KABARBURSA.COM - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengungkapkan bahwa Indonesia mengimpor minyak sebanyak 1 juta barel per hari. Hal ini terjadi di tengah kebutuhan minyak nasional yang mencapai 1,6 juta barel per hari.
“Tantangan utama sektor energi di Indonesia adalah lifting minyak nasional yang saat ini baru mencapai 600.000 barel per hari,” jelas Bahlil, Kamis, 12 Desember 2024.
Ia menyoroti dampak situasi tersebut terhadap perekonomian, khususnya neraca perdagangan, devisa, dan neraca pembayaran.
“Impor sebesar ini tentu mengganggu stabilitas ekonomi kita,” ucap Bahlil.
Bahlil juga menekankan bahwa hilirisasi menjadi kunci untuk mencapai pertumbuhan ekonomi berkelanjutan, sebagaimana diharapkan oleh Presiden Prabowo Subianto.
“Tidak mungkin pertumbuhan ekonomi dapat dicapai tanpa adanya pemicu. Pemicu tersebut adalah investasi, khususnya di sektor hilirisasi,” ujarnya.
Ia menjelaskan bahwa hilirisasi berpotensi menjadi solusi strategis dalam mewujudkan kedaulatan energi nasional.
Di sektor mineral dan batu bara, Bahlil menekankan pentingnya koordinasi yang lebih erat antara Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara (Minerba) Kementerian ESDM dengan Kementerian Investasi.
Ia juga mengapresiasi penyusunan peta jalan hilirisasi 28 komoditas oleh Kementerian Investasi yang dianggap sebagai langkah strategis untuk mendukung pengembangan sektor tersebut.
Dalam upaya transisi energi, Bahlil menyebutkan bahwa pemerintah terus mendorong penggunaan energi baru terbarukan (EBT) sebagai pengganti energi fosil. Salah satu langkah konkret adalah program konversi motor berbahan bakar minyak menjadi motor listrik.
Program ini diharapkan dapat mengurangi konsumsi bahan bakar minyak, mengingat jumlah kendaraan roda dua di Indonesia mencapai 120 juta unit.
“Bayangkan berapa banyak minyak yang kita gunakan hanya untuk motor. Inilah yang akan kita ubah melalui konversi,” tegasnya.
Harga minyak dunia sedikit mengalami kenaikan pada Rabu, 11 Desember 2024 pagi, dengan pelaku pasar mengharapkan adanya lonjakan permintaan di China tahun depan setelah Beijing mengumumkan kebijakan moneter yang lebih longgar untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.
Diktup dari Reuters, pada pukul 01.31 GMT, harga minyak mentah Brent tercatat naik 10 sen, atau 0,14 persen, menjadi USD72,29 per barel. Sementara itu, harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS juga mencatatkan kenaikan 9 sen, atau 0,13 persen, menjadi USD68,68 per barel.
China mengumumkan mereka akan mengadopsi kebijakan moneter yang lebih longgar pada tahun 2025, sebagai upaya untuk mendorong perekonomian melalui pelonggaran kebijakan pertama dalam 14 tahun terakhir.
Pada saat yang sama, impor minyak mentah China juga mengalami pertumbuhan tahunan pertama dalam tujuh bulan pada bulan November, dengan angka yang melonjak lebih dari 14 persen dibandingkan tahun sebelumnya.
Namun, menurut Mukesh Sahdev, Kepala Analisis Minyak di Rystad Energy, perubahan kebijakan China diperkirakan tidak dapat memberikan dorongan signifikan terhadap harga minyak, kecuali jika kebijakan serupa diterapjkan juga di masa pemerintahan Presiden Amerika Serikat (AS) terpilih, Donald Trump.
Kata Sahdev lagi, kebijakan baru tersebut kemungkinan besar hanya akan berfungsi untuk mencegah penurunan harga lebih lanjut.
Di sisi lain, di AS, stok minyak mentah dan bahan bakar menunjukkan kenaikan pada minggu lalu.
Berdasarkan data dari American Petroleum Institute yang dilaporkan pada hari Selasa, 9 Desember 2024, stok minyak mentah meningkat sebanyak 499.000 barel untuk minggu yang berakhir pada 6 Desember. Sementara itu, persediaan bensin naik sebesar 2,85 juta barel, dan stok sulingan bertambah 2,45 juta barel.
Data resmi tentang stok minyak dari Badan Informasi Energi AS (EIA) diperkirakan akan dirilis pada hari Rabu pukul 10:30 ET (1530 GMT). Analis yang disurvei oleh Reuters memprediksi adanya penurunan sebesar 900.000 barel dalam stok minyak mentah, sementara bensin diperkirakan mengalami peningkatan sebesar 1,7 juta barel.
Harga minyak mentah dunia mengalami kenaikan lebih dari 1 persen pada Senin, 9 Desember 2024, waktu setempat akibat meningkatnya risiko geopolitik.
Diketahui, Presiden Suriah Bashar al-Assad berhasil dijatuhkan, sementara ada sinyal dari China mengenai pelonggaran kebijakan moneter untuk pertama kalinya sejak 2010.
Harga minyak Brent tercatat naik sebesar USD1,02 atau 1,4 persen menjadi USD72,14 per barel. Sementara, minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) naik USD1,17 atau 1,7 persen menjadi USD68,37 per barel.
Perubahan rezim di Suriah memicu kekhawatiran tentang meningkatnya ketidakstabilan di kawasan Timur Tengah. Meskipun Suriah bukan penghasil minyak utama, lokasinya yang strategis dan hubungannya dengan Rusia serta Iran menjadikannya memiliki pengaruh geopolitik yang signifikan.
Kejatuhan rezim Assad berpotensi menimbulkan dampak luas ke wilayah negara tetangga, yang memang sudah bergolak. Sebagai tanda awal gangguan di pasar minyak, data pelacakan kapal memperlihatkan adanya sebuah tanker di Laut Merah yang membawa minyak Iran ke Suriah dan berbalik arah.
Sementara itu, China menunjukkan komitmen untuk meningkatkan permintaan domestik dan konsumsi melalui kebijakan moneter yang lebih longgar.
Media pemerintah Xinhua melaporkan bahwa langkah ini merupakan hasil dari rapat Politbiro, di mana China berencana melakukan penyesuaian “tidak konvensional” untuk mendorong pertumbuhan ekonomi di tengah lesunya pasar properti dan penurunan kepercayaan konsumen.
Pelonggaran kebijakan moneter biasanya mencakup peningkatan pasokan uang, penurunan suku bunga, dan pemberian stimulus fiskal.
Analis dari Price Futures Group, Phil Flynn, memperkirakan bahwa jika China benar-benar menerapkan langkah-langkah kebijakan tersebut, hal ini dapat memicu lonjakan harga komoditas secara global.
Namun, perlambatan pertumbuhan ekonomi China juga menjadi salah satu alasan OPEC+ menunda rencana peningkatan produksi minyak hingga April mendatang.
Di sisi lain, eksportir utama seperti Saudi Aramco justru menurunkan harga minyak Januari 2025 untuk pembeli Asia ke level terendah sejak awal 2021, menimbulkan kekhawatiran tentang lemahnya permintaan.
Pasar minyak juga tetap memantau data inflasi AS yang akan dirilis minggu ini, yang berpotensi memperkuat langkah Federal Reserve untuk memangkas suku bunga pada pertemuan Desember.
Penurunan suku bunga dapat menurunkan biaya pinjaman, mendorong aktivitas ekonomi, dan meningkatkan permintaan minyak secara keseluruhan. (*)