KABARBURSA.COM – Ekonom Maybank Indonesia Myrdal Gunarto mengatakan investasi di Surat Berharga Negara (SBN) Indonesia memiliki prospek yang bagus. Ia menilai hal ini dengan dua indikator, yakni kondisi pemerintahan yang stabil dan kondisi ekonomi di Indonesia yang terus membaik. SBN diyakini bakal memberi imbal hasil yang baik kepada investor.
Investasi SBN tidak bisa dipisahkan dengan perkembangan ekonomi di dalam dan luar negeri. Mantan ekonom Bank CIMB Niaga ini menjelaskan, meski kondisi ekonomi global sedang kurang menarik ketika Amerika Serikat (AS) berada di bawah kepemimpinan Donald Trump, tapi masih ada harapan dari suku bunga akan tetap membaik.
“Kemarin Pilkada berlangsung relatif aman dan stabil. Sehingga ke depannya prospek untuk surat berharga negara juga sangat baik. Kita bisa melihat dari sisi imbal hasil yang menarik untuk instrumen ini,” kata Myrdal dalam acara Media Launcheon Maybank Indonesia di Jakarta, Kamis, 5 Desember 2024.
Menurutnya, peluang untuk berinvestasi di SBN sekunder tidak hanya terbuka untuk investor Indonesia saja, tapi juga investor asing. Saat ini, kata Myrdal, sudah banyak investor asing yang masuk untuk berinvestasi di SBN Indonesia karena menawarkan imbal hasil yang menarik.
“Kalau misalkan SBN pemerintah AS itu memberikan return untuk jangka waktu 10 tahun di sekitar 4,3 persen, kita (Indonesia) bisa menawarkan sampai 6,9 persen. Jadi banyak investor yang masuk ke surat berharga pemerintah Indonesia,” jelasnya.
Keuntungan yang didapat dengan berinvestasi di SBN adalah melalui pergerakan harganya yang relatif dinamis. Selain itu, return SBN di Indonesia, kata dia, semakin menarik karena bergerak ke arah positif mengikuti kondisi ekonomi di Indonesia yang stabil.
SBN dibagi menjadi dua jenis, yakni SBN primer dan sekunder. Pembelian SBN primer dilakukan langsung pada saat penerbitan oleh pemerintah melalui pasar perdana. Sementara untuk SBN sekunder transaksi jual belinya dilakukan di pasar sekunder, yakni setelah SBN diterbitkan di pasar perdana.
“Kalau yang primer itu sifatnya langsung membeli. Jadi investor datang ke event yang diselenggarakan pemerintah yang menyediakan surat berharga negara, investor mendaftar dan dari situ mendapatkan kupon,” jelas Myrdal.
Investor yang tertarik membeli SBN primer dapat langsung melalui platform resmi yang ditunjuk, seperti e-SBN atau bank atau mitra distribusi. Sementara harga SBN primer ditentukan oleh pemerintah. Sebaliknya, investor yang tertarik membeli SBN sekunder dapat dilakukan di bursa efek atau lembaga keuangan seperti bank dengan harga lebih tinggi atau lebih rendah dari harga awal.
“Perbedaannya, (SBN primer) itu harus ada minimum holding periodnya atau masa surat utang itu tidak boleh diapa-apain terlebih dulu. Nah, kalau surat berharga kategori skunder, itu holding periodnya sudah terlewati maka bisa dijualbelikan,” jelasnya.
Perubahan harga yang terjadi di pasar sekunder relatif lebih dinamis, terlebih lagi untuk SBN seri benchmark atau seri unggulan yang memiliki tenor khusus yang beragam seperti satu hingga lima tahun. Myrdal menjelaskan, seri-seri ini aktif ditransaksikan di pasar sekunder obligasi negara. Karena begitu aktif ditransaksikan, harga SBN sekunder membuat dinamika pergerakan harga juga fleksibel.
“Begitu ada pengaruh perkembangan global yang cukup menarik, tentunya akan membuat harga dari SBN sekunder ini pun juga mengalami kenaikan. Dan di sisi lain, kalau ada perkembangan terkait kebijakan suku bunga, misal suku bunga bank Indonesia akan menurun karena inflasi terjaga dengan baik maka ada kemungkinan harga SBN naik,” ujarnya.
Ia juga menjelaskan hubungan antara harga obligasi dan suku bunga relatif berkebalikan. Jika tren suku bunga turun, maka harga SBN naik. Hal ini membuat suku bunga yang terus turun dapat menaikkan harga SBN.
Myrdal menilai SBN cocok untuk tipe pekerja atau investor yang tidak punya banyak waktu memantau kondisi pasar. Karena, menurutnya surat berharga yang dibeli tersebut diterbitkan negara sehingga relatif bebas risiko. Sementara untuk investor yang punya banyak waktu untuk menganalisis kondisi pasar, dapat berinvestasi di saham, emas atau bitcoin.
“Di SBN sekunder misal tenornya 5 tahun dan time period sudah di tahun ketiga. Misal ada kondisi tertentu di pasar tidak menguntungkan dan mengalami penurunan harga, kita tidak perlu khawatir. SBN ini tidak usah dijual. Kalau misal ditahan sampai jatuh tempo berakhir, investor tetap mendapat return yang rutin dan ditambah lagi dengan investasi tetap kembali lagi,” katanya.
Artikel ini disediakan untuk tujuan informasi semata dan bukan merupakan ajakan, rekomendasi, atau instruksi untuk membeli atau menjual saham. Segala bentuk analisis dan rekomendasi saham sepenuhnya berasal dari pihak analis atau sekuritas yang bersangkutan. KabarBursa.com tidak bertanggung jawab atas keputusan investasi, kerugian, atau keuntungan yang timbul akibat penggunaan informasi dalam artikel ini. Keputusan investasi sepenuhnya merupakan tanggung jawab investor. Investor diharapkan melakukan riset independen dan mempertimbangkan risiko dengan cermat sebelum mengambil keputusan investasi.