KABARBURSA.COM - Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menyatakan keberatannya terhadap kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) sebesar 6,5 persen.
Ketua Bidang Ketenagakerjaan Apindo Bob Azam menilai besaran kenaikan tersebut cukup tinggi, mengingat banyak perusahaan yang masih belum pulih dan kondisi ekonomi yang semakin tertekan.
"Ini tentu memberatkan, karena situasi saat ini memang sulit. Permintaan turun, sementara perusahaan harus menyesuaikan anggaran operasionalnya," kata Bob di Surabaya, Kamis, 5 Desember 2024.
Bob mengusulkan agar jika pemerintah tetap hendak menaikkan UMP, kenaikannya sebaiknya hanya sekitar 3,5 persen, dengan mempertimbangkan inflasi dan pertumbuhan ekonomi.
Jika kenaikan lebih dari angka tersebut, Bob menekankan bahwa sistem pengupahan harus menggunakan pendekatan bipartit, yaitu kesepakatan bersama antara pengusaha dan pekerja di masing-masing perusahaan.
Pendekatan bipartit dinilai lebih efektif karena perusahaan memiliki pemahaman yang lebih baik mengenai kondisi keuangan dan produktivitas.
"Upah minimum tidak boleh terlalu tinggi. Jika lebih dari 6,5 persen, kami tidak keberatan asalkan itu dilakukan melalui kesepakatan bipartit," pungkasnya.
Sebelumnya, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal merespons kritik Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) dan Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) terkait keputusan Presiden Prabowo Subianto menaikkan upah minimum sebesar 6,5 persen.
Menurut Said, protes yang dilontarkan kedua organisasi pengusaha tersebut tidak berdasar, karena keputusan itu telah sesuai dengan hukum nasional dan standar internasional.
"Namun anehnya, Apindo dan Kadin justru menunjukkan sikap yang bertentangan dengan hukum dengan memprotes kenaikan yang sebenarnya adil dan wajar," ujar Said dalam keterangan resmi, Rabu, 4 Desember 2024.
Ia menegaskan bahwa kebijakan kenaikan upah ini telah memenuhi amanat Mahkamah Konstitusi (MK) serta Konvensi ILO Nomor 131, yang mengatur penetapan upah minimum berdasarkan Kebutuhan Hidup Layak (KHL) dan indikator ekonomi makro seperti inflasi dan pertumbuhan ekonomi.
Said menyebut angka kenaikan 6,5 persen sebagai nilai moderat yang mencerminkan keadilan dan kesejahteraan bagi pekerja.
"Kami mengapresiasi keberanian Presiden Prabowo dalam memihak rakyat pekerja," tegasnya.
Lebih lanjut, ia menyatakan bahwa polemik seperti ini tidak akan terjadi jika semua pihak mematuhi aturan yang ada.
Said pun menyinggung adanya perubahan aturan terkait penetapan upah minimum, mulai dari KHL hingga Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 51 Tahun 2023, yang menurutnya dipengaruhi oleh tekanan pengusaha sejak era PP 78/2015 hingga Undang-Undang Cipta Kerja.
"Kok sekarang malah mereka sendiri yang berteriak-teriak?" sindirnya.
Said menilai keputusan menaikkan upah minimum ini sebagai sinyal positif bagi pekerja, sekaligus menunjukkan bahwa kesejahteraan buruh masih menjadi prioritas.
"Buruh berharap kebijakan ini menjadi langkah awal dari keputusan-keputusan yang lebih berpihak kepada rakyat pekerja di masa depan," pungkasnya.
Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia hasil Musyawarah Luar Biasa (Munaslub) Anindya Bakrie meminta pengusaha untuk menghindari pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap karyawan menyusul kenaikan upah minimum provinsi (UMP) sebesar 6,5 persen yang akan berlaku mulai 2025.
Anindya menekankan pentingnya langkah-langkah alternatif agar kebijakan kenaikan UMP tidak menyebabkan peningkatan angka pengangguran akibat PHK.
"Kami berharap perusahaan melakukan segala cara untuk menghindari PHK,"=kata Anindya Bakrie dalam jumpa pers usai Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) Kadin 2024 di Jakarta, Minggu, 1 November 2024.
Menurut dia, PHK merupakan opsi terakhir bagi pengusaha, karena dampaknya yang memperburuk kondisi ekonomi dengan menambah jumlah masyarakat yang kehilangan pendapatan.
Kadin juga menyoroti pembentukan Satuan Tugas Pemutusan Hubungan Kerja (Satgas PHK) oleh pemerintah. Anindya berharap satgas tersebut bisa bekerja sama dengan dunia usaha untuk mencari solusi agar PHK dapat dihindari.
"Kami ingin melihat bagaimana Satgas ini bekerja, karena yang melakukan PHK adalah dunia usaha, baik itu BUMN, koperasi, atau swasta," katanya.
Meski demikian, Anindya mengakui bahwa kondisi perusahaan tidak selalu seragam. Beberapa pengusaha mungkin menghadapi tekanan berat dalam menyeimbangkan kelangsungan bisnis dan kesejahteraan karyawan. Namun, ia tetap berharap perusahaan dapat menemukan langkah inovatif untuk menghindari keputusan sulit seperti PHK.
Sebagai organisasi yang mewadahi pelaku usaha, Kadin terus mendorong pengusaha untuk berpikir jangka panjang.
"Kami ingin agar pengusaha memikirkan kelangsungan usaha, meskipun terkadang pilihan yang sulit harus diambil," ujar Anindya.
Namun, ia tetap optimis bahwa dengan strategi yang tepat, perusahaan akan mampu mengatasi tantangan tanpa harus mengurangi jumlah karyawan. (*)