Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

Subsidi Energi Salah Sasaran, Sebaiknya Dialihkan ke Perumahan

Rubrik: Makro | Diterbitkan: 09 December 2024 | Penulis: Ayyubi Kholid | Editor: Redaksi
Subsidi Energi Salah Sasaran, Sebaiknya Dialihkan ke Perumahan

KABARBURSA.COM - Satuan Tugas (Satgas) Perumahan mengkritik kebijakan subsidi energi, seperti gas elpiji 3 kilogram dan bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertalite. Kebijakan tersebut dinilai tidak tepat sasaran karena lebih banyak dinikmati oleh kelompok masyarakat menengah ke atas.

Dengan alasan itu, anggaran subsidi perumahan sebaiknya dialihkan untuk mendukung pembangunan sektor perumahan.

“Dana subsidi energi ini sebaiknya diarahkan ke program-program yang lebih mendesak, seperti subsidi perumahan,” kata Tim Satgas Perumahan dalam ‘Buku Putih’ yang dirilis, Minggu, 8 Desember 2024.

Menurut Satgas, pengalihan anggaran tersebut bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) sekaligus menekan angka backlog perumahan.

Berdasarkan Data Buku Putih menunjukkan hingga akhir 2024 sebanyak 9,9 juta keluarga di Indonesia belum memiliki rumah, sementara 26,9 juta rumah tangga masih tinggal di hunian tidak layak.

Pulau Jawa menjadi wilayah dengan backlog tertinggi, diikuti oleh Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua.

Ketua Umum DPP Realestat Indonesia (REI) sekaligus anggota Satgas Perumahan, Joko Suranto menyatakan bahwa anggaran yang sekarang ini diperuntukkan bagi subsidi energi akan lebih bermanfaat jika dialihkan untuk subsidi angsuran rumah masyarakat.

“Subsidi energi, seperti elpiji dan bensin, jika dihitung kurang tepat sasaran. Maka, dana ini lebih baik diarahkan langsung kepada masyarakat untuk membantu pembayaran angsuran rumah,” kata Joko, Senin, 9 Desember 2024.

Joko menjelaskan, anggaran subsidi energi yang digelontorkan pemerintah setiap tahun mencapai Rp250 triliun. Dengan mengalihkannya, anggaran tersebut dapat dimanfaatkan secara lebih efektif. Sebagai contoh, ia menyebut subsidi bahan bakar saat ini banyak dinikmati pemilik mobil yang setiap bulannya menerima manfaat senilai Rp600.000 hingga Rp800.000.

“Orang yang mampu justru lebih banyak menikmati subsidi ini, dan inilah yang akan ditransformasikan,” jelas Joko.

79.925 Hektar Lahan Terlantar akan Dibangun 3 Juta Rumah

Sementara itu, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) mengungkapkan ada seluas 79.925 hektare lahan yang tersebar di berbagai wilayah Indonesia. Lahan ini berpotensi digunakan untuk mendukung program pembangunan 3 juta rumah.

Menteri ATR/BPN Nusron Wahid menjelaskan bahwa tanah tersebut berasal dari lahan terlantar yang tercatat sejak 2010 hingga 2024.

“Lahan terlantar ini tersedia untuk permukiman dengan total luas 79.925 hektare yang tersebar di seluruh Indonesia,” kata Nusron di Jakarta, Minggu, 8 Desember 2024.

Meski demikian, Nusron menekankan bahwa pihaknya masih memerlukan kajian lebih lanjut untuk memastikan kelayakan lahan-lahan tersebut sebagai kawasan permukiman. Hingga saat ini, potensi ekonomi dari sebagian besar lahan tersebut masih belum sepenuhnya dipetakan.

Kementerian ATR/BPN berencana untuk bekerja sama dengan pengembang properti guna menilai kesesuaian lahan-lahan tersebut. Nusron juga mengajak para pengembang untuk berdialog selama kunjungan ke daerah guna membahas potensi pemanfaatan lahan.

“Kami ingin berdiskusi dengan para developer untuk memperoleh masukan dan data latar belakang terkait lahan-lahan ini,” ujarnya.

