KABARBURSA.COM - Bank Indonesia (BI) mencatatkan aliran modal asing keluar dari pasar keuangan Indonesia sebesar Rp5,13 triliun berdasarkan data transaksi periode 2-5 Desember 2024.
Kepala Departemen Komunikasi BI Ramdan Denny Prakoso menjelaskan bahwa selama periode tersebut, tercatat adanya transaksi jual neto oleh nonresiden di beberapa pasar keuangan.
Secara rinci, aliran modal keluar itu terdiri dari jual neto sebesar Rp1,37 triliun di pasar Surat Berharga Negara (SBN), Rp5 triliun di Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI), serta beli neto sebesar Rp1,24 triliun di pasar saham.
"Berdasarkan data transaksi 2-5 Desember 2024, nonresiden tercatat jual neto sebesar Rp5,13 triliun, yang berasal dari beli neto Rp1,24 triliun di pasar saham, jual neto Rp1,37 triliun di pasar SBN, dan jual neto Rp5 triliun di SRBI," kata Denny, Jumat, 6 Desember 2024.
Meskipun demikian, data setelmen hingga 5 Desember 2024 menunjukkan bahwa sepanjang tahun 2024, nonresiden tercatat membeli neto sebesar Rp22,13 triliun di pasar saham, Rp32,33 triliun di pasar SBN, dan Rp175,89 triliun di SRBI.
Pada semester II 2024, transaksi beli neto nonresiden tercatat lebih tinggi, dengan Rp21,79 triliun di pasar saham, Rp66,29 triliun di pasar SBN, dan Rp45,54 triliun di SRBI.
Lanjut Denny, Bank Indonesia terus memperkuat koordinasi dengan pemerintah dan otoritas terkait guna mendukung ketahanan ekonomi eksternal Indonesia.
"Kami akan mengoptimalkan bauran kebijakan untuk menjaga stabilitas ekonomi," ujarnya.
Selain itu, Denny mengungkapkan bahwa premi risiko investasi Indonesia, yang diukur melalui Credit Default Swaps (CDS) lima tahun, mengalami penurunan. Pada 5 Desember 2024, premi CDS Indonesia tercatat sebesar 70,91 basis poin (bps), turun dibandingkan dengan 74,01 bps pada 29 November 2024.
Sebelumnya, Bank Indonesia mencatat selama kurun waktu 18-21 November 2024, aliran modal asing yang keluar dari Indonesia mencapai Rp7,5 triliun.
"Terdiri dari jual neto sebesar Rp3,30 triliun di pasar saham, Rp3,59 triliun di pasar SBN, dan Rp0,61 triliun di Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI)," kata Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia Ramdan Denny Prakoso, Minggu, 24 November 2024.
Ramdan menjelaskan, hingga 21 November 2024 total nonresident beli neto di pasar saham sebesar Rp27,15 triliun. Sedangkan untuk pasar Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp33,17 triliun. Kemudian untuk SRBI sebesar Rp187,68 triliun.
Jika mengacu pada data semester II-2024, total nonresiden beli neto sebesar Rp26,81 triliun di pasar saham, Rp67,13 di pasar SBN dan Rp57,33 di pasar SBRI.
Sementara itu, Pemerintah Indonesia berencana menarik utang baru sebesar Rp775,86 triliun pada tahun 2025. Rencana ini tercantum dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 201 Tahun 2024 tentang Rincian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun Anggaran 2025, yang diteken Presiden Prabowo pada 30 November 2024.
Pembiayaan utang ini terdiri dari dua sumber utama, yaitu Surat Berharga Negara (SBN) dan pinjaman.
SBN menjadi komponen terbesar dengan target penerbitan mencapai Rp642,56 triliun. Sementara itu, pembiayaan melalui pinjaman ditetapkan sebesar Rp133,30 triliun, yang terbagi atas pinjaman dalam negeri sebesar Rp5,17 triliun dan pinjaman luar negeri sebesar Rp128,13 triliun.
Selain pembiayaan utang, pemerintah juga mencatat anggaran untuk pembiayaan investasi sebesar Rp154,50 triliun. Dana ini akan dialokasikan untuk investasi ke Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Layanan Umum (BLU), Organisasi internasional dan badan usaha lainnya, serta investasi pemerintah oleh Bendahara Umum Negara (BUN).
