Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

Kontribusi Konsumsi Rumah Tangga Penopang Ekonomi Indonesia

Rubrik: Makro | Diterbitkan: 16 December 2024 | Penulis: Ayyubi Kholid | Editor: Redaksi
Kontribusi Konsumsi Rumah Tangga Penopang Ekonomi Indonesia

KABARBURSA.COM - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan bahwa konsumsi rumah tangga tetap menjadi penopang utama perekonomian Indonesia, dengan kontribusi mencapai 50 persen. Ia optimistis konsumsi dapat tumbuh di atas 5 persen, karena didukung oleh daya beli masyarakat yang stabil.

“Indeks Keyakinan Konsumen pada November 2024 mencapai 125,9, menunjukkan optimisme masyarakat,” kata Airlangga dalam konferensi pers bertajuk ‘Paket Stimulus Ekonomi untuk Kesejahteraan’ di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Senin, 16 Desember 2024.

Airlangga memaparkan, belanja konsumen meningkat 1,7 persen pada November 2024, dengan total nilai mencapai Rp256,5 triliun. Pertumbuhan tertinggi dicatat oleh segmen barang teknologi dan barang tahan lama yang tumbuh 4,3 persen, sementara produk kebutuhan harian (FMCG) naik 1,1 persen.

“Barang digital, seperti ponsel, menjadi pendorong utama dengan pertumbuhan 4,3 persen. Produk FMCG juga mencatat pertumbuhan 1,1 persen,” jelasnya.

Dalam rangka menjaga daya beli, Airlangga menjelaskan, maka pengenaan tarif PPN sebesar 12 persen hanya akan diterapkan pada barang mewah. Untuk barang seperti rumah dan kendaraan bermotor, pemerintah tetap memberikan fasilitas Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP).

“Fasilitas PPN DTP juga diberikan pada gula industri guna mendukung sektor makanan dan minuman, yang berkontribusi 36 persen terhadap industri pengolahan. Tarifnya tetap di angka 11 persen,” ucap Airlangga menerangkan.

Pemerintah juga memberikan bantuan pangan kepada masyarakat kurang mampu, khususnya Kelompok Desil I dan II, berupa 10 kilogram beras per bulan.

Selain itu, rumah tangga dengan daya listrik di bawah 2.200 VA akan menerima diskon 50 persen untuk tagihan listrik selama dua bulan.

“Langkah ini diharapkan dapat meringankan beban masyarakat dan menjaga daya beli kelompok rentan,” pungkas Airlangga.

PPN 12 Persen Berlaku 1 Januari 2025

Di kesempatan yang sama, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto memastikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12 persen akan mulai diberlakukan pada 1 Januari 2025. Kebijakan ini mengacu pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

“Kenaikan tarif PPN menjadi 12 persen akan diterapkan sesuai jadwal yang diatur dalam UU HPP, mulai 1 Januari 2025,” kata Airlangga dalam konferensi pers bertema ‘Paket Stimulus Ekonomi untuk Kesejahteraan’ di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Senin, 16 Desember 2024.

Namun, pemerintah telah menetapkan sejumlah kebijakan untuk melindungi masyarakat berpendapatan rendah. Airlangga menegaskan, barang kebutuhan pokok tetap dibebaskan dari PPN dengan fasilitas PPN 0 persen.

“Barang-barang seperti beras, daging, ikan, telur, sayur, dan gula konsumsi diberikan fasilitas PPN 0 persen. Demikian juga jasa pendidikan, kesehatan, angkutan umum, tenaga kerja, jasa keuangan, asuransi, vaksin polio, dan air bersih,” jelasnya.

Selain itu, pemerintah juga menyiapkan stimulus ekonomi khusus untuk barang tertentu seperti minyak goreng, tepung terigu, dan gula industri. Airlangga menyebut, pemerintah akan menanggung 1 persen dari kenaikan tarif PPN untuk barang-barang tersebut, sehingga masyarakat hanya dikenakan tarif 11 persen.

“Pemerintah memberikan dukungan berupa stimulus untuk bahan pokok seperti minyak, tepung terigu, dan gula industri, dengan menanggung sebagian kenaikan PPN. Tarif efektifnya tetap 11 persen bagi kebutuhan tersebut,” ujar Airlangga.

Prinsip Keadilan dan Bantuan

Sementara itu, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menegaskan bahwa penerapan kenaikan tarif PPN menjadi 12 persen pada 2025 akan mengedepankan prinsip keadilan dan gotong royong, serta mempertimbangkan aspirasi masyarakat.

Menurut Sri Mulyani, kebijakan ini juga didukung oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebagai instrumen untuk menjaga daya beli masyarakat agar roda perekonomian tetap bergerak di tengah tantangan global maupun domestik.

“Ekonomi kita tetap bisa berjalan meski dihadapkan pada dinamika global dan situasi dalam negeri yang terus kita waspadai,” jelasnya.

Sri Mulyani menjelaskan, prinsip keadilan diterapkan dengan membedakan kebijakan antara masyarakat mampu dan tidak mampu. Kelompok mampu diwajibkan membayar pajak sesuai aturan, sedangkan kelompok tidak mampu akan dilindungi melalui bantuan pemerintah.

Pemerintah juga memberikan pembebasan PPN (tarif 0 persen) pada barang dan jasa yang menjadi kebutuhan pokok masyarakat, seperti beras, daging, ikan, telur, sayur, susu segar, jasa pendidikan, jasa kesehatan, jasa angkutan umum, rumah sederhana, dan air minum. Total pembebasan PPN untuk barang-barang ini diperkirakan mencapai Rp265,6 triliun pada 2025.

Barang penting lainnya seperti tepung terigu, gula industri, dan Minyakita yang seharusnya dikenakan tarif PPN 12 persen akan mendapatkan subsidi sebesar 1 persen dari pemerintah. Dengan demikian, masyarakat tetap membayar dengan tarif lama tanpa kenaikan harga.

“Barang-barang seperti tepung terigu, gula untuk industri, dan Minyak Kita akan tetap terjangkau karena pemerintah menanggung kenaikan 1 persen,” ujar Sri Mulyani.

Sementara, kenaikan tarif PPN akan diberlakukan penuh untuk barang dan jasa mewah yang biasanya dikonsumsi oleh kelompok masyarakat mampu. Ini mencakup makanan dengan harga premium, layanan rumah sakit kelas VIP, dan pendidikan internasional dengan biaya tinggi. (*)