KABARBURSA.COM - Harga minyak bertahan mendekati level tertinggi dalam dua minggu pada hari Senin, setelah mencatatkan kenaikan 6 persen minggu lalu. Ketegangan geopolitik antara negara-negara Barat dan produsen minyak utama seperti Rusia dan Iran semakin memanas, meningkatkan potensi gangguan pasokan.
Harga minyak mentah Brent naik 13 sen, atau 0,2 persen, menjadi USD75,30 per barel pada pukul 01.15 GMT. Sementara itu, harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS mencatatkan kenaikan 14 sen, atau 0,2 persen, menjadi USD71,38 per barel. Seperti dilansir reuters di Jakarta, Senin 25 November 2024.
Kedua kontrak tersebut mencatatkan kenaikan mingguan terbesar sejak akhir September, mencapai level penyelesaian tertinggi sejak 7 November. Kenaikan ini terjadi setelah Rusia meluncurkan rudal hipersonik ke Ukraina sebagai peringatan kepada Amerika Serikat dan Inggris, setelah serangan oleh Kyiv menggunakan senjata buatan AS dan Inggris.
Para analis di ANZ, yang dipimpin oleh Daniel Hynes, menyebutkan bahwa perang kini telah memasuki fase baru yang lebih berbahaya, memperburuk kekhawatiran mengenai gangguan pasokan. Sementara itu, Iran merespons resolusi yang disahkan oleh badan pengawas nuklir PBB pada Kamis lalu dengan meningkatkan aktivitas nuklirnya, termasuk mengaktifkan sentrifus baru dan canggih untuk pengayaan uranium.
Pernyataan keras dari IAEA dan langkah-langkah balasan Iran meningkatkan spekulasi bahwa pemerintahan Trump mungkin akan kembali memberlakukan sanksi terhadap ekspor minyak Iran. Vivek Dhar, ahli strategi komoditas di Commonwealth Bank of Australia, dalam catatannya mengatakan bahwa sanksi tersebut bisa menghilangkan sekitar 1 juta barel minyak Iran per hari, yang setara dengan sekitar 1 persen dari pasokan minyak global.
Pada Minggu, Kementerian Luar Negeri Iran mengumumkan akan mengadakan pembicaraan dengan tiga kekuatan Eropa mengenai program nuklir mereka yang kontroversial pada 29 November mendatang. Di sisi lain, investor juga memperhatikan tren peningkatan permintaan minyak mentah di China dan India, yang masing-masing merupakan negara pengimpor minyak terbesar pertama dan ketiga di dunia.
Harga minyak dunia melonjak tajam pada Jumat, 22 November 2024 dan mencapai level tertinggi dalam dua pekan terakhir. Kenaikan ini dipicu eskalasi konflik Rusia-Ukraina yang diperburuk oleh keputusan Inggris dan AS mengizinkan Ukraina menyerang wilayah Rusia menggunakan rudal mereka.
Dilansir dari Reuters, harga minyak Brent naik 94 sen atau 1,3 persen menjadi USD75,17 per barel, sementara minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) Amerika Serikat menguat USD1,14 atau 1,6 persen ke angka USD71,24 per barel. Dalam sepekan terakhir, kedua acuan minyak dunia mencatat kenaikan hingga 6 persen, penutupan tertinggi sejak 7 November.
Rusia meningkatkan ofensif militernya dengan menguji rudal hipersonik Oreshnik setelah Ukraina menggunakan rudal balistik dan jelajah dari AS serta Inggris. Analis Saxo Bank, Ole Hansen, menyebut ketegangan ini telah melampaui konflik tahun lalu antara Israel dan kelompok militan yang didukung Iran.
John Evans, analis dari PVM, memperingatkan pasar bahwa risiko kerusakan infrastruktur minyak, gas, dan pengilangan semakin nyata. “Kerusakan tidak disengaja pada fasilitas energi bisa memperparah spiral perang dan berdampak jangka panjang,” ujarnya.
Sebagai respons atas konflik ini, AS memperketat sanksi terhadap Rusia, termasuk menargetkan Gazprombank. Presiden Joe Biden berharap langkah ini meningkatkan tekanan ekonomi terhadap Moskow sebelum masa jabatannya berakhir. Namun, Kremlin menilai sanksi tersebut dirancang untuk menghambat ekspor gas Rusia dan optimistis dapat mengatasinya.
China, importir minyak terbesar dunia, mengambil langkah strategis dengan kebijakan baru untuk mendorong perdagangan dan mendukung impor energi, meskipun menghadapi ancaman tarif dari Presiden AS terpilih, Donald Trump. Impor minyak China diperkirakan pulih pada November, didukung oleh data pelacakan kapal.
India, sebagai importir minyak terbesar ketiga dunia, juga mencatat kenaikan impor berkat peningkatan konsumsi domestik. Langkah ini menegaskan pentingnya pasar Asia dalam menjaga permintaan minyak global.
Meski harga minyak naik, ada faktor yang menekan kenaikan lebih lanjut. Aktivitas bisnis di zona euro menurun tajam bulan ini, terutama di sektor jasa, sementara manufaktur terus merosot ke dalam resesi. Sebaliknya, aktivitas bisnis di AS menunjukkan perbaikan dengan Indeks PMI Komposit mencatat level tertinggi sejak April 2022, didorong oleh sektor jasa.
Penguatan ekonomi AS mendorong dolar mencapai level tertinggi dalam dua tahun, membuat minyak lebih mahal bagi negara-negara lain. Hal ini berpotensi menekan permintaan global. Di Jerman, sebagai ekonomi terbesar di Eropa, pertumbuhan ekonomi kuartal ketiga dilaporkan lebih rendah dari perkiraan sebelumnya, menambah tekanan pada pasar minyak dunia.(*)