Di sisi lain, pemberian pinjaman tercatat sebesar Rp5,44 triliun, sedangkan pembiayaan lainnya sebesar Rp262 miliar.
Dengan rencana penarikan utang yang signifikan, pemerintah diharapkan mampu memanfaatkan dana tersebut secara optimal untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, pembangunan infrastruktur, serta investasi strategis lainnya.
Di sisi lain, pengelolaan utang yang efisien menjadi tantangan untuk menjaga stabilitas fiskal dalam jangka panjang.
Beberapa waktu lalu, Bank Indonesia melaporkan bahwa posisi utang luar negeri Indonesia pada Oktober 2024 meningkat sebesar USD2,7 miliar, menjadi USD427,8 miliar, dibandingkan dengan posisi pada Agustus yang tercatat sebesar USD425,1 miliar.
Secara tahunan, utang luar negeri mengalami pertumbuhan sebesar 8,3 persen (year on year/YoY). Dalam rupiah, posisi utang luar negeri (ULN) tersebut setara dengan Rp6.790,9 triliun (dengan kurs Rp15.874 per dolar AS).
Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia (BI), Ramdan Denny Prakoso, menyampaikan bahwa perkembangan ULN tersebut sebagian besar berasal dari sektor publik.
“Posisi ULN kuartal III-2024 juga dipengaruhi oleh pelemahan mata uang dolar AS terhadap mayoritas mata uang global, termasuk rupiah,” ujar Denny dalam keterangan resmi, Sabtu, 16 November 2024.
Meski terjadi kenaikan secara keseluruhan, Denny menekankan bahwa utang luar negeri pemerintah tetap terjaga dengan baik. Pada kuartal III-2024, posisi ULN pemerintah tercatat sebesar USD204,1 miliar, atau tumbuh 8,4 persen YoY, setelah sebelumnya mengalami kontraksi sebesar 0,8 persen pada kuartal II/2024.
Perkembangan ini dipengaruhi oleh penarikan pinjaman luar negeri serta peningkatan aliran masuk modal asing pada SBN domestik, yang menunjukkan tetap terjaganya kepercayaan investor terhadap prospek perekonomian Indonesia.
Di sisi lain, ULN swasta justru mengalami penurunan. Pada kuartal III-2024, posisi ULN swasta tercatat sebesar USD196 miliar, atau mengalami kontraksi pertumbuhan sebesar 0,6 persen YoY, setelah mencatatkan pertumbuhan tipis sebesar 0,02 persen pada kuartal II/2024. Penurunan ini terutama dipengaruhi oleh kontraksi pertumbuhan ULN lembaga keuangan yang tercatat sebesar 3,2 persen YoY.
Berdasarkan sektor ekonomi, ULN swasta terbesar berasal dari sektor Industri Pengolahan, Jasa Keuangan dan Asuransi, Pengadaan Listrik dan Gas, serta Pertambangan dan Penggalian. Total kontribusi sektor-sektor tersebut mencapai 79,3 persen dari total ULN swasta.
Denny menekankan bahwa untuk menjaga struktur ULN tetap sehat, Bank Indonesia dan Pemerintah akan terus memperkuat koordinasi dalam pemantauan perkembangan ULN.
“Peran ULN akan terus dioptimalkan untuk mendukung pembiayaan pembangunan dan mendorong pertumbuhan ekonomi nasional yang berkelanjutan, dengan meminimalkan risiko yang dapat memengaruhi stabilitas perekonomian,” ujarnya. (*)
Artikel ini disediakan untuk tujuan informasi semata dan bukan merupakan ajakan, rekomendasi, atau instruksi untuk membeli atau menjual saham. Segala bentuk analisis dan rekomendasi saham sepenuhnya berasal dari pihak analis atau sekuritas yang bersangkutan. KabarBursa.com tidak bertanggung jawab atas keputusan investasi, kerugian, atau keuntungan yang timbul akibat penggunaan informasi dalam artikel ini. Keputusan investasi sepenuhnya merupakan tanggung jawab investor. Investor diharapkan melakukan riset independen dan mempertimbangkan risiko dengan cermat sebelum mengambil keputusan investasi.