KABARBURSA.COM – Pemerintahan Prabowo-Gibran menargetkan pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa mencapai 8 persen. Optimisme ini juga dibarengi dengan sejumlah kebijakan untuk lepas dari middle income trap.
Direktur Kolaborasi Internasional Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Imaduddin Abdulah menilai target pertumbuhan ekonomi sebesar 8 berat untuk dicapai meski Indonesia pernah menjadi negara upper middle income pada tahun 1970-an.
“Kalau kita lihat dalam beberapa tahun terakhir bahkan kalau kita tarik sampai tahun 70-an maka sangat jarang Indonesia itu mengalami pertemuan ekonomi 6-7 persen,” kata Imaduddin dalam diskusi publik bertajuk konflik SDA-Tanah dan Hambatan Investasi, Rabu, 11 Desember 2024.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia hingga mencapai angka 6-7 persen pada masa Orde Baru didorong oleh slow down death effect dan oil boom. Setelah kedua faktor itu tidak lagi terjadi, pertumbuhan ekonomi Indonesia kembali mandek di kisaran 5 persen. Bahkan, ketika terjadi commodity boom, pertumbuhan ekonomi nasional hanya menyentuh angka 5,2 persen.
Imaduddin mengungkapkan, satu-satunya negara di Asia yang ekonominya mampu tumbuh hingga 8 persen adalah China. Negeri Tirai Bambu alias Tiongkok mendapatkan buah manis dari pertumbuhan ekonomi 8 persen tidak dalam waktu singkat, tapi butuh waktu yang cukup panjang.
Menurut Kementerian Keuangan, pertumbuhan ekonomi saat ini sebesar 5 persen yang terdiri dari kontribusi modal 2,5 persen, tenaga kerja 1,6 persen, dan produktivitas total hanya 1 persen.
“Untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, kontribusi modal perlu naik menjadi 3 persen, dan produktivitas total menjadi 1,4 persen. Hal ini menunjukkan bahwa investasi dan peningkatan produktivitas sangat krusial,” katanya.
Nemun, menurutnya, struktur ekonomi Indonesia masih didominasi konsumsi rumah tangga, meskipun mulai menurun. Indikator investasi, seperti PMTB (Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto), menunjukkan tren mengkhawatirkan.
Ia menjelaskan, pada 2023, PMTB hanya 29 persen, padahal seharusnya 35-40 persen untuk mendorong pertumbuhan ekonomi jangka panjang seperti China dan Korea Selatan. Selain itu, peran investasi dalam PDB menurun dari 32 persen pada 2019 menjadi 29 persen pada 2023.
Jika dibandingkan dengan negara-negara BRICS dan tetangga seperti Malaysia, Filipina, Thailand, dan Vietnam, tren investasi Indonesia justru menurun. Investasi asing langsung (foreign direct investment) sebagai stok terhadap PDB menunjukkan anomali ini sejak 2016, meskipun ada Undang-Undang Cipta Kerja.
Sejak 2020-2023, tren penurunan berlanjut meski ada sedikit peningkatan di 2022-2023. Ini menunjukkan bahwa UU Cipta Kerja belum efektif meningkatkan investasi.
Ia menambahkan, ICOR (Incremental Capital-Output Ratio) Indonesia relatif tinggi dibandingkan negara-negara lain seperti Malaysia, Filipina, dan Vietnam.
ICOR yang tinggi, kata Imaduddin, menunjukkan Indonesia memiliki ekonomi yang boros, memerlukan investasi besar untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Penyebabnya antara lain adalah masalah birokrasi, rente ekonomi, dan korupsi yang memperlambat efisiensi investasi.
Seperti diberitakan sebelumnya, Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menegaskan bahwa target pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 8 persen pada tahun 2029 bukanlah sebuah utopia. Hal ini dimungkinkan, mengingat Indonesia pernah mencatatkan angka pertumbuhan serupa di masa lalu.
