KABARBURSA.COM - TikTok Shop semakin mengukuhkan posisi sebagai salah satu pemain utama dalam pasar e-commerce Amerika Serikat (AS).
Pada akhi bulan November 2024, platform asal China ini berhasil mencatatkan penjualan mencapai USD100 juta.
Melansir laporan Reuters, Sabtu, 7 Desember 2024, banyak pengguna e-commerce di AS yang berbondong-bondong berburu barang-barang dengan harga terjangkau melalui TikTok Shop pada hari Black Friday, sehari setelah perayaan Thanksgiving.
Diketahui, pengguna TikTok Shop di AS menghabiskan uang dalam jumlah signifikan untuk membeli produk dari berbagai vendor di platform tersebut selama musim belanja liburan ini.
Hasil analisis Reuters, yang menggunakan data dari Facteus, mengungkapkan bahwa TikTok Shop berhasil meraih pangsa pasar yang besar di AS setelah peluncuran resminya pada September 2023. Platform ini telah menjalin kerja sama dengan sejumlah merek besar di AS, seperti elf Cosmetics, SharkNinja Inc., dan Ninja Kitchen.
CEO Hawke Media, Erik Huberman mengakui keberhasilan TikTok Shop. Menurutnya, banyak kliennya yang kini menjual produk melalui platform ini.
“TikTok Shop adalah saluran distribusi baru, dan merek-merek besar melakukannya dengan sangat baik di sana,” kata Huberman, Minggu, 8 Desember 2024.
“Tidak ada alternatifnya. Ini akan menjadi arus pendapatan yang hilang jika ditinggalkan,” sambungnya.
Namun, meski berkembang pesat, TikTok Shop menghadapi tantangan hukum. Pengadilan Banding Federal di Washington DC mendesak ByteDance, perusahaan induk TikTok yang berbasis di China, untuk segera menjual TikTok ke perusahaan AS. Jika keputusan ini tidak dipatuhi hingga 19 Januari 2025, TikTok akan dilarang beroperasi di AS.
TikTok Shop menjual berbagai produk dari vendor pihak ketiga, beberapa di antaranya mengirim barang dari China dengan harga yang sangat kompetitif. Hal ini mirip dengan yang dilakukan oleh PDD Holdings Inc. (PDD.O).
Berbagai platform e-commerce juga berlomba menarik lebih banyak penjual AS dengan biaya yang lebih rendah dan pengiriman yang lebih cepat.
Selain itu, melalui TikTok, pedagang di TikTok Shop memanfaatkan jasa influencer untuk mempromosikan produk mereka kepada lebih dari 170 juta pengguna TikTok di AS.
Seorang pengguna TikTok Shop asal Pennsylvania, Jasmine Whaley, mengungkapkan bahwa platform ini berhasil menyediakan ruang baru bagi berbagai produk, seperti pakaian, perawatan kulit, hingga sepatu Crocs. Whaley mengaku telah menghabiskan hampir USD700 di TikTok Shop sepanjang tahun ini setelah melihat video promosi dari influencer. Ia juga mencatat bahwa pesanan TikTok Shop sering kali tiba lebih cepat dibandingkan pesanan yang dilakukan di Amazon.
“TikTok telah ‘memecahkan kode’ dalam mengkurasi konten dan produk yang sesuai dengan selera saya,” ujar Whaley.
Bagi para pedagang dan influencer, TikTok Shop menawarkan fitur ‘Live’, yakni siaran video langsung di mana pembeli dapat membeli produk secara langsung. Nico Le Bourgeois, Kepala Operasi AS untuk TikTok Shop, mengungkapkan bahwa jumlah sesi Live yang diadakan setiap bulan meningkat hampir tiga kali lipat sepanjang tahun lalu di AS.
Chief Executive Officer (CEO) TikTok milik ByteDance Shou Zi Chew, merapat ke Elon Musk. Ia membicarakan tentang kemungkinan presiden terpilih Amerika Serikat (AS) Donald Trump, untuk menangguhkan larangan TikTok di AS.
Dalam kampanyenya, Trump memang mengisyaratkan potensi penangguhan pelarangan TikTok di AS. Hal ini muncul setelah beberapa negara bagian di AS telah melarang penggunaan aplikasi TikTok pada perangkat pemerintah.
Pemerintah AS juga pernah melakukan penyelidikan terkait masalah keamanan data, dengan tuduhan bahwa TikTok melanggar kebijakan privasi. Di bawah pemerintahan Presiden sebelumnya, Joe Biden, ada rancangan undang-undang yang mengharuskan perusahaan induk TikTok, ByteDance, untuk melakukan divestasi.
Jika ByteDance gagal melaksanakan perintah tersebut, TikTok dapat dilarang beroperasi di Amerika Serikat dan dihapus dari App Store Apple.
Selama masa kampanye pemilu, Trump sempat berjanji akan berupaya untuk menyelamatkan TikTok di AS dan menghindari larangan yang telah dicanangkan.
Namun, baik Trump maupun tim transisinya belum memberikan rincian lebih lanjut mengenai bagaimana janji tersebut akan diwujudkan. Ini membuka berbagai spekulasi mengenai langkah yang akan diambil Trump setelah menjabat kembali pada Januari 2025.
Seorang ahli regulasi teknologi global dari Georgetown Law, Anupam Chander, berpendapat Trump mungkin dapat meminta kepada Kongres AS untuk memberikan wewenang dalam menangani isu TikTok ini. Ia bisa juga menegosiasikan pengaturan yang berbeda dengan ByteDance yang mempertimbangkan aspek keamanan data.
Meski demikian, Trump tidak bisa sepenuhnya membatalkan larangan tanpa persetujuan dari Kongres. Sebagian besar politisi, menurut Chander, lebih memilih agar TikTok tidak ditutup di AS, mengingat sekitar 170 juta warga AS masih menggunakan aplikasi ini, meskipun sudah ada pemberitahuan dari pemerintah mengenai potensi ancaman terhadap keamanan nasional. (*)