KABARBURSA.COM - Teknologi yang berkembang pada era globalisasi dan digitalisasi saat ini dinilai sebagai pendorong perkembangan ekonomi kreatif di Indonesia. Hal ini bukan merupakan sebuah ancaman bagi tenaga kerja (naker) selama ada kemampuan adaptasi dan penguasaan teknologi.
Direktur Kajian Strategis Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) Agustini Rahayu mengatakan kemajuan teknologi justru menjadi enabler atau penggerak, yang mendukung inovasi di sektor ekonomi kreatif.
"Kekhawatiran bahwa teknologi akan menggantikan tenaga kerja itu tidak sepenuhnya benar. Selama tenaga kerja mampu beradaptasi dan menguasai teknologi, mereka tidak akan tergantikan," kata Agustini dalam keterangannya pada Sabtu, 14 Desember 2024.
Oleh karena itu, ia menekankan pentingnya pengembangan kapasitas sumber daya manusia (SDM) untuk memastikan kesiapan naker pada bidang ekonomi kreatif menghadapi perubahan teknologi. Menurutnya, hal ini merupakan faktor struktural untuk meningkatkan daya saing ekonomi kreatif.
"Capacity building harus terus dilakukan. Jika SDM berkembang, otomatis pengembangan produk juga akan terjadi," katanya.
Selain itu, Agustini menyampaikan tantangan berikutnya adalah pada akses pasar. "Setelah produk berkembang, tugas kita adalah membuka akses pasar yang lebih luas. Saat ini, banyak produk ekonomi kreatif sudah masuk pasar ASEAN, tapi penetrasi ke pasar global lainnya masih menjadi pekerjaan rumah," tambahnya.
Di sisi lain, pejabat di Kemenparekraf itu menjelaskan perbedaan mendasar antara ekonomi kreatif dan usaha mikro, kecil, dan menengah atau UMKM. Pelurusan definisi ini penting sebab agar memudahkan masyarakat memahami keduanya.
"Kalau UMKM itu tentang skala bisnis, sedangkan ekonomi kreatif lebih kepada penambahan nilai ekonomi," ungkapnya.
Lebih jauh, Agustini memaparkan lima subsektor ekonomi kreatif yang tengah diproyeksikan pemerintah untuk berkembang lebih pesat. "Tiga subsektor utama yang menyumbang besar ke PDB (produk domestik bruto) adalah fesyen, kuliner, dan kriya. Namun, ada dua subsektor lain yang kini sedang naik daun, yaitu film dan gim," ujarnya.
Khusus untuk subsektor gim, Agustini mencatat pertumbuhan yang signifikan. "Gim sedang berkembang pesat sebagai bagian dari ekonomi kreatif. Ini menjadi potensi besar untuk terus dikembangkan," jelasnya.
Dengan dukungan teknologi, pengembangan SDM, dan akses pasar yang lebih luas, Agustini optimis sektor ekonomi kreatif Indonesia akan semakin berdaya saing di pasar global.
"Inovasi dan adaptasi adalah kunci untuk mendorong ekonomi kreatif menjadi salah satu penggerak utama perekonomian Indonesia," tutupnya.
Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (Menkop UKM) Teten Masduki mengungkapkan, ekspor ekonomi kreatif (ekraf) memiliki potensi yang cukup besar. Hal ini dibuktikan dengan peningkatan nilai ekspor dibandingkan dengan tahun 2023.
“Pada semester 1 tahun 2024, nilai ekspor ekonomi kreatif (ekraf) tembus 12,36 miliar USD atau Rp197,8 triliun atau naik 4,46 persen ketimbang nilai ekspor ekraf pada semester 1 tahun 2023,” kata Teten saat membuka pameran INACRAFT on October 2024 di Jakarta Convention Center (JCC), Senayan, Rabu, 2 Oktober 2024.
Dari jumlah tersebut, ekspor kriya masuk ke dalam salah satu komoditas yang mendominasi dengan nilai 4,755,79 juta USD. Menurutnya, peningkatan ekspor kira terjadi karena ada peningkatan permintaan pasar global secara signifikan kepada produk buatan anak bangsa.
Teten menyebut sektor kriya merupakan salah satu sektor menarik karena masuk di dalam 3 sektor unggulan ekonomi kreatif. Ia berharap sektor kriya dapat terus diperbaiki potensinya melalui pameran, baik lokal dan internasional agar permintaan produk kria terus meningkat.
Oleh karena itu, pihaknya mendukung penuh pameran INAKRAFT on October 2024 dan mengupayakan agar pameran ini dapat menjadi wadah pelau usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) mengembangkan inovasi. Adapun inovasi yang dikembangkan adalah memanfaatkan kekayaan budaya Nusantara sebagai keunggulan di pasar global.
“Bicara INAKRAF di dunia kita gak ada tandingannya. Percaya itu! Karena itu ini satu potensi ekonomi Yang harus kita tembangkan ekosistem bisnisnya Sehingga kita betul-betul bisa menguasai pasar global,” kata Teten.
Ia mengungkapkan bahwa sektor kriya berkontribusi sebesar 15 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) nasional. Menurutnya, angka ini menjadi salah satu penopang utama PDB kita dan memiliki potensi besar untuk terus berkembang.
Politisi dari Partai Demokrasi Perjuangan Indonesia (PDI) itu mengungkapkan bahwa pemerintah menaruh harapan besar kepada sektor kriya dalam hal meningkatkan PDB agar dapat lepas dari jerat middle income class yang telah berlangsung sejak 30 tahun.
Lebih jauh, lanjut Teten, sektor kriya tidak hanya baik dalam hal memperkuat Indonesia dalam kancah industri prabot, tapi juga berkontribusi nyata terhadap upaya global mengurangi sampah plastik.
Berdasarkan penelitian Kemenkop UKM dan UNDP pada tahun 2021 menunjukkan pengusaha muda yang bergerak di sektor kriya cenderung beralih ke bisnis yang ramah lingkungan.
“Sebanyak 84 persen tertarik pada bisnis ramah lingkungan, 58 persen memulai bisnis untuk memperbaiki lingkungan, dan 56 persen memproduksi pakaian ramah lingkungan, Produk rendah karbon dan sistem pengurangan limbah,” kata Teten. (*)
Artikel ini disediakan untuk tujuan informasi semata dan bukan merupakan ajakan, rekomendasi, atau instruksi untuk membeli atau menjual saham. Segala bentuk analisis dan rekomendasi saham sepenuhnya berasal dari pihak analis atau sekuritas yang bersangkutan. KabarBursa.com tidak bertanggung jawab atas keputusan investasi, kerugian, atau keuntungan yang timbul akibat penggunaan informasi dalam artikel ini. Keputusan investasi sepenuhnya merupakan tanggung jawab investor. Investor diharapkan melakukan riset independen dan mempertimbangkan risiko dengan cermat sebelum mengambil keputusan investasi.