KABARBURSA.COM - DPR RI mengusulkan kepada Presiden prabowo agar lebih selektif menerapkan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen hanya untuk barang mewah saja.
Usulan ini disampaikan langsung ke Presiden Prabowo Subianto dalam pertemuan pimpinan DPR di Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis, 5 Desember
Ketua Komisi XI DPR Misbakhun menjelaskan bahwa kenaikan PPN yang diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) tetap akan berlaku mulai 1 Januari 2025. Namun, DPR mengusulkan agar kenaikan ini hanya diterapkan pada barang mewah, sementara barang kebutuhan kelas menengah ke bawah tetap menggunakan tarif PPN yang berlaku saat ini, yaitu 11 persen.
“Hasil diskusi kami, kenaikan PPN akan tetap mengikuti amanat UU. Namun, akan diterapkan secara selektif untuk barang mewah, baik itu barang dalam negeri maupun impor, sehingga beban pajak hanya dikenakan pada konsumen pembeli barang mewah,” ujar Misbakhun.
Selain itu, pemerintah juga sedang mengkaji penerapan tarif PPN yang tidak tunggal, menyesuaikan tarif pajak berdasarkan kelas masing-masing komoditas. Menurut Misbakhun, pengkajian lebih lanjut diperlukan untuk memastikan kebijakan ini adil dan tidak membebani masyarakat kecil.
“Masyarakat tidak perlu khawatir, karena kebutuhan pokok penting seperti jasa pendidikan, kesehatan, perbankan, dan pelayanan umum tetap dikecualikan dari tarif PPN,” tegasnya.
Misbakhun menekankan bahwa beberapa barang dan jasa yang bersifat esensial, seperti kebutuhan pokok, tetap dikecualikan dari pengenaan PPN sesuai aturan yang berlaku. Hal ini memastikan kebijakan kenaikan PPN tidak berdampak langsung pada masyarakat kecil.
Langkah ini diharapkan menjadi kompromi dalam pelaksanaan kenaikan PPN di tahun mendatang, dengan tetap melindungi daya beli masyarakat menengah ke bawah.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkapkan bahwa pemerintah akan mengumumkan kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen. Kenaikan tersebut direncanakan akan diumumkan pada pekan depan.
Airlangga menjelaskan bahwa kebijakan kenaikan tarif PPN ini sesuai dengan amanah yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.
Meskipun demikian, ia menegaskan, pengumuman mengenai hal ini akan dilakukan setelah dilakukan simulasi terlebih dahulu.
“Akan diumumkan pekan depan, dan akan disimulasikan lebih dulu,” kata Airlangga saat ditemui di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Selasa, 3 Desember 2024.
Terkait siapa yang akan mengumumkan kenaikan tarif PPN tersebut, Airlangga menyebutkan bahwa dirinya belum dapat memastikan apakah pengumuman itu akan dilakukan langsung oleh Presiden Prabowo Subianto. Menurutnya, pengumuman tersebut akan dilakukan setelah laporan disampaikan kepada Presiden.
“Kita akan laporkan ke beliau (Prabowo Subianto),” ujar Airlangga.
Selain kenaikan tarif PPN, Airlangga juga menyebutkan bahwa pekan depan akan ada pengumuman terkait kebijakan fiskal lainnya. Beberapa di antaranya adalah insentif Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) kendaraan dan insentif Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP).
Menurut Airlangga, sejumlah kebijakan fiskal ini sedang dimatangkan untuk diputuskan apakah akan dilanjutkan pada tahun depan. Sebagai contoh, ia menyebutkan kebijakan PPnBM untuk otomotif dan PPN untuk sektor perumahan.
“Contohnya, tahun ini ada PPnBM untuk otomotif dan PPN untuk perumahan. Ini masih dimatangkan, dan minggu depan akan diumumkan untuk kebijakan tahun depan,” terangnya.
Selain itu, Airlangga juga membocorkan adanya insentif baru yang akan diumumkan pekan depan. Salah satunya adalah insentif untuk industri padat karya, yang bertujuan untuk meningkatkan daya saing sektor industri tersebut.
“Kita juga membahas insentif untuk industri padat karya, serta revitalisasi permesinan. Kami meminta perhitungan kembali mengenai skema insentif ini. Tujuannya agar industri padat karya memiliki daya saing. Jika tidak berdaya saing, tentu akan kalah dengan industri yang baru berinvestasi,” jelas Airlangga.
Diberitakan sebelumnya, Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Ekonomi Makro dan Keuangan Internasional Parjiono mengatakan kenaikan tarif PPN dari 11 persen menjadi 12 persen tetap diberlakukan pada Januari 2024.
Menurut Parjiono, kebijakan ini dirancang dengan sejumlah pengecualian untuk melindungi daya beli masyarakat, terutama kelompok rentan seperti masyarakat miskin, sektor kesehatan, dan pendidikan.
“Jadi, kita masih dalam proses ke sana, artinya akan berlanjut. Tapi kalau kita lihat dari sisi menjaga daya beli masyarakat, pengecualiannya sudah jelas, masyarakat miskin, kesehatan, pendidikan, dan seterusnya,” kata Parjiono di Jakarta, Selasa, 3 Desember 2024.
Tak hanya itu, lanjut Parjiono, pemerintah juga akan memperkuat subsidi sebagai langkah antisipasi dampak kebijakan ini. Ia menyebut insentif perpajakan saat ini cenderung lebih dinikmati oleh kelas menengah atas.
“Daya beli masyarakat adalah salah satu prioritas, sehingga subsidi akan diperkuat sebagai jaring pengaman. Kalau kita lihat insentif perpajakan, yang lebih banyak menikmati justru kelas menengah atas,” jelasnya. (*)