KABARBURSA.COM - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, menyoroti dinamika ekonomi global yang semakin kompleks, terutama akibat penguatan dolar AS, kebijakan proteksionis Amerika Serikat, dan tekanan pada arus modal yang kembali mengalir ke Negeri Paman Sam.
Dalam situasi ini, Indonesia dihadapkan pada tantangan besar untuk menjaga stabilitas ekonomi sambil memanfaatkan peluang yang ada.
Menkeu mengatakan bahwa Indonesia memiliki kesempatan emas untuk memperkuat posisinya dalam perekonomian global melalui optimalisasi rantai pasok komoditas strategis. Dengan posisi ekonomi yang relatif kuat, pemerintah terus merancang kebijakan yang mampu menahan tekanan eksternal sambil mendorong daya saing nasional.
Salah satu cara untuk menghadapi penguatan dolar, tekanan pada arus modal, maupun kebijakan proteksionis Amerika Serikat, serta menanggapi arahan Presiden Prabowo Subianto, Sri Mulyani menekankan pentingnya ketahanan pangan dan energi sebagai kunci utama menghadapi ketidakpastian global.
"Ketahanan di sektor pangan dan energi bukan hanya menjadi benteng pertahanan, tetapi juga peluang bagi Indonesia untuk memperkuat posisinya di tengah dinamika global," kata dia.
Dalam hal ini, pemerintah berkomitmen untuk meningkatkan kapasitas domestik, baik melalui diversifikasi sumber energi maupun upaya mengamankan pasokan bahan pangan strategis. Dengan pendekatan ini, Indonesia diharapkan mampu meminimalkan dampak dari gejolak ekonomi global yang dipicu oleh ketegangan geopolitik dan fluktuasi mata uang.
Salah satu tantangan terbesar yang dihadapi Indonesia adalah dampak dari hubungan dua ekonomi terbesar dunia, Amerika Serikat dan China. Pemerintahan Presiden Trump yang baru terpilih diperkirakan akan melanjutkan kebijakan perdagangan yang proteksionis, termasuk peningkatan tarif terhadap China dan negara-negara lain. Di sisi lain, China masih bergulat dengan tantangan struktural di sektor properti, yang menjadi salah satu penggerak utama ekonominya.
"Ketegangan ini menciptakan ketidakpastian dalam rantai pasok global, yang secara langsung memengaruhi negara-negara berkembang, termasuk Indonesia," jelas Sri Mulyani.
Namun, ia menekankan bahwa tantangan ini juga membuka peluang bagi Indonesia untuk mengisi celah dalam rantai pasok global dan menarik lebih banyak investasi asing.
Penguatan dolar AS menimbulkan tekanan pada mata uang negara berkembang, termasuk rupiah. Namun, Indonesia memiliki modal yang cukup kuat untuk menghadapi situasi ini. Langkah-langkah seperti menjaga cadangan devisa, memperkuat kebijakan moneter, dan mengelola utang dengan hati-hati menjadi bagian dari strategi pemerintah.
Selain itu, pemerintah juga fokus pada penguatan kebijakan domestik di sektor pangan, energi, dan investasi. Dengan memastikan stabilitas harga kebutuhan pokok dan meningkatkan produksi energi domestik, Indonesia dapat mengurangi ketergantungan pada impor, sehingga lebih tahan terhadap fluktuasi nilai tukar.
Meskipun tantangan global semakin besar, Sri Mulyani optimistis bahwa Indonesia dapat menjadi pusat pertumbuhan ekonomi baru.
"Dengan kebijakan yang tepat, kita tidak hanya mampu bertahan tetapi juga mengambil posisi strategis dalam perdagangan internasional," tutupnya.
Melalui langkah-langkah konkret dan strategi yang matang, Indonesia bersiap menghadapi tantangan penguatan dolar AS dan dinamika ekonomi global. Fokus pada ketahanan domestik dan penguatan hubungan internasional menjadi kunci untuk memastikan stabilitas ekonomi di tengah perubahan global yang dinamis.
Terpilihnya Donald Trump sebagai Presiden Amerika Serikat (AS) untuk periode kedua menambah ketidakpastian dalam perekonomian global. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, menyoroti sejumlah dinamika yang muncul akibat perubahan ini, terutama terkait kebijakan ekonomi dan perdagangan yang diprediksi akan semakin akseleratif dibandingkan dengan periode pertama kepemimpinannya.
Kebijakan fiskal Trump yang dikenal populis, termasuk pemotongan pajak yang agresif, diperkirakan akan memperbesar defisit anggaran AS. Kondisi ini dapat memengaruhi stabilitas ekonomi global, terutama melalui dampaknya pada pasar keuangan dan arus modal.
Sri Mulyani menjelaskan bahwa pelebaran defisit ini berpotensi mendorong kenaikan imbal hasil obligasi AS (US Treasury), yang pada gilirannya memengaruhi pergerakan modal internasional. Inflasi yang sulit terkendali di AS juga dapat memengaruhi keputusan Federal Reserve terkait suku bunga acuan, yang diharapkan semula mulai menurun.
Selain itu, Trump telah menunjukkan kecenderungan untuk menggunakan tarif perdagangan sebagai instrumen strategis. Ancaman pengenaan tarif hingga 100 persen pada negara-negara yang tidak menggunakan dolar AS sebagai alat tukar menambah ketegangan di panggung global.
Langkah ini bukan hanya sekadar kebijakan ekonomi, tetapi juga alat dalam persaingan geopolitik dan keamanan internasional. Hal ini semakin memperumit dinamika perdagangan global, termasuk kemungkinan gangguan pada rantai pasok.
Dampaknya sudah terlihat pada pasar keuangan global, yang bereaksi dengan kecenderungan investor mencari aset-aset yang dianggap lebih aman. Ketidakpastian kebijakan AS di bawah Trump jilid dua membuat prospek investasi global semakin berisiko.
Perubahan kebijakan yang cepat dan sering kali tidak terduga menciptakan tekanan pada negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, yang harus bersiap menghadapi penguatan dolar AS dan peningkatan aliran modal kembali ke AS.
Sri Mulyani menegaskan bahwa pemerintah Indonesia harus mengantisipasi dinamika ini dengan langkah strategis untuk menjaga stabilitas ekonomi domestik. Penguatan dolar AS dapat memberikan tekanan tambahan pada nilai tukar rupiah dan perekonomian nasional.
Dalam konteks ini, kebijakan yang berfokus pada pengelolaan arus modal, diversifikasi perdagangan, dan penguatan sektor domestik menjadi sangat penting.
Di tengah ketegangan global ini, Sri Mulyani juga mencatat bahwa hubungan AS dengan negara-negara lain, termasuk Rusia, mungkin akan mengalami perubahan signifikan. Selain itu, isu perubahan iklim juga diprediksi menjadi medan konflik kebijakan baru, dengan kemungkinan Trump mengabaikan komitmen-komitmen internasional sebelumnya.
Dalam menghadapi tantangan yang semakin kompleks ini, Indonesia perlu mempersiapkan langkah-langkah mitigasi yang solid. Fokus pada ketahanan ekonomi domestik, penguatan kerja sama internasional, dan kebijakan fiskal yang hati-hati menjadi kunci untuk menjaga stabilitas dan memastikan perekonomian nasional tetap tumbuh di tengah ketidakpastian global yang semakin intens.(*)