“Sebagaimana sering kita dengar, Bapak Presiden menargetkan pertumbuhan ekonomi mencapai 8 persen pada tahun 2029. Ini bukan sesuatu yang mustahil, mengingat Indonesia pernah meraih rata-rata pertumbuhan 7,3 persen antara tahun 1986 hingga 1997, bahkan mencapai 8,2 persen pada tahun 1995,” ungkap Menko Airlangga beberapa waktu lalu.
Menko Airlangga menyampaikan bahwa dampak dari pandemi COVID-19 masih terasa, dan hingga kini pertumbuhan perekonomian global belum sepenuhnya pulih seperti sebelum pandemi. Saat ini, rata-rata pertumbuhan ekonomi dunia masih berada pada kisaran 3 persen.
Untuk merangsang pertumbuhan ekonomi, ia menekankan pentingnya pencarian sumber-sumber pertumbuhan baru serta adaptasi terhadap teknologi dan inovasi, demi mencapai pendapatan yang lebih tinggi.
“Pertumbuhan ekonomi global belum kembali ke era sebelum COVID-19. Saat ini, rata-rata pertumbuhannya masih di angka 3 persen. Oleh karena itu, untuk mendorong pertumbuhan, kita perlu mengidentifikasi sumber pertumbuhan baru dan menerapkan teknologi serta inovasi agar dapat meraih pendapatan yang melampaui tingkat pendapatan menengah,” ujarnya.
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan di dalam APBN 2025 pertumbuhan ekonomi masih di atas 5 persen, maka untuk mencapai 8 persen ada program pendukung.
“Ini sedang kami persiapkan,” kata Airlangga.
Dia lalu membeberkan tiga jurus untuk mendorong pertumbuhan ekonomi sebesar 8 persen, yaitu dengan mendorong investasi, membuka pasar ekspor sebanyak-banyaknya dan menggenjot sektor padat karya (labour intensive).
“Nanti para menteri terkait akan melakukan rapat koordinasi untuk menentukan mana-mana saja yang akan menjadi penopang pertumbuhan ekonomi yang baru,” jelas Airlangga.
Beberapa waktu lalu, Presiden Prabowo Subianto mengaku sering diejek karena menargetkan pertumbuhan ekonomi 8 persen dalam lima tahun ke depan. Mantan Menteri Pertahanan (Menhan) dengan santai dan meminta semua pihak menunggu tanggal mainnya.
“Saya sering diejek, apa Prabowo ini mampu pertumbuhan ekonomi mencapai 8 persen, kita dinyinyirin. Ya enggak apa-apa,” kata Prabowo dalam acara BNI Investor Daily Summit di Jakarta Convention Center (JCC), Senayan, Jakarta, Rabu, 9 Oktober 2024.
Prabowo mengaku belajar dari proklamator sekaligus Presiden RI pertama Soekarno (Bung Karno).
“Beliau pernah mengatakan gantungkanlah cita-citamu setinggi langit, kalau kau tidak sampai langit, minimal kau jatuh di antara bintang-bintang,” ujarnya.
Prabowo menyatakan optimis dengan target pertumbuhan ekonomi 8 persen itu. Bahkan ia menantang siapa saja, bagaimana jika realisasinya menyentuh angka 9 persen.
“Mungkin nanti tidak 8 persen, kalau 9 persen bagaimana? Lu enggak percaya kan? Benar enggak? Tunggu tanggal mainnya,” ucapnya.(*)
Artikel ini disediakan untuk tujuan informasi semata dan bukan merupakan ajakan, rekomendasi, atau instruksi untuk membeli atau menjual saham. Segala bentuk analisis dan rekomendasi saham sepenuhnya berasal dari pihak analis atau sekuritas yang bersangkutan. KabarBursa.com tidak bertanggung jawab atas keputusan investasi, kerugian, atau keuntungan yang timbul akibat penggunaan informasi dalam artikel ini. Keputusan investasi sepenuhnya merupakan tanggung jawab investor. Investor diharapkan melakukan riset independen dan mempertimbangkan risiko dengan cermat sebelum mengambil keputusan investasi.