Sebelumnya, Kementerian ATR/BPN telah mengalokasikan 157 hektare lahan untuk mendukung program pembangunan 3 juta rumah yang digagas oleh Presiden Prabowo Subianto.

Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Maruarar Sirait menyambut baik langkah tersebut dan menyebutkan dua wilayah yang dianggap potensial, yakni Mojokerto, Jawa Timur (151 hektare), dan Tangerang, Banten (6 hektare), yang sudah disiapkan untuk program ini.

“Lahan di Mojokerto dengan status Hak Guna Bangunan (HGB) sudah siap untuk survei, sementara di Tangerang tersedia 6 hektare,” papar Nusron.

Ara menjelaskan bahwa program ini akan memprioritaskan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), pegawai negeri sipil (PNS) dengan pendapatan rendah, serta anggota TNI dan Polri.

Nusron menambahkan bahwa pembebasan lahan untuk program ini ditargetkan selesai dalam 100 hari pertama masa jabatannya.

“Kami optimis dalam 100 hari, Insya Allah, alokasi lahan dapat diselesaikan,” tegas Nusron.

Kementerian ATR/BPN juga mengungkapkan adanya potensi lahan terlantar seluas 1,3 juta hektare yang masih perlu dikaji lebih lanjut untuk menentukan kelayakannya sebagai kawasan permukiman. Nusron menyebutkan bahwa tidak semua lahan tersebut cocok untuk pembangunan rumah.

“Dari total 1,3 juta hektare, tidak semuanya ideal untuk perumahan. Tim kami masih bekerja untuk menentukan lahan yang benar-benar layak,” pungkas Nusron.

Serap 6 Juta Tenaga Kerja

Sementara itu, Ketua Satuan Tugas (Satgas) Perumahan Hashim Djojohadikusumo menyebut Program 3 Juta Rumah yang menjadi andalan pemerintahan Presiden Prabowo Subianto diprediksikan akan menyerap 6 juta tenaga kerja baru.

“Untuk membangun satu unit rumah saja di perdesaan, diperlukan 4-5 pekerja. Kalau kita total, program ini akan melibatkan minimal 5-6 juta pekerja baru,” kata Hashim di Jakarta, Rabu, 4 Desember 2024.

Hashim mengungkapkan harapannya agar anak-anak Indonesia, khususnya di perdesaan, memiliki peluang kerja di dalam negeri sehingga tidak perlu menjadi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) atau Tenaga Kerja Wanita (TKW) di luar negeri.

“Harapan kami, anak-anak Indonesia, terutama di perdesaan, tidak perlu lagi mencari pekerjaan ke luar negeri sebagai TKI atau TKW. Mereka bisa mendapatkan pekerjaan di Tanah Air,” ujarnya.

Program ini juga dimaksudkan untuk memperkuat ketahanan keluarga. Dengan pekerjaan yang tersedia di dalam negeri, para orang tua diharapkan tetap dapat mendampingi anak-anak mereka tanpa harus bekerja jauh dari rumah.

“Bisa urus anak, bisa urus cucu. Tidak perlu jauh-jauh lagi. Anak-anak dan cucu kita tidak perlu lagi diurus oleh nenek atau kakek mereka,” jelas Hashim.

Selain itu, Hashim menekankan pentingnya pemberian upah yang layak di atas standar UMR atau UMP, agar para pekerja dapat hidup sejahtera.

Hashim menyebut, Indonesia saat ini menghadapi backlog perumahan sebesar 11 juta keluarga yang masih menanti akan mendapatkan hunian layak. Selain itu, 27 juta keluarga tinggal di rumah tidak layak huni, seperti gubuk atau lingkungan kumuh. Kondisi ini juga berkontribusi pada angka stunting yang masih mencapai 25 persen di kalangan anak-anak Indonesia.

“Gizi yang baik itu penting, tetapi lingkungan hidup yang layak dan bersih juga harus diperhatikan. Rumah dengan lantai tanah dan akses air yang tidak bersih hanya memperburuk kondisi stunting,” ujar Hashim. (*)