KABARBURSA.COM - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menanggapi pernyataan Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan terkait rencana penundaan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen.
Kenaikan PPN ini sebelumnya direncanakan berlaku pada 2025, sesuai amanat Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Namun, Airlangga memastikan bahwa potensi penundaan yang disebut Luhut belum dibahas di internal pemerintah.
“Belum, belum dibahas,” kata Airlangga saat ditemui di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis, 28 November 2024.
Begitu juga ketika ditanya apakah akan ada rapat khusus dengan Presiden Prabowo Subianto untuk membahas penundaan kenaikan PPN, Airlangga menyatakan bahwa hingga kini belum ada agenda terkait.
“Belum dibahas,” jawabnya singkat.
Sebelumnya, Ketua DEN Luhut Binsar Pandjaitan menyatakan bahwa penerapan kenaikan tarif PPN dari 11 persen menjadi 12 persen kemungkinan akan ditunda.
Penundaan itu untuk memberikan waktu terkait dengan perhitungan bantuan sosial (bansos) kepada masyarakat yang terdampak.
“Penerapan PPN 12 persen hampir pasti akan diundur, agar program stimulus ini bisa berjalan terlebih dahulu,” kata Luhut saat ditemui di TPS 004, Kelurahan Kuningan Timur, Jakarta Selatan, Rabu, 27 November 2024.
Dijelaskan Luhut, pemerintah saat ini sedang menghitung jumlah bansos yang akan diberikan. Dia menyebut, pemberian bansos diperkirakan berupa subsidi listrik.
Adapun yang berhak mendapatkan bansos ini adalah golongan masyarakat menengah dan bawah.
“PPN 12 persen harus disertai dengan stimulus untuk masyarakat yang ekonominya tertekan, terutama bagi mereka yang mungkin sedang kesulitan. Saat ini perhitungan sedang dilakukan, baik untuk kelas menengah maupun bawah,” ujar Luhut.
Mengenai alasan pemberian bansos dalam bentuk subsidi listrik, bukan berupa bantuan langsung tunai (BLT). Langkah ini diambil untuk menghindari penyalahgunaan bantuan yang bisa terjadi jika diberikan langsung ke masyarakat.
“Jika bantuan diberikan langsung, ada risiko penyalahgunaan. Jadi kami pertimbangkan untuk menyalurkannya melalui subsidi listrik, mungkin dengan batasan penggunaan listrik untuk yang pemakaian 1.300 hingga 1.200 Watt ke bawah. Semua perhitungan ini masih dalam proses,” jelasnya.
Mengenai anggaran untuk bansos ini, Luhut memastikan bahwa anggaran negara melalui APBN mencukupi. Ia mengungkapkan, penerimaan pajak yang baik memungkinkan negara untuk mengalokasikan dana hingga ratusan triliun untuk program ini.
“APBN kita cukup kuat, penerimaan pajak kita juga bagus. Ada ratusan triliun yang bisa digelontorkan untuk mendukung kebijakan ini,” tegas Luhut.
“Namun, yang penting adalah memastikan bantuan ini efisien dan tepat sasaran, sesuai dengan harapan Presiden,” pungkasnya.
Selain itu, beredar kabar bahwa kenaikan PPN hanya akan diberlakukan untuk barang-barang mewah, sementara sektor kebutuhan pokok dan penting tidak akan terpengaruh.
Menanggapi isu tersebut, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto tidak membenarkan maupun membantah kabar tersebut. Kata dia, pemerintah akan menyusun daftar barang-barang yang akan dikecualikan dari penerapan PPN.
“Kan ada beberapa PPN yang dikecualikan, terutama untuk bahan pokok penting dan termasuk pendidikan. Untuk yang lain tentu dilihat di UU saja,” jelas Airlangga.
Perlu diketahui, dalam aturan yang tercantum dalam Pasal 4A UU HPP, ada beberapa barang dan jasa yang dikecualikan dari penerapan PPN. Berikut adalah beberapa barang dan jasa yang tidak dikenakan PPN:
Barang yang Tidak Kena PPN
Barang yang Bebas PPN
Jasa yang Bebas PPN