Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

Sulitnya Menahan FOMO Bitcoin, dari Seharga Pizza hingga Lamborghini

Rubrik: Makro | Diterbitkan: 09 December 2024 | Penulis: Moh. Alpin Pulungan | Editor: Redaksi
Sulitnya Menahan FOMO Bitcoin, dari Seharga Pizza hingga Lamborghini

KENAIKAN harga Bitcoin yang akhirnya menembus angka USD100.000 memang bikin banyak orang ngiler, termasuk investor ritel dan institusional. Ini adalah momen yang bikin kita FOMO alias Fear of Missing Out. Fenomena ini muncul ketika rasa takut ketinggalan momentum mulai menyerang dan akhirnya mendorong orang-orang buat buru-buru masuk ke pasar, meskipun harga sudah selangit.

Menurut Tokocrypto, efek FOMO ini jelas banget kelihatan saat harga Bitcoin melonjak, apalagi sekarang narasi bahwa harga bisa naik lebih tinggi terus digaungkan. CEO Pantera Capital, Dan Morehead, malah optimis harga Bitcoin bisa sampai ke USD740.000 (Rp11,70 miliar dengan kurs saat ini Rp15.800-an) pada April 2028. Kalau dengar angka segitu, siapa yang enggak gatal pengen ikut-ikutan, kan?

Tapi jangan salah, FOMO ini bukan cuma masalah “eh aku enggak mau ketinggalan untung nih.” Ini reaksi psikologis alami yang sering muncul, terutama pas harga suatu aset—dalam hal ini Bitcoin—naik tajam. Orang jadi merasa takut kalau mereka enggak ikut masuk sekarang, bakal rugi besar. Masalahnya, banyak yang nekat beli di harga tinggi tanpa mikir panjang, cuma karena terjebak euforia.

Chief Marketing Officer (CMO) Tokocrypto, Wan Iqbal, bilang kalau kenaikan harga Bitcoin yang sudah tembus USD100.000 itu nunjukin minat terhadap aset digital makin besar. Fenomena ini juga kemungkinan bakal terasa di pasar Indonesia, apalagi investor ritel sering kebawa arus FOMO.

Menurut dia, sentimen pasar yang lagi optimis bakal menarik banyak investor baru, entah buat investasi jangka panjang atau sekadar trading harian. “Sejarah menunjukkan lonjakan harga Bitcoin sering diikuti oleh aliran likuiditas ke altcoin, yang pada akhirnya mendorong diversifikasi portofolio dan memperbesar nilai transaksi kripto secara keseluruhan,” kata Iqbal dalam keterangan tertulisnya, Jumat pekan lalu.

[caption id="attachment_104808" align="alignnone" width="1179"] Harga Bitcoin per 9 Desember 2024. Sumber: Coin Market Cap[/caption]

Di satu sisi, kenaikan ini bikin banyak orang yang tadinya ragu jadi pengen ikut masuk pasar kripto. Tapi, rasa cemas karena takut telat masuk juga bikin banyak yang gegabah, enggak mikir risiko jangka panjang, dan akhirnya cuma ikut-ikutan. Fenomena ini bukan cuma terjadi di kalangan investor pemula, tapi juga institusional yang mungkin sudah tahu risikonya. Sialnya, mereka tetap kena magnet FOMO karena prospek keuntungan terlihat besar.

Tokocrypto mencatat sejak awal tahun, harga Bitcoin sudah naik 131 persen. Lonjakan ini jadi semacam katalis yang bikin investor mulai lirik altcoin bahkan meme coin.

Meski begitu, investasi di tengah euforia tetap harus pakai akal sehat. Pasar kripto itu volatile alias turun naiknya parah banget. Hari ini naik, besok bisa jungkir balik. Para ahli menyarankan untuk fokus pada strategi jangka panjang, bukan cuma ikut-ikutan. Jadi, sebelum memutuskan masuk pasar, pastikan sudah paham risikonya. Kalau enggak, FOMO yang awalnya bikin semangat malah bisa jadi bumerang.

“Dengan begitu, investor dapat menghindari kesalahan yang sering dilakukan oleh mereka yang terjebak dalam euforia pasar dan membuat keputusan investasi yang lebih sehat dan terukur,” kata Iqbal.

Prediksi Harga Bitcoin yang Makin Fantastis

Robert Kiyosaki, penulis buku Rich Dad Poor Dad, percaya setelah Bitcoin berhasil melewati angka USD100.000, dominasi aset ini akan berpindah ke individu dan institusi ultra kaya. Mulai dari korporasi besar, bank, hingga dana kekayaan negara, mereka diprediksi akan memegang kendali.

Kiyosaki bahkan mendorong para investor untuk membeli lebih awal agar tidak kehilangan peluang investasi yang ia sebut sebagai “potensial.” Ia juga berpendapat bahwa FOMO, dalam konteks Bitcoin, adalah hal yang baik.

