Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

Pemerintah Tekan Impor Garam Industri di 2025, Angin Segar bagi Tiga Emiten ini

Rubrik: Makro | Diterbitkan: 09 December 2024 | Penulis: Yunila Wati | Editor: Redaksi
Pemerintah Tekan Impor Garam Industri di 2025, Angin Segar bagi Tiga Emiten ini

KABARBURSA.COM - Rencana pemerintah untuk mengurangi ketergantungan pada impor garam industri di 2025, membawa angin segar bagi sejumlah emiten. Sebut saja PT Chandra Asri Pacific Tbk (TPIA), Matora indah Tbk (MYOR), dan Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF).

Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan (Zulhas), mengumumkan langkah signifikan dalam mengurangi ketergantungan Indonesia pada impor garam industri. Dalam sebuah konferensi pers yang digelar pada Senin, 9 Desember 2024, Zulhas mengungkapkan bahwa volume impor garam industri akan dipangkas menjadi 1,7 juta ton. Ini adalah angka terendah dalam satu dekade terakhir.

Meskipun permintaan untuk garam industri diperkirakan mencapai hampir 2,5 juta ton, pemerintah memutuskan untuk hanya memberikan alokasi impor sebesar 1,7 juta ton. Kekurangan sebesar 800 ribu ton tersebut diharapkan dapat dipenuhi melalui pengolahan garam lokal oleh PT Garam, yang diharapkan semakin meningkatkan kapasitas produksi dalam negeri selama dua tahun mendatang.

Pengurangan impor ini menjadi bagian dari upaya besar pemerintah untuk mendongkrak ketahanan pangan nasional dan mengurangi ketergantungan pada impor, khususnya untuk garam yang digunakan dalam sektor industri.

Garam impor yang diperbolehkan masuk akan diperuntukkan bagi industri tertentu, seperti klor-alkali, petrokimia, kertas, oleokimia, tekstil, dan pemurnian logam. Sementara itu, kebutuhan garam untuk industri lainnya diharapkan dapat dipenuhi melalui garam lokal yang diolah oleh PT Garam, sebuah perusahaan yang berperan penting dalam pemenuhan pasokan garam dalam negeri.

Data dari Badan Pusat Statistik (BPS), menunjukkan bahwa Indonesia mengimpor 2,3 juta ton garam pada tahun 2023. Pada periode Januari hingga Oktober 2024, realisasi impor sudah mencapai 2,04 juta ton. Pemerintah berencana mengurangi impor ini lebih lanjut pada 2025, dengan komitmen untuk tidak lagi mengimpor garam konsumsi.

Zulhas menegaskan bahwa stok garam konsumsi nasional sampai akhir 2024 tercatat mencapai 800 ribu ton, sementara proyeksi kebutuhan untuk tahun depan hanya sekitar 500 ribu hingga 600 ribu ton. Dengan demikian, pemerintah memutuskan untuk menghentikan impor garam konsumsi pada tahun 2025, memastikan kecukupan pasokan dari produksi dalam negeri.

Rencana pemerintah ini juga mencakup target jangka panjang untuk swasembada garam, yang ditargetkan tercapai pada tahun 2027.

Badan Pangan Nasional (Bapanas), yang turut terlibat dalam perencanaan ini, menegaskan bahwa salah satu fokus utama adalah meningkatkan kemampuan produksi garam lokal, khususnya untuk memenuhi kebutuhan industri.

Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi, menjelaskan bahwa salah satu tantangan besar adalah memenuhi standar kemurnian garam yang dibutuhkan oleh industri, seperti garam dengan tingkat kemurnian 98 persen untuk industri klor-alkali (CAP). Untuk itu, pemerintah berencana mendorong pengembangan teknologi pengolahan garam, guna memenuhi kebutuhan kualitas garam yang lebih tinggi bagi sektor-sektor tertentu.

