Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

Ada Masalah Monopoli Tata Kelola Energi di Balik Penurunan Harga Tiket Pesawat

Rubrik: Makro | Diterbitkan: 28 November 2024 | Penulis: Dian Finka | Editor: Redaksi
Ada Masalah Monopoli Tata Kelola Energi di Balik Penurunan Harga Tiket Pesawat

KABARBURSA.COM - Ketua Ikatan Cendekiawan Pariwisata Indonesia, Azril Azahari, menyampaikan kritik terhadap kebijakan pemerintah yang menurunkan harga tiket pesawat sebesar 10 persen, yang berlaku hanya hingga 8 Januari 2024.

Menurutnya, langkah ini tidak akan memberikan dampak jangka panjang bagi sektor pariwisata Indonesia.

“Penurunan harga tiket ini hanya bersifat sementara, lalu setelah itu bagaimana? Ini akan membuat masyarakat kecewa. Pemerintah hanya menurunkan harga avtur dari Pertamina yang terlalu mahal, tetapi masalahnya adalah monopoli dalam tata kelola sektor energi,” kritik Azril saat dihubungi Kabarbursa.com, Kamis, 28 November 2024.

Selain mengkritik kebijakan tiket pesawat, Azril juga menyoroti tata kelola sektor pariwisata yang dinilainya masih jauh dari harapan. Ia mengungkapkan kekhawatiran terhadap pengelolaan destinasi wisata super prioritas, seperti Mandalika, yang pembiayaannya dibebankan pada anggaran negara.

“Contoh sederhana seperti Mandalika, hutang pembangunan proyek itu dibebankan kepada APBN kita. Itu tidak adil bagi rakyat. Seharusnya proyek seperti ini tidak dibiayai dengan cara yang membebani keuangan negara,” tambahnya.

Menurut Azril, pengelolaan destinasi wisata super prioritas seharusnya dilakukan secara profesional dan terencana dengan melibatkan pihak-pihak yang memahami sektor pariwisata secara mendalam. Ia menilai bahwa pendekatan yang digunakan pemerintah saat ini masih terlalu mengandalkan pola bisnis konvensional yang tidak sesuai dengan kebutuhan sektor pariwisata.

Azril menekankan pentingnya perencanaan jangka panjang berbasis data untuk memastikan sektor pariwisata dapat berkembang secara berkelanjutan.

“Pemerintah harus mengerti bahwa bisnis pariwisata itu sangat berbeda dengan bisnis biasa. Kalau kita ingin pariwisata menjadi unggulan, kita harus berinvestasi dengan cara yang bijak dan berkelanjutan,” tegasnya.

Azril mengakhiri dengan peringatan bahwa tanpa perencanaan strategis yang matang, sektor pariwisata Indonesia hanya akan menjadi potensi besar yang tidak pernah terealisasi.

“Tanpa itu, sektor ini akan terus tertinggal, dan kita hanya akan menjadi sektor dengan potensi besar yang tidak terealisasi dengan baik,” pungkas Azril.

Pemerintah Berencana Turunkan Harga Tiket

Pemerintah mengumumkan penurunan harga tiket pesawat sebesar 10 persen selama periode libur Natal dan Tahun Baru (Nataru) 2025..

Langkah ini diambil setelah dilakukan pemangkasan sejumlah komponen yang memengaruhi harga tiket pesawat, seperti biaya kebandarudaraan, avtur, dan fuel surcharge.

Penurunan harga tiket pesawat ini berlaku di seluruh bandara di Indonesia, sementara diskon harga avtur diterapkan di 19 bandara utama, mengikuti tarif yang berlaku di Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng.

Pemerintah juga menetapkan penurunan fuel surcharge untuk pesawat jet sebesar delapan persen menjadi dua persen, dan diskon untuk pesawat propeller sebesar lima persen menjadi 20 persen.

Selain itu, tarif Pelayanan Jasa Penumpang Pesawat Udara (PJP2U) dan Pelayanan Jasa Pendaratan, Penempatan, dan Penyimpanan Pesawat Udara (PJP4U) juga dipangkas masing-masing hingga 50 persen.

Kementerian Perhubungan (Kemenhub) bersama dengan Satuan Tugas (Satgas) Penurunan Harga Tiket Pesawat lintas kementerian dan BUMN telah menggelar diskusi dengan berbagai pihak, termasuk maskapai penerbangan, untuk mencapai kesepakatan ini.