Sementara itu, Trader Tardigrade punya analisis lain yang tak kalah optimis. Menurutnya, Bitcoin bisa melonjak hingga 457 persen, dengan estimasi harga berada di kisaran USD260 ribu (Rp4,10 miliar) hingga USD390 ribu (Rp6,16 miliar).

Di sisi lain, Max Keiser, salah satu nama besar di dunia Bitcoin, menyatakan potensi Bitcoin jauh lebih besar dari sekadar lonjakan harga. “Pasar total yang bisa dijangkau oleh Bitcoin adalah seluruh sektor keuangan di dunia, sekitar USD400 triliun,” ujarnya dalam video yang diunggah oleh kanal Simply Bitcoin.

Optimisme serupa juga datang dari CEO Pantera Capital, Dan Morehead. Ia memproyeksikan harga Bitcoin bisa mencapai USD740.000 pada April 2028. Menurut Morehead, prediksi ini didukung oleh faktor seperti adopsi institusional yang makin masif dan peran Bitcoin sebagai aset digital global.

Jika target ini tercapai, kapitalisasi pasar Bitcoin diperkirakan akan tembus USD15 triliun (Rp237 kuadriliun). Angka ini, katanya, masih masuk akal, mengingat total nilai aset keuangan global saat ini mencapai USD500 triliun (Rp7.900 kuadriliun).

Greg Cipolaro, Kepala Riset Global di NYDIG, juga menyebut harga Bitcoin berpotensi naik hingga USD170 ribu, atau sekitar Rp2,7 miliar dengan kurs saat ini. Bahkan, indikator lainnya menunjukkan bahwa puncak harga Bitcoin bisa berada di kisaran USD309 ribu (Rp4,88 miliar) dalam beberapa bulan mendatang.

Prediksi-prediksi ini menunjukkan satu hal: di dunia Bitcoin, tidak ada yang dianggap mustahil. Tapi di balik optimisme itu, penting untuk tetap ingat bahwa volatilitas adalah bagian dari permainan.

Perjalanan Bitcoin hingga Tembus USD100 Ribu

Pada Mei 2010, seorang penggemar awal mata uang kripto, Laszlo Hanyecz, membuat sejarah dengan membeli dua pizza Papa John’s menggunakan Bitcoin. Transaksi ini dianggap sebagai pembelian pertama menggunakan mata uang digital. Laszlo menghabiskan 10.000 Bitcoin, yang saat itu bernilai sekitar USD40. Tapi siapa sangka, pembelian sederhana ini kelak menjadi makan malam termahal dalam sejarah.

Akhir November lalu, harga satu Bitcoin melampaui USD100.000, sebuah tonggak besar bagi aset finansial yang dulu sering dianggap remeh sebagai tren sementara. Jika dihitung dengan harga Bitcoin saat ini, dua pizza itu sekarang bernilai USD1 miliar (Rp15,8 triliun dengan kurs Rp15.800).

Bitcoin awalnya hanyalah “proyek eksperimental untuk para hobiis,” kata Finn Brunton, penulis buku sejarah cryptocurrency. “Melihat posisinya sekarang adalah sebuah pencapaian yang benar-benar luar biasa.”

Bisa dibilang Bitcoin resmi masuk liga utama ekonomi global setelah harganya melampaui USD100.000. Raksasa Wall Street dan investor amatir mulai menerimanya dengan tangan terbuka. Hal itu membuktikan bahwa aset yang dijuluki emas digital ini bukan sekadar tren sementara.

Padahal, kalau mundur sedikit ke 2022, Bitcoin sempat anjlok ke bawah USD17.000 gara-gara runtuhnya FTX, salah satu bursa kripto terbesar. Industri ini sempat limbung, tapi 2024 menjadi tahun kebangkitannya.

Salah satu faktor kebangkitan ini adalah kebijakan baru di Amerika. Regulator federal AS kini mengizinkan perusahaan Wall Street menawarkan produk finansial berbasis Bitcoin. Miliaran dolar investasi baru pun mulai mengalir.

Tapi bukan cuma itu. Kemenangan Donald Trump dalam pemilu 2024 jadi pemicu lain. Para penggemar kripto bahkan menyebutnya sebagai presiden “pertama” yang benar-benar mendukung Bitcoin. Dalam kampanyenya, Trump terang-terangan memproklamirkan dirinya sebagai penggemar Bitcoin.

Hasilnya? Dalam hitungan bulan, investor Bitcoin berubah dari mengeluhkan regulasi ketat era Biden jadi pamer Lamborghini di media sosial. Para bos besar kripto bahkan menggelontorkan sekitar USD135 juta untuk mempengaruhi pemilu AS. Sekarang mereka mulai memetik hasilnya.

Bulan lalu, Gary Gensler, ketua Securities and Exchange Commission (SEC) yang dikenal galak terhadap kripto, mengumumkan ia akan mundur pada 20 Januari 2025. Beberapa jam sebelum Bitcoin mencapai rekor baru, Trump menunjuk Paul Atkins sebagai ketua SEC berikutnya.