Sementara itu, Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Putu Juli Ardika, memastikan bahwa tidak ada impor garam pangan pada tahun 2025. Pemerintah kini berfokus pada peningkatan teknologi pengolahan garam agar dapat memenuhi berbagai standar industri, termasuk kebutuhan industri makanan dan minuman yang memerlukan garam dengan kemurnian antara 94 persen hingga 96 persen, serta industri kimia dan farmasi yang membutuhkan kemurnian lebih tinggi.

Putu menambahkan bahwa meskipun masih ada ruang untuk diskusi terkait kualitas dan kapasitas produksi, pemerintah bertekad untuk meningkatkan teknologi produksi garam dalam negeri guna mendukung swasembada komoditas penting ini.

Dengan berbagai kebijakan dan langkah strategis ini, pemerintah Indonesia tidak hanya berupaya mengurangi ketergantungan pada impor garam, tetapi juga berkomitmen untuk memperkuat sektor industri dalam negeri melalui peningkatan kapasitas dan kualitas produk yang dihasilkan.

Ini juga menjadi bagian dari upaya untuk mempercepat hilirisasi industri dan menciptakan ketahanan pangan yang lebih baik bagi masa depan.

Ketergantungan Terhadap Garam

PT Chandra Asri Petrochemical Tbk (TPIA), sebuah perusahaan yang bergerak di sektor petrokimia. Bagi TPIA, garam berperan sangat penting, khususnya dalam proses produksi klor-alkali (CAP), yang digunakan untuk menghasilkan klorin, soda kaustik, dan produk lainnya. Garam dengan tingkat kemurnian tinggi diperlukan dalam proses elektrolisis untuk memproduksi klor dan soda kaustik.

Sebagai produsen utama di sektor petrokimia di Indonesia, TPIA menghasilkan produk-produk seperti PVC (polivinil klorida), yang digunakan dalam berbagai aplikasi mulai dari bahan bangunan hingga kabel listrik, memerlukan klorin sebagai salah satu bahan bakunya.

Oleh karena itu, jika garam industri lokal dapat memenuhi kebutuhan industri CAP, hal ini dapat berdampak langsung pada kelancaran produksi TPIA. Jika kebijakan pengurangan impor garam diberlakukan, TPIA mungkin harus memastikan ketersediaan pasokan garam lokal dengan kualitas yang sesuai untuk menghindari gangguan pada proses produksi.

PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF), yang bergerak di sektor pangan dan makanan, juga sangat membutuhkan garam dalam proses produksinya. Garam adalah bahan baku utama dalam industri makanan, terutama dalam produk-produk seperti makanan olahan, bumbu, dan produk makanan lainnya yang memerlukan pengawetan atau penambah rasa.

Pada dasarnya, hampir semua produk makanan yang diproduksi oleh Indofood, seperti mi instan, biskuit, saus, dan produk-produk makanan lainnya, membutuhkan garam sebagai bahan baku.

Namun, karena kebutuhan garam Indofood lebih kepada garam konsumsi, dampak kebijakan tersebut bisa lebih terbatas, mengingat pemerintah berencana untuk tidak lagi mengimpor garam konsumsi pada 2025.

Selanjutnya adalah PT Mayora Indah Tbk (MYOR). Sama halnya dengan Indofood, Mayora sebagai perusahaan makanan dan minuman juga bergantung pada garam untuk produk olahannya, termasuk biskuit, makanan ringan, permen, dan minuman instan. Garam digunakan sebagai bahan pengawet, penambah rasa, dan pengatur kelembapan produk.

Namun, jika pemerintah berhasil meningkatkan kualitas dan ketersediaan garam lokal, dampak terhadap Mayora bisa diminimalkan, karena perusahaan ini kemungkinan dapat beralih ke garam lokal tanpa mengalami masalah besar.

Jadi, meskipun ketergantungan pada garam berbeda-beda, perusahaan-perusahaan ini akan memantau kebijakan pemerintah dengan cermat untuk menilai apakah pasokan garam lokal dapat memenuhi standar kualitas yang dibutuhkan untuk mendukung proses produksi mereka.(*)