Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

Peluang Ekspor Indonesia di Tengah Ketegangan Perang Dagang AS-China

Rubrik: Makro | Diterbitkan: 27 November 2024 | Penulis: Pramirvan Datu | Editor: Redaksi
Peluang Ekspor Indonesia di Tengah Ketegangan Perang Dagang AS-China

KABARBUSA.COM - Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Esther Sri Astuti, menyatakan bahwa Indonesia memiliki peluang untuk memanfaatkan potensi perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China.

Komentar ini muncul sebagai respons terhadap rencana Presiden AS terpilih, Donald Trump, yang berencana mengenakan tarif tambahan 10 persen pada produk-produk asal China setelah dilantik pada Januari 2025. Rencana tersebut memicu kekhawatiran terjadinya perang dagang baru antara dua negara besar ekonomi dunia itu.

Esther menyebut bahwa Indonesia bisa meraih keuntungan, terutama dalam sektor produk elektronik, jika mampu meningkatkan daya saing industri dalam negeri. Dalam keterangannya di Jakarta, Rabu 27 November 2024.

Menurutnya, Indonesia harus bisa menekan biaya produksi dan harga produk agar dapat mengisi kekosongan pasar AS yang ditinggalkan China. Selain itu, perjanjian perdagangan multilateral juga dinilai penting untuk memperluas akses Indonesia ke pasar internasional.

"Jika tidak ada perbaikan, Indonesia hanya akan menjadi penonton dalam kompetisi global ini," ujar Esther.

Esther juga mengingatkan kembali bagaimana Vietnam memanfaatkan perang dagang antara AS dan China pada 2019, yang menguntungkan negara tersebut. Kedekatan geografis dan banyaknya perjanjian perdagangan yang dimiliki Vietnam, menjadikannya sebagai tujuan transit utama produk-produk China yang akhirnya diekspor ke AS dengan label "Made in Vietnam."

Di sisi lain, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sebelumnya menyampaikan bahwa kebijakan tarif impor tinggi yang mungkin diterapkan Trump juga akan berdampak pada negara-negara ASEAN, termasuk Vietnam. Ia memastikan pemerintah Indonesia akan mengantisipasi kebijakan tersebut dengan langkah-langkah yang tepat.

"Tidak hanya China, negara-negara ASEAN seperti Vietnam dan lainnya mungkin juga akan menjadi sasaran tarif impor ini," jelas Sri Mulyani dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI pada 13 November 2024.

Protektif Dan Potensi Dampak Inflasi

Kemenangan Donald Trump dalam Pemilihan Presiden Amerika Serikat (AS) diprediksi dapat memengaruhi perekonomian Indonesia, khususnya terkait kebijakan ekonomi yang lebih protektif dan potensi dampak inflasi.

Hal tersebut diungkapkan oleh Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia (BRI) Sunarso dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VI DPR RI pada Rabu, 13 November 2024.

Menurut Sunarso, kebijakan “America First” yang diusung Trump berpotensi memperburuk inflasi di AS. Jika ini terjadi, The Federal Reserve (The Fed) kemungkinan akan merespons dengan menaikkan suku bunga.

“Kebijakan yang lebih protektif bisa meningkatkan inflasi, dan ini mungkin akan direspons dengan kenaikan suku bunga oleh The Fed,” ujar Sunarso.

Namun, Sunarso juga mengingatkan adanya ketidakpastian mengenai langkah The Fed, mengingat belum ada kejelasan apakah inflasi yang meningkat akan segera direspons dengan kenaikan suku bunga atau ada kebijakan lain yang diambil.

Sementara itu, Sunarso juga memperingatkan potensi dampak negatif bagi ekonomi Indonesia jika ketegangan dagang antara AS dan China kembali memanas.

“Jika AS lebih protektif dan China merespons dengan perang dagang, ini bisa membuat pertumbuhan ekonomi Indonesia tertekan hingga berada di bawah 5 persen,” jelasnya.

Bahkan, jika negara-negara lain turut membalas kebijakan proteksionisme AS, pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa melambat lebih jauh, dengan proyeksi hanya mencapai kisaran 4,6-4,9 persen.

Analisis ini didasarkan pada hubungan ekonomi Indonesia dengan China, yang dinilai lebih signifikan dibandingkan dengan AS.

Sunarso menjelaskan, indeks korelasi antara ekonomi Indonesia dan China tercatat sebesar 0,351, sementara dengan AS hanya 0,347. Artinya, fluktuasi ekonomi China lebih mempengaruhi Indonesia ketimbang AS.

“Pertumbuhan ekonomi kita lebih dipengaruhi oleh perubahan di China, jadi jika terjadi perang dagang seperti sebelumnya, dampaknya akan lebih besar bagi kita,” jelasnya.

Sementara itu, Direktur Utama PT Bank Negara Indonesia (BNI) Royke Tumilaar mengatakan bahwa kemenangan Trump juga memberikan tekanan pada pasar saham domestik. Meskipun demikian, ia optimistis bahwa kinerja ekonomi Indonesia yang solid dan berkelanjutan akan menjadikan pasar saham Indonesia tetap menarik bagi investor.

“Kemenangan Trump memberikan tekanan pada pasar saham, tapi dengan kinerja yang terus berkembang, kami yakin ini akan tetap menjadi pilihan investasi yang baik di Indonesia,” ungkap Royke.

Sri Mulyani Ketar-ketir

Presiden terpilih Amerika Serikat, Donald Trump, diperkirakan akan menerapkan sejumlah kebijakan yang berpengaruh terhadap perekonomian global, termasuk kawasan Asia Tenggara (ASEAN). Salah satu kebijakan utama yang diantisipasi adalah rencana kenaikan tarif impor, yang selama ini lebih terfokus pada barang-barang dari China, namun dapat meluas ke negara-negara lain, termasuk ASEAN.

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan meski kebijakan tarif impor AS lebih banyak diarahkan pada RRT, langkah ini tidak menutup kemungkinan berdampak pada negara-negara ASEAN lainnya, seperti Vietnam.

Ia menjelaskan bahwa kebijakan AS di bawah pemerintahan Trump selama periode pertama cenderung menargetkan semua mitra dagang dengan surplus terhadap AS, termasuk negara-negara ASEAN.

“Selama ini, fokus utama adalah China, yang memiliki surplus perdagangan dengan AS. Namun, seperti di periode pertama kepemimpinan Trump, AS cenderung memperhatikan semua mitra dagang yang mencatatkan surplus,” kata Sri Mulyani dalam rapat kerja bersama Komisi XI DPR di Jakarta, Rabu, 13 November 2024.(*)