Kebijakan ini diharapkan dapat mempermudah mobilitas masyarakat selama masa libur Nataru, merangsang pertumbuhan ekonomi sesuai Asta Cita Presiden Prabowo Subianto, menjadi stimulus bagi industri terkait lainnya, serta meningkatkan sektor pariwisata.

Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan (IPK) Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) mengatakan, kebijakan ini merupakan hasil kerja sama intensif yang melibatkan berbagai pihak dalam dua minggu terakhir.

Menurut AHY, kolaborasi ini bertujuan untuk memastikan harga tiket pesawat lebih terjangkau bagi masyarakat.

“Penurunan harga tiket ini bertujuan untuk membantu masyarakat dan menggerakkan ekonomi, termasuk pariwisata. Dengan menurunkan biaya operasional di bandara, harga avtur, dan fuel surcharge, akhirnya harga tiket pesawat bisa turun hingga sepuluh persen,” kata Menko AHY, Rabu, 27 November 2024.

Dia menyebutkan, penurunan harga tiket pesawat ini didorong oleh tiga intervensi utama, yaitu diskon tarif jasa kebandarudaraan sebesar 50 persen, penurunan harga avtur sebesar 5,3 persen dari bulan sebelumnya, dan pengurangan fuel surcharge untuk mesin jet sebesar delapan persen.

Dengan langkah-langkah ini, lanjut AHY, harga tiket pesawat berhasil ditekan hingga 9,9 persen, setara dengan penghematan rata-rata Rp157.500 per tiket.

Pemerintah Hanya Fokus Fuel Surcharge

Analis independen bisnis penerbangan nasional Gatot Rahardjo menilai bahwa pemerintah hanya mengincar pengurangan  fuel surcharge dalam wacana penurunan harga tiket pesawat. Wacananya, pemerintah menurunkan harga sebelum libur Natal dan Tahun Baru (Nataru).

“Sebenarnya, yang diturunkan itu fuel surcharge, yang akan berimbas pada penurunan harga tiket pesawat karena ini merupakan komponen yang secara otomatis membuat harga tiket lebih murah,” kata Gatot saat dihubungi oleh  Kabarbursa.com, Jumat, 22 November 2024.

Bagi maskapai penerbangan sendiri, ujar Gatot, kemungkinan tidak akan begitu terdampak pada pemangkasan fuel surcharge. Ia juga tidak yakin akan mengurangi secara signifikan margin pendapatan maupun laba mereka.

“Penurunan harga tiket ini tidak akan banyak mempengaruhi margin maskapai. Sebab, beberapa biaya operasional lainnya seperti biaya PJP2U (biaya pelayanan penumpang di bandara) dan PSC (Passenger Service Charge) juga diturunkan 50 persen, serta harga avtur tetap stabil di 19 bandara utama,” jelas dia.

“Dengan adanya penurunan biaya-biaya tersebut, margin maskapai tetap terjaga meskipun harga tiket turun,” tambahnya.

Gatot juga menjelaskan bahwa kebijakan penurunan harga tiket ini hanya akan berlaku selama periode libur Nataru, yang berarti dampaknya bersifat sementara.

“Kebijakan ini berlaku hanya dalam periode liburan Natal 2024 dan Tahun Baru 2025. Artinya, penurunan harga tiket pesawat hanya akan berlaku dalam waktu terbatas, dan maskapai masih memiliki waktu untuk menyesuaikan kembali tarif setelah masa tersebut berakhir,” jelasnya.

Meskipun ada harapan bahwa kebijakan ini dapat mendorong lebih banyak volume penumpang, Gatot menekankan pentingnya efisiensi operasional maskapai agar tetap dapat menjaga kinerja keuangan.

Tanpa adanya perbaikan dalam struktur biaya, meski ada peningkatan penumpang, keuntungan maskapai bisa tetap tertekan.

Adapun terkait dengan kemungkinan subsidi dari pemerintah, Gatot menyatakan bahwa subsidi langsung kepada maskapai belum menjadi bagian dari kebijakan ini

“Saat ini, fokusnya lebih pada penurunan biaya operasional dan bukan pada pemberian subsidi langsung kepada maskapai. Namun, jika situasi berubah dan diperlukan langkah-langkah lanjutan, kita tidak menutup kemungkinan bahwa pemerintah bisa memberikan dukungan lebih lanjut,” ungkap Gatot.

Namun, untuk memastikan kelangsungan keberlanjutan industri penerbangan, efisiensi biaya dan manajemen keuangan yang cermat tetap menjadi kunci utama. (*)