Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

Indonesia Kena PPN 12 Persen, Vietnam Justru Beri Diskon Pajak Jadi 8 Persen

Rubrik: Makro | Diterbitkan: 12 December 2024 | Penulis: Moh. Alpin Pulungan | Editor: Redaksi
Indonesia Kena PPN 12 Persen, Vietnam Justru Beri Diskon Pajak Jadi 8 Persen

KABARBURSA.COM - Saat Indonesia memutuskan menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai atau PPN 12 persen mulai Januari 2025, Vietnam justru mengambil jalan berbeda. Di negeri itu, pemerintahnya resmi memperpanjang diskon PPN dari 10 persen menjadi 8 persen hingga Juni 2025.

Dilansir dari Vietnam Briefing, Kamis, 12 Desember 2024, keputusan ini diketok palu oleh Majelis Nasional Vietnam pada 30 November 2024 sebagai strategi pemulihan ekonomi nasional yang lagi tertekan perlambatan global.

Kebijakan ini bukan hal baru. Sebelumnya, lewat berbagai regulasi seperti Decree 94/2023 dan Resolution 110/2023, Vietnam sudah memperpanjang diskon pajak ini hingga akhir Desember 2024. Tapi kini, dengan adanya Resolution 142/2024, pesta diskon pajak ini terus berlanjut. Tujuannya meringankan biaya produksi, memacu konsumsi domestik, dan memastikan ekonomi tetap stabil di tengah perlambatan global.

Potongan PPN 2 persen ini berlaku di semua tahap—mulai dari impor, produksi, pengolahan, sampai perdagangan. Tapi, tak semua barang dan jasa masuk daftar potongan harga ini. Ada sejumlah pengecualian seperti telekomunikasi, teknologi informasi, layanan keuangan dan perbankan, asuransi, real estat, hingga produksi logam dan produk kimia.

Sebaliknya, barang-barang yang sebelumnya dikenakan PPN 10 persen tetap menikmati diskon ini, selama memenuhi syarat yang sudah dijelaskan dalam peraturan sebelumnya.

Lapor Pajak Jangan Sampai Salah

Buat perusahaan, diskon pajak ini bukan cuma soal bayar lebih murah. Ada aturan ketat yang harus diikuti. Misalnya, faktur penjualan harus jelas mencantumkan tarif PPN 8 persen untuk barang atau jasa yang mendapatkan diskon. Kalau barang yang dijual punya tarif PPN berbeda-beda, semuanya harus tercantum secara spesifik di faktur.

Jika salah pasang tarif bersiaplah untuk revisi. Baik penjual maupun pembeli harus mematuhi aturan ini. Barang yang mendapat diskon pajak juga wajib dilaporkan dengan formulir khusus yang diajukan bersama pelaporan PPN secara rutin.

Sejak diterapkan pada awal 2024, diskon pajak ini sudah terbukti efektif meringankan biaya produksi dan meningkatkan daya beli konsumen Vietnam. Sektor ritel, otomotif, dan manufaktur adalah yang paling menikmati manfaatnya. Dengan biaya produksi lebih murah, bisnis bisa menawarkan harga kompetitif yang ujung-ujungnya meningkatkan belanja konsumen.

Bagi pemerintah Vietnam, kebijakan ini jelas berisiko menekan pendapatan negara. Proyeksi sementara, penerapan kebijakan ini akan memangkas pendapatan negara hingga VND26,1 triliun (sekitar Rp17,2 triliun). Meski begitu, Majelis Nasional Vietnam sudah menginstruksikan pemerintah untuk tetap menjaga keseimbangan anggaran di 2025.

Buat para pelaku usaha, kebijakan ini jelas membuka peluang besar. Bisnis di sektor yang berhadapan langsung dengan konsumen, seperti ritel dan manufaktur, punya kesempatan untuk mengatur ulang strategi harga dan efisiensi biaya. Tapi jangan lupa, aturan pelaporan pajak tetap harus jadi perhatian serius. Salah strategi, malah bisa kena revisi dan denda.

Indonesia Terapkan PPN 12 Persen

Di Indonesia, pemerintah berencana menerapkan tarif PPN 12 persen mulai 1 Januari 2025. Namun, kebijakan ini akan diterapkan secara selektif hanya untuk barang-barang mewah. Sementara itu, kebutuhan pokok dan layanan dasar seperti pendidikan, kesehatan, dan perbankan tetap dikenakan tarif PPN 11 persen atau bahkan dibebaskan dari PPN.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan diskusi perihal kebijakan tersebut saat ini berada dalam tahap finalisasi.

“Kami sedang merumuskan secara rinci karena kebijakan ini memiliki dampak terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), aspek keadilan, daya beli, dan pertumbuhan ekonomi. Semua perlu diseimbangkan. Diskusi masih berlangsung dan saat ini berada di tahap akhir,” ungkap Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN KiTA, Jumat, 11 Desember 2024.

Ia juga menjelaskan bahwa daftar barang mewah yang akan dikenakan PPN 12 persen tengah dihitung dan dipersiapkan. Nantinya, pengumuman kebijakan ini akan disampaikan bersama Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto.

“Ada wacana bahwa PPN 12 persen hanya diterapkan untuk barang-barang mewah yang dikonsumsi oleh kelompok masyarakat mampu. Kami konsisten menerapkan prinsip keadilan dalam kebijakan ini, dengan tetap memperhatikan pelaksanaan undang-undang, aspirasi masyarakat, kondisi ekonomi, dan keberlanjutan APBN,” jelasnya.

Sri Mulyani menegaskan bahwa sejumlah barang dan jasa, termasuk kebutuhan pokok, tetap akan dibebaskan dari PPN. Barang-barang tersebut meliputi beras, daging, ikan, telur, sayur, susu segar, gula konsumsi, serta jasa pendidikan, kesehatan, angkutan umum, keuangan, asuransi, dan lainnya.

“Barang-barang bebas PPN ini, seperti rumah sederhana, listrik, air minum, dan vaksinasi, akan tetap dikenakan tarif PPN 0 persen. Nilai barang dan jasa yang tidak dipungut PPN diperkirakan mencapai Rp231 triliun pada 2024, dan akan meningkat menjadi Rp265,6 triliun pada 2025,” jelasnya.

Menjelang implementasi PPN 12 persen, Sri Mulyani menekankan bahwa pemerintah terus mendengar aspirasi dari masyarakat, dunia usaha, dan DPR. Ia berkomitmen untuk berhati-hati dalam menjalankan kebijakan ini.

“Kebijakan ini adalah kepentingan bersama. APBN adalah instrumen penting bagi bangsa dan negara, sehingga kita harus menjaga stabilitas ekonomi, melindungi masyarakat, dan memastikan keberlanjutan APBN,” katanya.(*).