Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

Pakar Soroti Tantangan Penyerapan Tenaga Kerja dan Dekarbonisasi di Pariwisata

Rubrik: Makro | Diterbitkan: 27 November 2024 | Penulis: Dian Finka | Editor: Redaksi
Pakar Soroti Tantangan Penyerapan Tenaga Kerja dan Dekarbonisasi di Pariwisata

KABARBURSA.COM - Ketua Ikatan Cendekiawan Pariwisata Indonesia, Prof. Azril Azahari, menyoroti perhatian pemerintah terhadap sektor pariwisata, yang kini menghadapi tantangan besar dalam penyerapan tenaga kerja dan dampak kebijakan-kebijakan terkait dekarbonisasi dan penggunaan bahan bakar ramah lingkungan.

Azril menilai bahwa sektor pariwisata Indonesia tengah menghadapi masalah besar terkait penyerapan tenaga kerja. Ia khawatir bahwa multiplier effect sektor pariwisata yang biasanya positif, kini mulai menunjukkan tanda-tanda negatif.

"Sudah cukup lama sektor pariwisata menjadi penyumbang signifikan dalam penyerapan tenaga kerja. Namun, sekarang kita harus bertanya, apakah penyerapan tenaga kerja di sektor ini bertambah atau justru berkurang? Saya khawatir multiplier effect kita sudah negatif, ini bahaya," ujar Azril kepada Kabarbursa.com, Rabu, 27 November 2024.

Azril juga menyoroti tantangan baru yang datang dari perubahan global, seperti penerapan Sustainable Aviation Fuel (SAF) di industri penerbangan. Di mana, mulai 2026, dunia akan mulai menerapkan kebijakan dekarbonisasi yang mengharuskan maskapai penerbangan untuk menggunakan 1 persen SAF. Pada 2030, penggunaan SAF diprediksi meningkat menjadi 6-10 persen.

"Masalahnya, SAF jauh lebih mahal daripada bahan bakar avtur yang kita gunakan sekarang. Harga SAF bisa 6-10 kali lipat lebih tinggi, yang berpotensi membuat biaya operasional maskapai semakin membengkak," jelasnya.

"Namun, manfaat jangka panjangnya sangat besar, karena dapat mengurangi emisi karbon dioksida (CO2) dan mendukung agenda zero emission yang diwajibkan oleh IATA pada 2030." tambahnya.

Azril mengkhawatirkan kesiapan Indonesia dalam menghadapi perubahan besar ini.

"Pemerintah kita belum membahas bagaimana transisi ini akan dilakukan di Indonesia. Kita belum siap, sementara dunia sudah mulai mengimplementasikan kebijakan ini," ujar Azril.

Ia juga menekankan bahwa sektor pariwisata membutuhkan lebih banyak ahli yang dapat menghitung dampak kebijakan-kebijakan ini secara lebih mendalam.

"Ilmu pariwisata itu bukan hanya ilmu sosial, tapi juga ilmu yang memerlukan perhitungan teknis, seperti menghitung kapasitas fisik destinasi, atau berapa banyak wisatawan yang dapat ditampung tanpa merusak ekosistemnya. Ini adalah bagian dari keahlian yang tidak bisa diabaikan," paparnya.

Sebagai contoh, Azril menjelaskan bahwa sektor pariwisata harus memperhatikan kapasitas daya tampung wisatawan secara fisik atau physical carrying capacity, agar tidak terjadi kerusakan lingkungan yang dapat merugikan dalam jangka panjang.

Dalam menghadapi tantangan ini, Azril mengimbau pemerintah untuk lebih serius dalam merumuskan kebijakan yang mendukung sektor pariwisata secara berkelanjutan.

"Kita perlu lebih banyak perencanaan jangka panjang, bukan hanya solusi sementara yang tidak mengatasi akar masalah. Sektor pariwisata harus didukung oleh kebijakan yang jelas dan berbasis data," pungkasnya.

Net Zero Emission

Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus fokus dalam meningkatkan nilai tambah manufaktur di Indonesia, salah satunya ditempuh dengan berpedoman pada prinsip-prinsip industri hijau yang berkelanjutan untuk menciptakan masa depan tanpa karbon.

Kemenperin menargetkan industri manufaktur di Indonesia dapat mencapai Net Zero Emission (NZE) pada tahun 2050, sepuluh tahun lebih awal dari target nasional tahun 2060.

Apabila dibandingkan dengan negara peers di dunia, Indonesia berada pada peringkat ke-12 Leading Manufacturing Countries di dunia pada tahun 2023, di atas Rusia dan Turki. Selain itu, nilai Manufacturing Value Added (MVA) Indonesia pada tahun 2023 mencapai USD255 miliar, meningkat USD14 miliar (5,83 persen) dari nilai MVA Indonesia pada tahun 2022.

Selama lima tahun terakhir (2019-2023), Nilai MVA Indonesia terus menunjukkan peningkatan dengan tren sebesar 4,47 persen. Tren MVA Indonesia ini berhasil mengungguli Amerika Serikat, Jepang, Jerman, Korea, Prancis, dan Inggris.

“Upaya penerapan prinsip-prinsip industri hijau di Indonesia terlihat perkembangannya dari data The Green Future Index 2023. Indonesia berada di peringkat ke-49 dunia sebagai negara yang bertransisi menuju energi, industri, pertanian, dan masyarakat yang ramah lingkungan melalui investasi pada energi terbarukan, inovasi, dan kebijakan ramah lingkungan. Peringkat Indonesia ini naik 21 peringkat dari posisi 70 di tahun 2022,” jelas Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita saat membuka Annual Indonesia Green Industry Summit (AIGIS), di Jakarta, Kamis, 19 September 2024.

Upaya dekarbonisasi sektor industri tentunya memerlukan dukungan dari berbagai pihak, khususnya dari para pelaku industri. Kemenperin memberikan apresiasi kepada sembilan asosiasi industri atas deklarasi dukungan mereka dalam mencapai target NZE pada tahun 2050.

Target Penurunan Emisi

Asosiasi-asosiasi tersebut mewakili subsektor industri yang menjadi prioritas dekarbonisasi, meliputi Asosiasi Pulp dan Kertas Indonesia (APKI) dan Asosisasi Semen Indonesia (ASI), serta asosiasi-asosiasi lainnya, terdiri dari Asosiasi Produsen Pupuk Indonesia (APPI), Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (ASAKI), Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI), Gabungan Produsen Makanan dan Minuman Indonesia (GAPMMI), Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (GAIKINDO), Federasi Industri Kimia Indonesia (FIKI), serta Indonesia Iron and Steel Association (IISIA).

“Tentunya kami juga mengharapkan dukungan dari seluruh subsektor industri lainnya dalam mendukung pencapaian target penurunan emisi sektor industri hingga mencapai Net Zero Emission di tahun 2050,” ujar Menperin.

AIGIS yang digelar perdana pada tahun 2024 mengambil tema “Transformation into Greener Industry for Sustainable Economy” dan merupakan langkah awal yang mengukuhkan komitmen Kemenperin dalam memperkuat ekosistem untuk memfasilitasi transformasi industri hijau tanah air melalui berbagai inovasi yang mendukung percepatan dekarbonisasi.

Dengan fokus pada inovasi, strategi dekarbonisasi industri, pengembangan teknologi ramah lingkungan dan potensi pembiayaan hijau, AIGIS dirancang untuk memfasilitasi diskusi tentang percepatan pencapaian target NZE di sektor industri pada tahun 2050.(*)