KABARBURSA.COM - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi bulanan pada November 2024 mencapai 0,30 persen, naik dari 0,26 persen pada Oktober 2024 namun turun dibandingkan November tahun lalu yang mencapai 0,38 persen.
Kenaikan ini didorong oleh peningkatan Indeks Harga Konsumen (IHK) dari 106,01 pada Oktober menjadi 106,3 pada November 2024. Meski terjadi peningkatan secara bulanan, inflasi tahunan tetap menunjukkan tren yang lebih rendah dibandingkan November 2023, mencerminkan pengendalian yang efektif pada tekanan harga.
Plt Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti, menjelaskan bahwa kelompok pengeluaran makanan, minuman, dan tembakau menjadi penyumbang utama inflasi bulan ini dengan angka 0,78 persen. Kelompok tersebut memberikan kontribusi 0,22 persen terhadap inflasi keseluruhan.
Komoditas seperti bawang merah dan tomat menjadi faktor dominan, masing-masing menyumbang 0,10 persen. Selain itu, emas perhiasan, daging ayam ras, dan minyak goreng juga turut memberikan andil, meskipun lebih kecil, yaitu sebesar 0,03 persen.
Di tengah situasi ini, Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede, mencatat bahwa inflasi November mencerminkan pola musiman yang biasa terjadi menjelang liburan Natal dan Tahun Baru. Peningkatan permintaan untuk berbagai komoditas serta berkurangnya dampak panen, menjadi faktor kunci yang mendorong kenaikan harga, khususnya pada komoditas pangan.
Indeks harga ikut bergejolak, beberapa di antaranya adalah sebagian besar produk pangan, yang mencatatkan inflasi bulanan signifikan sebesar 0,95 persen, naik tajam dari deflasi 0,11 persen pada Oktober 2024.
Di sisi lain, inflasi pada indeks harga yang diatur pemerintah juga mencatatkan kenaikan. Inflasi bulanan sebesar 0,12 persen, setelah pada bulan sebelumnya mengalami deflasi 0,25 persen.
Faktor pendorong utama adalah kenaikan harga bahan bakar non-subsidi. Hal ini mencerminkan tekanan dari pasar energi global akibat ketegangan geopolitik di Timur Tengah dan kawasan Euro.
Meski demikian, inflasi inti tetap relatif stabil, tercatat sebesar 0,20 persen secara bulanan, sedikit lebih rendah dari 0,22 persen pada Oktober 2024. Stabilitas ini didukung oleh permintaan konsumen yang terkendali, pelemahan rupiah, dan kenaikan harga emas.
Secara tahunan, inflasi inti menunjukkan kenaikan tipis menjadi 2,26 persen dari 2,21 persen pada bulan sebelumnya.
Josua juga menyoroti bahwa tingkat inflasi tahunan secara keseluruhan diperkirakan menurun menjadi 1,55 persen pada November 2024, dari 1,71 persen pada Oktober 2024. Angka ini mendekati batas bawah kisaran target Bank Indonesia (BI) sebesar 1,5 hingga 3,5 persen.
Dengan inflasi yang terjaga, Bank Indonesia memiliki ruang untuk mempertimbangkan penurunan suku bunga acuan, terutama jika potensi pelonggaran kebijakan The Fed juga terjadi.
Melihat ke depan, inflasi pada 2025 diproyeksikan meningkat moderat, mencapai sekitar 3,12 persen pada akhir tahun. Kondisi tersebut didorong oleh peningkatan tarif PPN dan pengenaan cukai pada minuman berpemanis.
Namun, tekanan ini diperkirakan tetap dalam kendali, sejalan dengan target inflasi BI. Sehingga secara keseluruhan, pengendalian inflasi pada 2024 mencerminkan keberhasilan pemerintah dan BI dalam menjaga stabilitas harga di tengah tantangan eksternal dan dinamika musiman.
Salah satu emiten yang tersulut kenaikan inflasi sebesar 0,30 persen adalah Mayora Indah Tbk (MYOR).
Pada perdagangan hari ini, saham PT Mayora Indah Tbk (MYOR) menunjukkan pergerakan yang positif. Di sesi perdagangan pertama, hingga pukul 11.59 WIB, saham MYOR ditutup menguat sebesar 50 poin atau sekitar 1,85 persen ke level Rp2.750 per saham.
Kinerja ini mencerminkan minat investor yang tetap kuat terhadap saham produsen makanan dan minuman terkemuka ini, seiring dengan prospek bisnis yang stabil di tengah tantangan ekonomi global.
Pada pembukaan perdagangan, MYOR mencatat harga awal di Rp2.740, sedikit lebih tinggi dari penutupan sebelumnya di Rp2.700. Saham ini kemudian bergerak dalam rentang Rp2.700 hingga Rp2.760, dengan rata-rata perdagangan di Rp2.748.
Level tertinggi hari ini menunjukkan adanya momentum beli yang cukup kuat, sementara level terendah mencerminkan minat beli investor yang bertahan meski terjadi koreksi minor.
Nilai transaksi MYOR hari ini mencapai Rp3,2 miliar dengan volume perdagangan sebesar 12.000 lot. Tingginya transaksi menandakan likuiditas yang cukup baik. Dengan nilai ARA (Auto Reject Atas) di Rp3.370 dan ARB (Auto Reject Bawah) di Rp2.030, MYOR masih memiliki ruang gerak yang lebar untuk potensi kenaikan lebih lanjut, asalkan sentimen pasar tetap positif.
Pergerakan saham MYOR yang menguat ini dapat dikaitkan dengan berbagai faktor. Kinerja keuangan perusahaan yang solid serta inovasi produk yang terus dilakukan menjadi daya tarik utama bagi investor. Selain itu, sektor makanan dan minuman dinilai sebagai salah satu sektor defensif yang mampu bertahan di tengah ketidakpastian ekonomi, sehingga menjadi pilihan investasi yang menarik.
Meski demikian, investor tetap perlu mencermati faktor eksternal yang dapat memengaruhi pergerakan saham ini, seperti volatilitas pasar global dan perubahan sentimen terhadap sektor konsumer. Dengan fundamental yang kuat dan strategi bisnis yang adaptif, MYOR diproyeksikan tetap menjadi salah satu saham yang menarik untuk diikuti dalam jangka menengah hingga panjang.(*)