Paul Atkins dikenal sebagai pendukung aset digital. Ini jelas membawa harapan baru bagi dunia kripto. “Saat ini ada semangat yang luar biasa besar di industri ini,” kata Jeremy Allaire, CEO Circle, perusahaan kripto besar di AS. “Energi positif di mana-mana.”

Apa Dampaknya untuk Indonesia?

Kita mungkin akan bertanya apa hubungan semua ini dengan Indonesia? Jangan salah, perubahan kebijakan di AS sering banget bikin efek domino, termasuk di pasar kripto kita.

Optimisme di dunia kripto global biasanya menular ke Indonesia. Kalau Bitcoin terus naik dan hype semakin besar, bakal banyak orang Indonesia yang penasaran dan ikut-ikutan investasi. Mulai dari anak muda yang mencari cuan cepat, sampai institusi yang ingin diversifikasi portofolio, semua bisa kena demam Bitcoin.

Dengan jumlah pengguna kripto di Indonesia yang terus bertambah, situasi ini bisa bikin adopsi aset digital makin luas. Bukan cuma untuk investasi, tapi juga untuk transaksi sehari-hari. Siapa tahu, bayar kopi pakai Bitcoin bakal jadi tren baru?

Saat ini, regulasi kripto di Indonesia masih di bawah pengawasan ketat Bappebti. Tapi kalau Amerika Serikat mulai melonggarkan aturan dan pasar kripto jadi lebih stabil, ada peluang Indonesia bakal menyesuaikan kebijakannya.

Pemerintah mungkin mulai melirik kripto sebagai bagian dari ekonomi digital yang harus didukung. Bisa jadi, aturan baru yang lebih ramah terhadap startup blockchain atau perusahaan lokal di sektor ini bakal muncul.

Selain itu, optimisme global terhadap kripto bisa jadi momen emas buat startup blockchain di Indonesia. Dengan investor internasional yang lebih percaya diri masuk ke pasar ini, startup lokal bisa dapet suntikan dana untuk mengembangkan teknologi mereka.

Tapi jangan lupa, dunia kripto ini penuh drama. Harga Bitcoin memang lagi melambung, tapi risiko turun tiba-tiba tetap ada. Kalau euforia ini bikin banyak orang Indonesia spekulasi tanpa paham risikonya, bisa-bisa ada yang nyangkut di harga atas lalu terjun drastis.

Di sisi lain, adopsi Bitcoin bisa membantu UKM dan bisnis kecil untuk lebih terhubung dengan pasar global. Tapi, pemerintah juga harus hati-hati. Risiko pencucian uang, pendanaan ilegal, sampai dampak lingkungan dari penambangan Bitcoin harus tetap diawasi.

Angin segar dari Amerika ini jelas membawa peluang besar buat dunia kripto, termasuk di Indonesia. Tapi, seperti biasa, peluang besar datang dengan tanggung jawab besar. Kalau regulasi dan edukasi pasar berjalan seimbang, Indonesia bisa banget memanfaatkan momentum ini untuk jadi pemain penting di ekonomi digital global.

Strategi Investasi Kripto di Ambang Tahun Baru

Bagi yang ingin terjun ke dunia kripto, akhir 2024 adalah momen menarik sekaligus penuh tantangan. Beberapa strategi ini bisa menjadi panduan:

1. Diversifikasi Portofolio

Jangan taruh semua uang di Bitcoin, meskipun harganya sedang naik. Alokasikan sebagian ke altcoin seperti XRP atau Sui yang memiliki potensi besar. Tapi ingat, altcoin biasanya lebih volatil dibandingkan Bitcoin.

2. Gunakan Strategi Dollar-Cost Averaging (DCA)

Metode DCA memungkinkan Anda membeli kripto secara bertahap sehingga mengurangi risiko beli di harga puncak. Misalnya, alokasikan USD50 (sekitar Rp793.250) per bulan untuk membeli Bitcoin atau altcoin.

3. Pantau Perkembangan ETF dan Regulasi

ETF Bitcoin telah menjadi game changer tahun ini. Jika ETF untuk XRP disetujui, potensi kenaikan bisa luar biasa. Selain itu, pantau perkembangan regulasi, terutama di bawah pemerintahan Trump yang pro-kripto.

4. Tetap Bijak di Tengah Euforia

Meski pasar sedang naik, jangan terbawa hype. Gunakan uang dingin, bukan dana untuk kebutuhan harian, sehingga risiko kerugian bisa diminimalkan.

Bitcoin dan altcoin seperti XRP, Dogecoin, dan Sui menawarkan peluang besar menjelang 2025. Namun, dunia kripto tetap penuh dengan risiko. Volatilitas harga dan ketidakpastian regulasi adalah tantangan utama yang harus dihadapi investor.

Bagi yang ingin mencoba, penting untuk tetap bijak dan tidak terbawa euforia. Dengan strategi yang tepat, tahun 2025 bisa menjadi awal baru yang menjanjikan bagi portofolio investasi Anda.(*)