KABARBURSA.COM - Melihat kondisi ekonomi dunia yang dipengaruhi situasi geopolitik dan ekonomi nasional, prospek obligasi yang berupa Surat Berharga Negara (SBN) Pemerintah Indonesia diprediksi membaik pada awal tahun 2025 mendatang.
“Kami melihat prospek harga SBN tahun 2025 besok sangat baik. Jadi ada kemungkinan imbal hasil obligasi pemerintah Indonesia untuk tahun depan masih ada peluang mengalami penurunan dari sisi yield,” kata Ekonom Maybank Myrdal, Gunarto, beberapa waktu lalu.
Myrdal menyimulasikan imbal hasil untuk tenor 10 tahun dengan kemungkinan BI Rate turun 50 basis poin dan kemungkinan bank sentral Amerika Serikat (AS) The Federal Reserve (The Fed) memangkas suku bunga dengan jumlah yang sama, maka hasil yang akan didapat diproyeksikan berada di level 6,65 persen.
“Dengan level sekarang di kisaran 6,9-7 persen masih ada opportunity yield yang cukup baik mengalami penurunan. Sehingga dari sisi harga SBN tenor 10 tahun atau seri benchmark yang lain atau tenor tertentu masih ada kemungkinan untuk mengalami penguatan untuk tahun depan,” jelasnya.
Membaiknya prospek harga SBN, kata Myrdal, dipengaruhi oleh faktor kondisi ekonomi domestik yang diklaim cukup kondusif. Faktor lain yang juga memengaruhi adalah gelontoran kebijakan fiskal, terutama dengan stimulus yang agresif.
Menurutnya, beberapa faktor tersebut bakal men-drive pertumbuhan ekonomi yang agresif. Ia memproyeksikan ekonomi Indonesia pada tahun depan tumbuh hingga 5,17 persen. Begitu juga inflasi, kata dia, juga masih terkendali.
“Kita lihat level inflasi tahun depan di kisaran level 2,6 persen di Indonesia. Tentunya dengan kondisi tersebut masih ada ruang bagi suku bunga kita mengalami penurunan terutama dari sisi BI rate akan ada penurunan sekitar 50 basis poin pada tahun depan,” ujarnya.
Sementara dari sisi global, kata Gunarto, juga masih tetap ada harapan meski tensi geopolitik di Amerika Serikat, baik antara Donald Trump atau pemerintah AS dengan Mexico, Kanada dan China.
Ia juga membandingkan selama periode Donald Trump menjabat Presiden AS periode pertama, ekonomi Indonesia masih dapat tumbuh baik dan berhasil melewati fase proteksionisme perdagangan internasional yang tinggi.
Lanjut mantan ekonom Bank CIMB Niaga ini, bahwa peluang untuk berinvestasi di SBN sekunder tidak hanya terbuka untuk investor Indonesia saja, tapi juga investor asing. Saat ini, kata Myrdal, sudah banyak investor asing yang masuk untuk berinvestasi di SBN Indonesia karena menawarkan imbal hasil yang menarik.
“Kalau misalkan SBN pemerintah AS itu memberikan return untuk jangka waktu 10 tahun di sekitar 4,3 persen, kita (Indonesia) bisa menawarkan sampai 6,9 persen. Jadi banyak investor yang masuk ke surat berharga pemerintah Indonesia,” jelasnya.
Keuntungan yang didapat dengan berinvestasi di SBN adalah melalui pergerakan harganya yang relatif dinamis. Selain itu, return SBN di Indonesia, kata dia, semakin menarik karena bergerak ke arah positif mengikuti kondisi ekonomi di Indonesia yang stabil.
Perubahan harga yang terjadi di pasar sekunder relatif lebih dinamis, terlebih lagi untuk SBN seri benchmark atau seri unggulan yang memiliki tenor khusus yang beragam seperti satu hingga lima tahun. Myrdal menjelaskan, seri-seri ini aktif ditransaksikan di pasar sekunder obligasi negara. Karena begitu aktif ditransaksikan, harga SBN sekunder membuat dinamika pergerakan harga juga fleksibel.
“Begitu ada pengaruh perkembangan global yang cukup menarik, tentunya akan membuat harga dari SBN sekunder ini pun juga mengalami kenaikan. Dan di sisi lain, kalau ada perkembangan terkait kebijakan suku bunga, misal suku bunga bank Indonesia akan menurun karena inflasi terjaga dengan baik maka ada kemungkinan harga SBN naik,” ujarnya.
Ia juga menjelaskan hubungan antara harga obligasi dan suku bunga relatif berkebalikan. Jika tren suku bunga turun, maka harga SBN naik. Hal ini membuat suku bunga yang terus turun dapat menaikkan harga SBN.
Myrdal menilai SBN cocok untuk tipe pekerja atau investor yang tidak punya banyak waktu memantau kondisi pasar. Karena, menurutnya surat berharga yang dibeli tersebut diterbitkan negara sehingga relatif bebas risiko. Sementara untuk investor yang punya banyak waktu untuk menganalisis kondisi pasar, dapat berinvestasi di saham, emas atau bitcoin.
“Di SBN sekunder misal tenornya 5 tahun dan time period sudah di tahun ketiga. Misal ada kondisi tertentu di pasar tidak menguntungkan dan mengalami penurunan harga, kita tidak perlu khawatir. SBN ini tidak usah dijual. Kalau misal ditahan sampai jatuh tempo berakhir, investor tetap mendapat return yang rutin dan ditambah lagi dengan investasi tetap kembali lagi,” katanya. (*)