Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

Inovasi Bidang AI Perlu Regulasi Kuat, Komdigi Tatap Peraturan Pemerintah

Rubrik: Makro | Diterbitkan: 04 December 2024 | Penulis: Dian Finka | Editor: Redaksi
Inovasi Bidang AI Perlu Regulasi Kuat, Komdigi Tatap Peraturan Pemerintah

KABARBURSA.COM - Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) Meutya Hafid mengatakan pemerintah menatap peraturan atau regulasi pada bidang artificial intelligence (AI) atau kecerdasan buatan, setelah surat edaran yang diterbitkan pada 2023.

Surat Edaran Menteri Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2023 tentang Etika Kecerdasan Artifisial disusun oleh pemerintah untuk menggarisbawahi pentingnya penggunaan AI secara bertanggung jawab untuk memastikan manfaat teknologi ini tetap selaras dengan nilai-nilai kemanusiaan dan etika.

Menurut Meutya, surat tersebut menunjukkan komitmen Indonesia untuk menjaga keseimbangan antara inovasi teknologi dan prinsip-prinsip etika.

“Indonesia adalah salah satu negara pertama di ASEAN yang punya surat edaran mengenai AI Ethics. Ini sejalan dengan semangat presiden bahwa kemajuan teknologi harus tetap menjaga etika. Surat edaran ini juga mengikuti standar UNESCO,” ujar Meutya saat ditemui di Jakarta, Senin, 4 Desember 2024.

Meski saat ini regulasi tersebut baru berbentuk surat edaran, Meutya menyatakan bahwa hal tersebut merupakan langkah awal menuju regulasi yang lebih formal, seperti peraturan pemerintah.

“Kalau nanti dirasa perlu dan kita sudah siap, tentu regulasi ini akan kita tingkatkan. Tapi prinsipnya, regulasi tidak boleh menghambat inovasi,” tegasnya.

Pada waktu yang bersamaan Wakil Menteri Komdigi, Nezar Patria, mengungkapkan bahwa pada tahun 2025, pemerintah akan fokus pada perumusan regulasi yang mengatur pengembangan dan penggunaan kecerdasan buatan di Indonesia.

Langkah ini bertujuan untuk mendukung inovasi yang lebih luas dalam berbagai sektor, sambil memastikan teknologi AI dapat dimanfaatkan secara maksimal dengan meminimalkan risiko yang berpotensi timbul.

“Perkembangan AI sangat pesat, dan kami mendorong sektor-sektor yang sudah mulai mengadopsi teknologi ini, seperti e-commerce, kesehatan, transportasi, dan pendidikan, untuk lebih kreatif dan inovatif. Kami ingin memastikan mereka dapat mengembangkan teknologi ini dengan rasa percaya diri yang tinggi,” ujar Nezar.

Nezar menjelaskan bahwa pemerintah akan mengadakan dialog dengan berbagai stakeholder, termasuk pelaku industri yang telah lebih dulu mengimplementasikan AI. Diskusi ini akan berfokus pada bagaimana mengembangkan solusi AI yang tidak hanya bermanfaat, tetapi juga aman dan sesuai dengan kepentingan bersama.

“Selain itu, penting untuk menciptakan kesadaran mengenai batasan-batasan etis dan regulasi yang harus diperhatikan oleh pelaku industri. Kami ingin memastikan pengembangan AI di Indonesia membawa manfaat besar tanpa menimbulkan dampak negatif yang tak terkendali,” lanjut Nezar.

Kedaulatan Data Jadi Prioritas

Nezar juga menegaskan bahwa isu kedaulatan data (data sovereignty) akan menjadi salah satu fokus utama dalam regulasi tersebut. Pemerintah berkomitmen agar Indonesia dapat mengembangkan teknologi AI dengan kendali penuh atas data yang digunakan.

“Kedaulatan data adalah perhatian utama kami. Kami ingin memastikan bahwa Indonesia tidak hanya menjadi konsumen teknologi, tetapi juga menjadi pemain utama dalam pengembangan AI, terutama di kawasan Asia,” jelas Nezar.

Dengan regulasi yang jelas dan terstruktur, pemerintah berharap bisa menciptakan ekosistem yang mendukung pertumbuhan teknologi digital, serta memastikan Indonesia memiliki daya saing yang kuat di pasar global.

“Kami bertekad untuk membuat Indonesia menjadi pemain penting dalam pengembangan AI, tidak hanya sebagai pengguna, tetapi juga sebagai pengembang teknologi. Ini adalah bagian dari upaya kami untuk mendorong transformasi digital nasional dan memperkuat perekonomian Indonesia,” jelasnya.

Pelanggaran AI Ditangani UU ITE

Terkait dengan potensi pelanggaran di bidang AI, seperti penyalahgunaan teknologi deepfake atau penyebaran hoaks, Meutya menjelaskan bahwa Indonesia saat ini masih mengandalkan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). “Untuk saat ini, pelanggaran seperti deepfake dan hoaks masih menggunakan peraturan yang ada, yaitu UU ITE,” ujar Meutya.

Ke depan, ia optimistis bahwa Indonesia akan memiliki kerangka regulasi yang lebih komprehensif untuk mengatur penggunaan AI. “Yang penting, kita fokus pada pembangunan ekosistem dulu, sehingga regulasi yang dibuat nantinya dapat mendukung inovasi sekaligus melindungi kepentingan nasional,” tutupnya.

Peluang dan Tantangan Investasi

Direktur Eksekutif Information and Communication Technology (ICT) Institute Heru Sutadi mengingatkan bahwa investasi asing sebaiknya tidak hanya berfokus pada peluang komersial, tetapi juga pada pengembangan ekosistem teknologi yang melibatkan tenaga kerja lokal. “Kita perlu strategi jangka panjang untuk mengembangkan teknologi digital oleh talenta lokal,” katanya.

Heru menyoroti bahwa banyak investasi AI yang masuk ke Indonesia belum fokus pada pembangunan ekosistem teknologi, melainkan hanya pada penjualan produk. Ia menambahkan, Indonesia belum memiliki pusat riset AI yang dapat menciptakan lapangan kerja dan memberi dampak positif bagi ekonomi.

Oleh karena itu, ia mendorong kebijakan yang mewajibkan investor asing membangun infrastruktur dan pusat riset di Indonesia, serta melibatkan tenaga kerja lokal, terutama di UMKM dan industri lokal.

Sementara itu Firman juga menegaskan pentingnya pengembangan sumber daya manusia (SDM) di bidang AI terlebih dahulu, agar masyarakat Indonesia dapat memanfaatkan AI untuk inovasi. Tanpa penguatan SDM, ia memperingatkan bahwa AI bisa menjadi bumerang yang meningkatkan pengangguran, mengingat teknologi ini dapat menggantikan pekerjaan manusia dengan hasil yang lebih efisien.

Secara keseluruhan, kedua pakar tersebut sepakat bahwa meskipun investasi asing penting, Indonesia harus memastikan bahwa investasi ini memberi manfaat nyata, mengembangkan ekosistem teknologi lokal, dan menciptakan peluang kerja yang berkelanjutan. (*)