Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

Rupiah Semakin Dekati Rp16.000, Kapan BI Turun Tangan?

Rubrik: Makro | Diterbitkan: 03 December 2024 | Penulis: Yunila Wati | Editor: Redaksi
Rupiah Semakin Dekati Rp16.000, Kapan BI Turun Tangan?

KABARBURSA.COM - Pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS kembali menjadi perhatian, seiring manuver terbaru Presiden terpilih Amerika Serikat, Donald Trump, yang menimbulkan kekhawatiran di pasar internasional.

Pada Selasa, 3 Desember 2024, rupiah berada di level Rp15.952 per dolar AS pada pukul 12.00 WIB. Angka ini mencerminkan pelemahan 47 poin atau 0,30 persen dibandingkan penutupan Senin sore, 2 Desember 2024, di level Rp15.905 per dolar AS.

Analis Doo Financial Futures Lukman Leong, menyebut pelemahan ini tak lepas dari tekanan yang disebabkan oleh pernyataan kontroversial Donald Trump, yang belum resmi menjabat tetapi sudah aktif menyuarakan kebijakan yang memicu gejolak di pasar.

Salah satu pernyataan yang menjadi sorotan adalah ancamannya terhadap negara-negara BRICS. Melalui akun media sosial pribadinya, Trump mengancam akan mengenakan tarif hingga 100 persen kepada blok yang terdiri dari Brasil, Rusia, India, China, Afrika Selatan, serta beberapa negara lain seperti Iran, Mesir, Ethiopia, Arab Saudi, dan Uni Emirat Arab.

Ancaman ini muncul sebagai respons atas wacana BRICS menciptakan mata uang baru untuk mengurangi ketergantungan terhadap dolar AS.

"Gagasan bahwa negara-negara BRICS mencoba menjauh dari dolar AS sementara kita berdiri dan menonton sudah BERAKHIR," tulis Trump melalui media sosialnya, Trust Social.

Ancaman ini, menurut Leong, bertujuan untuk memastikan komitmen negara-negara tersebut tetap menggunakan dolar AS sebagai mata uang utama perdagangan internasional.

Dampak pernyataan ini meluas ke berbagai mata uang Asia, termasuk rupiah, yang langsung tertekan akibat meningkatnya ketidakpastian pasar.

“Pernyataan Trump menjadi sentimen negatif bagi mata uang Asia secara umum,” ujar Lukman.

Ia menambahkan bahwa meskipun Trump belum resmi menjabat, retorikanya sudah cukup untuk mengguncang pasar global.

Selain faktor geopolitik, pelemahan rupiah juga dipengaruhi oleh data ekonomi Amerika Serikat yang menunjukkan perbaikan sektor manufaktur pada November 2024. Meskipun masih berada dalam fase kontraksi, perbaikan ini mencerminkan potensi penguatan ekonomi AS yang dapat memperkokoh dolar.

Data ini dirilis menjelang laporan pekerjaan AS yang akan diumumkan pada Jumat, 6 Desember 2024, yang diperkirakan akan menjadi faktor lain yang mempengaruhi pergerakan nilai tukar global.

Tekanan terhadap rupiah ini menunjukkan betapa sensitifnya pasar terhadap perubahan kebijakan dan retorika dari pemimpin global, terutama dari negara dengan ekonomi sebesar Amerika Serikat.

Dengan ancaman tarif dan ketidakpastian kebijakan internasional, pasar akan terus mengawasi langkah-langkah selanjutnya, baik dari Donald Trump maupun negara-negara BRICS, yang dapat memberikan dampak signifikan pada stabilitas ekonomi global.

Di sisi lain, Bank Indonesia kemungkinan besar akan terus memantau situasi ini dan mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk menjaga kestabilan rupiah di tengah tekanan eksternal yang meningkat.

Intervensi Bank Indonesia

Pada 22 November kemarin, kurs rupiah mencatatkan penguatan signifikan. Penguatan ini tidak terlepas dari intervensi Bank Indonesia yang langsung turun tangan menjaga rupiah agar tetap stabil.

Meskipun ada tekanan dari penguatan indeks dolar Amerika Serikat (DXY), langkah intervensi strategis dari Bank Indonesia menjadi faktor kunci yang mendorong penguatan ini.

Kurs rupiah saat itu ditutup di level Rp15.875 per dolar AS. Angka tersebut menguat sebesar 55 poin atau 0,35 persen dibandingkan penutupan sebelumnya di Rp15.930 per dolar AS. Langkah ini memberikan optimisme di tengah kondisi pasar global yang masih tidak menentu.

Senior Economist KB Valbury Sekuritas Fikri C Permana, mengonfirmasi bahwa penguatan rupiah kali ini merupakan hasil dari intervensi langsung BI.

“Saat ini, pelaku pasar sedang menjauhi aset berisiko dan kembali mencari aset yang dianggap lebih aman. Dalam situasi ini, intervensi BI menjadi penentu,” kata Fikri.

Bank Indonesia telah mengadopsi strategi operasi moneter yang pro-pasar untuk menarik aliran modal asing guna menopang stabilitas rupiah. Gubernur BI Perry Warjiyo, menjelaskan bahwa langkah ini membuat pelemahan rupiah relatif lebih kecil dibandingkan dengan mata uang negara lain.

Perry memaparkan, stabilisasi nilai tukar rupiah difokuskan pada empat instrumen utama. Pertama, mempertahankan BI Rate tetap stabil. Kedua, melakukan intervensi aktif di pasar valuta asing melalui transaksi tunai maupun Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF).

Ketiga, mengoptimalkan Surat Berharga Rupiah Berbasis Indeks (SRBI) untuk mendorong inflow modal asing. Keempat, menjaga keberlanjutan kebijakan moneter yang sejalan dengan target stabilitas nilai tukar.

“Upaya ini telah meningkatkan kepemilikan non-residen dalam instrumen SRBI, yang memberikan kontribusi besar terhadap stabilisasi rupiah,” ujar Perry dalam konferensi pers usai Rapat Dewan Gubernur BI November 2024.

Meski langkah BI menunjukkan hasil positif, tekanan terhadap rupiah diperkirakan masih akan berlanjut. Ketidakpastian global, terutama dari Amerika Serikat, terus menjadi faktor utama yang memengaruhi pergerakan nilai tukar.(*)