KABARBURSA.COM - Bitcoin mencetak rekor baru dengan melewati angka USD100.000 (Rp1,88 miliar) untuk pertama kalinya pada Kamis, 5 Desember 2024. Momentum ini dianggap sebagai momen penting, bahkan oleh para skeptis, yang melihatnya sebagai langkah besar untuk menjadikan kripto bagian dari keuangan mainstream global.
Menurut data dari CoinGecko, total nilai pasar kripto kini hampir menyentuh USD3,8 triliun (Rp71.664 triliun). Sebagai perbandingan, raksasa teknologi Apple memiliki nilai pasar sekitar USD3,7 triliun (Rp69.774 triliun).
Perjalanan Bitcoin dari aset pinggiran menuju arus utama keuangan telah mencetak jutawan baru, menciptakan kelas aset baru, dan memopulerkan konsep keuangan terdesentralisasi (DeFi). Setelah kemenangan Donald Trump dalam pemilu, Bitcoin melonjak lebih dari 50 persen dalam empat minggu terakhir, didukung oleh kebijakan pro-kripto dan optimisme pasar.
Saat harga Bitcoin menembus USD100.000, momentum terus berlanjut hingga menyentuh puncak tertinggi di USD103.619 (Rp1,95 miliar). CEO Galaxy Digital, Mike Novogratz, menyebut ini sebagai pergeseran paradigma, di mana Bitcoin dan aset digital lainnya sedang menuju masuk ke dalam sistem keuangan mainstream.
“Bitcoin dan seluruh ekosistem aset digital berada di ambang masuk ke arus utama keuangan. Momentum ini didorong oleh adopsi institusional, kemajuan dalam tokenisasi dan sistem pembayaran, serta jalur regulasi yang semakin jelas,” kata Novogratz, dikutip dari Reuters, Kamis, 5 Desember 2024.
Kemenangan Trump memberikan dorongan besar, termasuk janji menjadikan AS sebagai pusat kripto dunia. Penunjukan Paul Atkins sebagai calon Ketua SEC, yang dikenal ramah terhadap kripto, juga menjadi katalis positif bagi pasar. Kristin Smith dari Blockchain Association bahkan optimistis ini akan memicu gelombang inovasi baru di sektor kripto Amerika.
Bitcoin tetap bertahan meski menghadapi gejolak besar, termasuk kejatuhan FTX pada 2022 yang sempat menurunkan harga hingga di bawah USD16.000 (Rp301 juta). Namun, masuknya investasi institusional besar-besaran sepanjang 2024 menjadi kunci pemulihan.
Geoff Kendrick dari Standard Chartered mengatakan, tiga persen dari total pasokan Bitcoin tahun ini dibeli oleh institusi. Ia memproyeksikan dalam beberapa tahun ke depan, aset digital akan menjadi bagian normal dari trading floor bersama FX, komoditas, dan obligasi.
Tidak hanya itu, peluncuran ETF berbasis Bitcoin dari BlackRock dan meningkatnya penggunaan opsi di pasar juga menjadi tanda semakin terintegrasinya Bitcoin dalam ekosistem keuangan global. Bahkan, saham perusahaan terkait seperti Coinbase dan Microstrategy mengalami lonjakan tajam, masing-masing naik 65 persen dan 542 persen tahun ini.
Kritik terhadap industri kripto memang tetap ada, mulai dari penggunaan energi yang tinggi hingga risiko kriminalitas. Namun, daya tahan Bitcoin menjadi bukti aset ini memiliki nilai intrinsik bagi sebagian besar investor. Seperti yang dikatakan Presiden Rusia Vladimir Putin, "Siapa yang bisa melarangnya? Tidak ada."
Shane Oliver dari AMP Sydney menyebutkan, meski sulit menilai Bitcoin dengan metode tradisional, momentum saat ini terus bergerak naik. Bitcoin kini bukan hanya aset spekulatif, tetapi menjadi bagian integral dari lanskap keuangan global. Momentum ini adalah bukti nyata dunia sedang menyaksikan transformasi besar dalam cara kita memandang uang dan teknologi.
Setelah Bitcoin mencetak sejarah dengan menembus angka USD100.000, geliat industri kripto kini merambah pasar lokal. Tak hanya mencatatkan momentum global, Indonesia juga bersiap menyambut era baru dalam dunia perdagangan aset digital. Bursa Efek Indonesia (BEI) melaporkan salah satu perusahaan di bidang perdagangan aset kripto sedang bersiap melantai di bursa melalui IPO dengan target nilai jumbo mencapai Rp1 triliun.
“Jika kami yang menjadi BAE, maka nilai IPO-nya besar. Untuk perusahaan kripto ini, targetnya mencapai Rp1 triliun,” kata Direktur Utama Datindo Entrycom E. Agung Setiawati, Kamis, 5 Desember 2024.
Agung belum bersedia mengungkapkan identitas perusahaan tersebut, tapi ia berujar perusahaan ini bukanlah platform aplikasi, melainkan murni pedagang aset kripto. Sebagai bagian dari proses IPO, perusahaan ini juga telah menunjuk Ciptadana Sekuritas dan Mandiri Sekuritas sebagai penjamin pelaksana emisi efek. Langkah ini muncul di tengah dinamika regulasi yang semakin ketat terhadap industri kripto di Indonesia. Per Januari 2025, pengawasan terhadap pedagang aset kripto akan dialihkan dari Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Dalam rancangan peraturan OJK, sejumlah syarat ketat telah ditetapkan untuk pelaku industri ini, seperti kewajiban mempertahankan ekuitas lebih dari Rp50 miliar bagi yang telah memiliki izin usaha. Bagi pelaku baru yang ingin memperoleh izin, modal disetor minimum ditetapkan sebesar Rp100 miliar. Selain itu, OJK juga memiliki wewenang untuk meminta tambahan modal disetor atau ekuitas berdasarkan beberapa indikator, seperti dominasi pasar, jumlah pelanggan, volume transaksi, serta potensi dampak sistemik terhadap pasar.(*)