mencerminkan kenaikan sebesar 2,06 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Peningkatan ekspor ini didorong oleh pertumbuhan sektor nonmigas sebesar 2,24 persen. Sebaliknya, ekspor migas mencatat penurunan tipis sebesar 0,71 persen, dengan total nilai mencapai USD14,34 miliar.
Amalia, menekankan pentingnya peran sektor industri pengolahan dan pertanian dalam mendorong ekspor nonmigas.
“Kedua sektor ini memberikan kontribusi signifikan terhadap ekspor nonmigas, dengan andil masing-masing sebesar 3,40 persen untuk sektor industri pengolahan dan 0,46 persen untuk sektor pertanian. Hal ini menunjukkan daya saing yang kuat dari sektor-sektor produktif Indonesia di pasar global,” ujar Amalia dalam konferensi pers bertajuk Perkembangan Ekspor dan Impor Indonesia November 2024 di Jakarta, Senin, 16 Desember 2024.
Dari sisi negara tujuan ekspor, ekspor nonmigas Indonesia ke China tercatat sebesar USD54,44 miliar, mengalami penurunan 3,76 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Namun, peningkatan signifikan terjadi pada ekspor ke Amerika Serikat, India, dan Uni Eropa. Sebaliknya, ekspor ke kawasan ASEAN menunjukkan tren penurunan.
Komoditas tembaga menjadi salah satu penyumbang utama pertumbuhan ekspor. Sepanjang Januari hingga November 2024, volume ekspor tembaga melonjak 44,60 persen menjadi 372,28 ribu ton. Harga rata-rata tembaga per metrik ton juga meningkat sebesar 7,92 persen, mencapai USD9.163. Kenaikan ini menempatkan tembaga sebagai salah satu komoditas unggulan yang mendorong kinerja ekspor nasional.
Selain tembaga, beberapa komoditas lain juga mencatatkan peningkatan nilai ekspor yang signifikan. Barang dari besi dan baja, logam mulia dan perhiasan, serta kakao dan olahannya masing-masing menyumbang lebih dari USD1 miliar terhadap total ekspor nonmigas.
BPS optimistis tren positif ekspor nonmigas akan berlanjut hingga akhir tahun 2024. Sektor industri pengolahan dan pertanian, bersama komoditas unggulan seperti tembaga, diharapkan terus memperkuat kontribusi ekspor terhadap perekonomian nasional.
Amalia menutup pernyataannya dengan harapan bahwa sektor ekspor Indonesia dapat terus berkembang melalui diversifikasi komoditas dan peningkatan daya saing produk Indonesia di pasar internasional.
“Langkah ini penting untuk menjaga momentum pertumbuhan ekonomi dan memperkuat posisi Indonesia di kancah perdagangan global,” pungkasnya.
Ekspor dan impor China gagal memenuhi ekspektasi pada bulan November, dengan ekspor tercatat naik 6,7 persen dalam dolar AS, sementara impor mengalami penurunan sebesar 3,9 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya, menurut data yang dirilis oleh otoritas bea cukai setempat pada Selasa.
Pengiriman barang ke luar negeri tidak mampu mencapai prediksi jajak pendapat Reuters yang memperkirakan pertumbuhan ekspor sebesar 8,5 persen (yoy). Sebagai perbandingan, ekspor pada Oktober 2024 tercatat tumbuh 12,7 persen, yang merupakan kenaikan tertinggi sejak Maret 2023, berdasarkan data dari LSEG. Seperti dikutip di Jakarta, Selasa 10 Desember 2024.
Sementara itu, data impor menunjukkan penurunan yang lebih mengejutkan, yaitu 3,9 persen, sementara para analis sebelumnya memperkirakan adanya kenaikan sebesar 0,3 persen.
Secara keseluruhan, ekspor sepanjang tahun ini dalam dolar AS tercatat naik 5,4 persen, sementara impor mengalami peningkatan sebesar 1,2 persen dibandingkan dengan tahun lalu, menurut data yang dirilis pada hari Selasa.
Ekspor telah menjadi salah satu faktor positif yang langka bagi ekonomi China yang tengah menghadapi tantangan, seperti lemahnya konsumsi domestik dan penurunan sektor perumahan yang berkepanjangan.
Data perdagangan bulan November ini dirilis hanya sehari setelah pemimpin tertinggi China berjanji untuk meningkatkan stimulus kebijakan moneter dan fiskal guna mendorong pertumbuhan pada tahun depan. Ia juga menjanjikan langkah-langkah penyesuaian kontra-siklus yang tidak konvensional untuk mendongkrak permintaan konsumsi domestik.
Erica Tay, Direktur Riset Makro di Maybank, memperkirakan ekspor China kemungkinan akan tetap kuat hingga awal 2025, didorong oleh permintaan dari importir AS. Namun, dia juga memperingatkan kemungkinan penurunan pada paruh kedua tahun depan, seiring dengan penerapan tarif AS yang tetap berlaku.
Pada sisi manufaktur, aktivitas di sektor ini mengalami peningkatan selama dua bulan berturut-turut pada November, dengan Indeks Manajer Pembelian (PMI) resmi naik menjadi 50,3, mencerminkan dampak positif dari kebijakan stimulus Beijing yang telah membantu mengangkat beberapa sektor ekonomi yang sedang tertekan.
Namun, permintaan domestik tetap menunjukkan kelemahan yang signifikan. Inflasi konsumen China tercatat menurun ke level terendah dalam lima bulan terakhir pada November, dengan kenaikan hanya 0,2 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya, menurut data resmi yang dirilis pada Senin. (*)