KABARBURSA.COM - Ketua Dewan Penasihat Asosiasi Emiten Indonesia (AEI) sekaligus Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, mengungkapkan pencapaian signifikan Bursa Efek Indonesia (BEI) dalam menjadi bursa dengan jumlah emiten baru tertinggi di ASEAN. Hingga 29 November 2024, sebanyak 39 perusahaan telah melantai di BEI, menghimpun dana sebesar USD368 juta atau setara Rp5,8 triliun (kurs Rp15.800). Pencapaian ini sekaligus mengukuhkan posisi BEI sebagai motor penggerak ekonomi nasional melalui pasar modal.
Airlangga menilai, pasar IPO (Initial Public Offering) di Indonesia tetap menunjukkan resiliensinya di tengah tantangan global.
“Bursa saat sekarang sudah berhasil terutama untuk IPO. Biasanya IPO market ini yang paling sulit, dan tahun ini cukup baik. Bursa menjadi yang pertama di ASEAN untuk IPO,” ungkap Airlangga dalam acara HUT AEI ke-36 di Jakarta, Jumat, 13 Desember 2024.
Selain itu, jumlah investor pasar modal juga meningkat, dengan lebih dari 14,6 juta investor yang aktif pada 2024. Tren ini menunjukkan minat masyarakat terhadap investasi semakin berkembang.
Namun, data menunjukkan penurunan signifikan dalam jumlah IPO dibandingkan tahun sebelumnya. Pada 2023, sebanyak 79 perusahaan berhasil mencatatkan saham, dengan total dana yang dihimpun mencapai USD3,6 miliar, jauh melampaui angka pada tahun ini.
Airlangga menyatakan perlunya upaya lebih untuk meningkatkan jumlah perusahaan yang melantai di bursa. Salah satunya adalah memperkuat peran penjamin emisi efek (underwriter), khususnya dalam menarik minat investor internasional.
“Kita berharap bahwa IPO akan bisa ditingkatkan dan juga diharapkan underwriter diberi kekuatan lagi, karena beberapa kali kita harus mengundang investor dari luar seperti Singapura, Hong Kong, dan Eropa,” kata Airlangga.
Selain penguatan peran underwriter, ia juga menyoroti pentingnya keterlibatan industri asuransi dalam mendukung struktur IPO. Menurutnya, pembiayaan jangka panjang yang dimiliki oleh industri asuransi dapat menjadi fondasi yang kokoh bagi perusahaan yang akan melakukan IPO.
"Kita harus memperkuat kemampuan underwriter di dalam negeri, meskipun bank Asia mendominasi pembiayaan itu. Tidak salah, tapi industri asuransi juga perlu diperkuat,” tambahnya.
Melihat potensi besar pasar modal di Indonesia, Airlangga optimistis tren IPO akan kembali meningkat pada 2025. Pemerintah dan BEI diharapkan terus mendorong inovasi, memperbaiki regulasi, serta meningkatkan kolaborasi antara pelaku industri keuangan domestik dan internasional. Dengan langkah strategis ini, pasar modal Indonesia diharapkan dapat terus menarik investor baru sekaligus menjadi ujung tombak pertumbuhan ekonomi nasional.
Momentum yang berhasil diraih pada 2024 menjadi landasan penting untuk menghadapi tahun mendatang. Dalam konteks ekonomi global yang penuh tantangan, BEI harus memanfaatkan semua potensi untuk tetap mempertahankan posisinya sebagai pemimpin IPO di kawasan ASEAN.
Sementara itu, berkembang pesatnya industri Kripto tanah air menyulut salah satu di antaranya untuk melakukan initial public offering (IPO) di Bursa Efek Indonesia (BEI).
Terkait hal ini, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkap tengah mengkaji sejumlah calon emiten yang berencana melantai di bursa, salah satunya berasal dari industri kripto. Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon OJK Inarno Djajadi, mengatakan proses penelaahan sedang berjalan.
"Saat ini kami sedang dalam proses penelaahan beberapa calon emiten, salah satunya bergerak di sektor kripto,” ujar Inarno dalam pernyataan tertulisnya, Sabtu, 14 Desember 2024.
Meski begitu, detail terkait nama perusahaan, jumlah aset, atau nilai penawaran umum (IPO) belum dapat diungkapkan. Informasi tersebut baru akan disampaikan setelah calon emiten mendapatkan izin publikasi untuk memulai proses penawaran awal (bookbuilding).
Direktur Utama Datindo Entrycom, E Agung Setiawati, mengungkapkan bahwa pihaknya telah menerima permintaan dari perusahaan kripto untuk bertindak sebagai Biro Administrasi Efek (BAE). Perusahaan tersebut dikabarkan menargetkan dana sekitar Rp1 triliun dari IPO ini dan telah menunjuk dua perusahaan sekuritas sebagai penjamin pelaksana emisi. Namun, hingga kini, nama perusahaan masih dirahasiakan.
Langkah perusahaan kripto untuk melantai di bursa sejalan dengan tren positif di sektor aset digital. OJK mencatat nilai transaksi kripto hingga Oktober 2024 mencapai Rp475,13 triliun, melesat 352,89 persen secara tahunan (year-on-year/yoy).
Kepala Eksekutif Pengawas Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Aset Keuangan Digital, dan Aset Kripto OJK, Hasan Fawzi, menambahkan bahwa jumlah investor kripto di Indonesia juga terus meningkat. Hingga Oktober 2024, total investor mencapai 21,63 juta, naik dari 21,27 juta pada bulan sebelumnya.
“Pada periode yang sama, nilai transaksi aset kripto Oktober 2024 tercatat sebesar Rp48,44 triliun, meningkat 43,87 persen dibandingkan bulan sebelumnya,” kata Hasan dalam konferensi pers Rapat Dewan Komisioner (RDK) OJK.
Hasan menjelaskan bahwa lonjakan transaksi kripto tidak lepas dari dinamika global, terutama kemenangan Donald Trump sebagai presiden terpilih AS. Trump dianggap lebih mendukung pengembangan mata uang digital dibandingkan kandidat dari Partai Demokrat Kamala Harris.
CEO Indodax Oscar Darmawan, menyebutkan data ekonomi Amerika Serikat, khususnya Consumer Price Index (CPI), turut memengaruhi optimisme pasar. Data CPI November 2024 mencatat level indeks 315,493, naik 2,7 persen dari bulan sebelumnya.
"Jika data ekonomi terus mendukung dan kebijakan moneter global tetap kondusif, Bitcoin bisa mencetak rekor tertinggi baru,” ujar Oscar.(*)